13 • Story About Her

1.1K 348 333
                                    


Tergesa-gesa aku membereskan seluruh barang-barang di mejaku, hingga tak sengaja sebuah pulpen milikku jatuh, namun kuhiraukan saja dulu, aku akan mengambilnya nanti saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tergesa-gesa aku membereskan seluruh barang-barang di mejaku, hingga tak sengaja sebuah pulpen milikku jatuh, namun kuhiraukan saja dulu, aku akan mengambilnya nanti saja.

Belum, ini belum jam pulang sekolah. Tapi hari ini pelajaran biologi kosong karena si beruang itu sedang keluar kota. Baguslah setidaknya aku bisa bernafas lega sedikit.

Dan waktu seperti ini tentu langsung kumanfaatkan untuk bersua dengan Cierra, untuk melepas kerinduanku, tentu saja. Mumpung free dua jam pelajaran.

"Uhm, ini milikmu, Yoon?" Aku mendongak dan mendapati Namjoon mengulurkan pulpen milikku.

Ah, pemuda ini. Semenjak kejadian lima hari yang lalu aku belum berbicara dengannya lagi. Entahlah, kurasa dia yang menjadi canggung padaku, padahal aku biasa saja.

"Oh ya, thanks, Joon." Aku memasukan pulpen tersebut ke dalam tasku asal.

"Maafkan aku soal yang kemarin. Hanya saja-"

"No-no, it's okay Joon. Malah aku berterimakasih padamu." Aku menepuk bahunya sebanyak dua kali.

"Uhm, mind to hear my story about her?" Ia menggaruk tengkuknya canggung.

Wow. Tawaran yang begitu menggiurkan. Ah, tapi kenapa harus di saat aku ingin menemui Cierra-ku sih?

Bagaimana ini? Mana yang harus kupilih? Menghabiskan waktu selama satu setengah jam ini untuk bercinta dengan Cierra, atau mendengarkan cerita Namjoon tentang Miki?

Sungguh, aku penasaran. Namun aku juga merindukan Cierra walau baru kemarin aku bersua dengannya. Tapi tidak lama karena Eomma menyuruhku cepat pulang untuk makan malam dengan keluarga teman baiknya semalam.

"Hei, bagaimana? Mau tidak? Tapi jangan bicara disini." Namjoon membuyarkan pikiranku.

"Oh.. bagaimana kalau di ruang musik?" tawarku yang tak kusangka langsung ditolaknya.

"Bagaimana kalau dia ada disana?"

"Segitunya kau tak mau bertemu dengannya?"

"Bukan begitu. Memangnya kau pikir bagaimana kalau yang tengah kita bicarakan mendengarnya, huh?"

Akhirnya aku dan Namjoon beranjak menuju perpustakaan. Aneh juga dia, masa mengajak berbicara di perpustakaan. Ya, walau aku tahu sih dia itu anak perpustakaan. Tiap waktu luang seperti ini ia pasti membaca buku disana. Tapi ini kita ingin berbincang, loh?

"Ayo apa yang ingin kau bicarakan?" tanyaku tak sabar, sebab setelah sepuluh menit berada disini ia hanya diam.

"Um, kau masih sering bertemu dengannya?" Ia malah balik bertanya.

"Ya.. mau bagaimana lagi, aku kan ingin bermain piano." Aku mengendikkan bahu.

Ia mengangguk-angguk. "Sebenarnya dulu aku juga pertama kali bertemu dengannya di ruang musik."

"Eh? Jadi kau pernah dekat dengannya secara langsung? Bukan hanya mendengar desas-desus?" Aku sontak memajukan tubuhku ke arahnya.

"Hm.. ya begitulah. Tapi tidak bisa dibilang dekat juga. Dia.. begitu dingin." Aku mengangguk setuju.

"Akhirnya ya aku juga penasaran dengannya, kemudian aku mencari tahu tentangnya. Ternyata dia memang selalu sendirian, tak pernah memiliki teman. Bahkan setahuku setiap ada kerja kelompok ia pasti bekerja sendirian, terlebih pas sekali kelasnya berjumlah ganjil."

Tiba-tiba rasa iba menyeruak di dalam dadaku. Ah, tidak-tidak! Itu salahnya sendiri yang terlalu dingin dan angkuh. Siapa pula yang ingin dekat dengannya kalau begitu.

"Lalu kau tahu alasan ia diperlakukan begitu?"

Namjoon menghela nafasnya sejenak, "Mungkin kau juga tahu ini, ia begitu dingin, gayanya angkuh dan bicaranya kadang menyebalkan. Lalu seolah dia tahu apa yang mau kau katakan atau perbuat."

Aku mengangguk membenarkan, memang semua yang dikemukakan Namjoon adalah kenyataan yang kudapat selama mengenal si Miki tikus itu.

"Namun kau tahu apa yang kuperbuat?" Ia terkekeh seolah menertawakan dirinya sendiri.

"Aku terus bersikukuh dekat dengannya, aku ingin menjadi temannya. Awalnya ia membiarkan aku berada di sekitarnya, hanya terus mengacuhkan aku. Mungkin ia pikir lama-kelamaan aku akan lelah sendiri. Namun ia salah, aku malah makin tertarik dengannya. Hingga akhirnya ia menghempaskan aku dengan begitu kasar." Bahu Namjoon yang selalu gagah dan tegap kini terlihat kuyu, kurasa ia begitu kecewa terhadap Miki.

"Uhm.. kau diusir olehnya? Disuruh jangan datang lagi, jangan menenuinya lagi?" Mungkin nasib kami sama.

Ia menggeleng sembari tertawa dengan suaranya yang seketika parau, "Aku takkan menyerah maupun sakit hati jika hanya dibegitukan. Tapi ini.. lebih parah. Dia menyebarkan fitnah tentang aku, membuatku kehilangan nama baikku."

Apa? Oh, astaga. Sepertinya gadis itu sudah gila.

"Fitnah apa?" Jujur, aku penasaran.

"Dia bilang aku melecehkannya, semua orang kemudian menyalahkan aku. Hampir saja aku di keluarkan dari sekolah setelah kehilangan titel anak teladanku."

Gadis itu sudah benar-benar gila! []

Me, Piano and Her ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang