6

179 67 129
                                    

“Kamu adalah alasan mengapa aku bisa tersenyum, dan terkadang kamu juga adalah menjadi alasan mengapa aku bisa menangis saat ini.”

Arsen, lelaki bertubuh tinggi dan berkulit putih itu mengenakan Almamater khas sekolahnya sedikit tergesa-gesa. Matanya sesekali menatap ke arah arloji yang melingkar dilengan lelaki itu. Pagi ini ia akan ada rapat bersama anggota osis lainnya untuk membahas acara sekolah yang akan direncanakan beberapa bulan lagi.

Setelah dirasa cukup, Arsen melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya. Dengan tas yang disampirkan di bahu kanannya itu, Ia berjalan menghampiri keluarganya yang sedang sarapan bersama di sana.

"Hay Ar, sarapan dulu ayo nak," sapa Risa, wanita yang tampak terlihat awet muda notabene merupakan ibu kandungnya Arsen itu tersenyum melihat putranya yang selalu siap jika hendak berangkat sekolah.

Arsen terdiam sebentar, matanya menatap sang ibu kemudian beralih ke meja yang telah dihidangkan makanan untuk sarapan. Di sana ada Nisa notabene merupakan kakak satu-satunya lelaki itu dan Hadi, ayah Arsen yang sedang sarapan.

"Eh kok diam, ayo sarapan dulu." Risa menyuruh Arsen agar duduk di kursi sebelahnya.

Arsen tersenyum tipis, ia menatap keluarganya sedikit tidak enak karena harus menolak untuk sarapan bersama. "Bu, Ar sarapan di sekolah aja. Soalnya, mau ada rapat osis pagi ini."

"Owh yaudah, hati hati ya." Risa tersenyum sangat ramah, mencoba untuk membuat Arsen agar biasa saja. Wanita itu tahu jika putranya sedang merasa tidak enak hati karena sudah tiga hari belakangan ini tidak sarapan bersama dan berangkat sekolah lebih dulu. "Tapi benar sarapan ya, jaga kesehatan nanti sakit."

Arsen mengangguk kecil, ia menyalimi satu persatu lengan kedua orangtuanya. Kemudian matanya beralih menatap perempuan yang masih menguyah makanan. Tidak lama, Nisa ikut melirik lelaki notabene merupakan adik bungsunya yang masih setia berdiri dihadapannya, Ia menegak air sejenak setelah dirasa cukup perempuan itu berdiri dari duduknya. Seakan paham yang dimaksud dengan Arsen. "Kalau gitu Nisa juga pamit deh."

"Yasudah hati hati ya kalian," ucap Risa kepada kedua anaknya. "Ar jangan lupa sarapan!"

"Iya Bu, nanti Arsen sarapan." Nisa ikut menyahut penuturan sang ibu yang dapat dikatakan berlebihan, ia hanya tersenyum simpul. Ibunya memang begitu sayang dengan Arsen, begitupun dengan Anaknya. Seakan hanya Arsen anak satu-satunya mereka. Nisa sedikit memaklumi mungkin karena sebelumnya sempat terjadi suatu masalah dan tidak ingin terulang kembali dan berakhir pada penyesalan.

Sesampai di halaman rumah mereka melangkah menuju mobil yang akan mereka pakai pagi ini, gerakan Nisa perlahan terhenti karena terdengar suara keributan dari arah tetangga. Begitupun dengan Arsen, mata mereka menatap ke arah sumber keributan tersebut.

"Kemarin kak Fara tinggalin aku di halte!"

"Ya itu kan gue buru-buru! kalau mampir dulu ke sekolah lu bisa telat gue!"

"Terus? Bagaimana dengan gue wahai kakak lavnat?"

"Ngomong apa lu tadi?"

Nisa geleng-geleng kepala melihat dua kakak beradik yang mungkin dapat dikatakan jika setiap pagi, dua perempuan itu selalu ribut apapun itu masalahnya. "Hey! Pagi-pagi udah ribut!"

BIANCA ( Hate Love )Where stories live. Discover now