11

126 58 80
                                    

Setelah selesai mengerjakan tugas sekolah, Bianca merebahkan dirinya di atas kasur. Istirahat sejenak. Rasanya nyaman sekali, menghembuskan napasnya penuh lega. Pertama kali dirinya mengerjakan tugas sekolah di rumah, bukan, lebih tepatnya di sore hari.

Sangat jarang seorang Bianca, gadis yang terkenal pemalas itu mengerjakan tugas sekolah serajin ini. Semua terjadi karena adanya alasan tertentu, jelas bukan karena kemauan dalam diri gadis itu. Si gadis pemalas, tidak tahu kapan jika harus menuruti kemauannya sendiri.

Benda pipih yang tergeletak di atas kasur, tepat berada di sebelah Bianca itu bergetar. Menampilkan sebuah panggilan masuk, diraihnya ponsel tersebut untuk mengangkatnya.

"Sudah?"

Bianca mengubah posisinya menjadi duduk, "Sudah," sahutnya.

"Ke depan, cepet!"

"Sebentar dong! baru selesai kerjain tugas," sungut Bianca protes. Ia berjalan menuju jendela, menyikap sedikit gorden kamar dan menatap seseorang yang entah sejak kapan berdiri di depan rumahnya.

"Lama, gua tinggal."

Tut.

Setelah mengatakan itu, panggilannya terputus. Menyebalkan sekali, Bianca hanya dapat memberenggut kesal. Mau tidak mau ia harus beranjak pergi secepatnya, takut jika laki-laki itu benar akan meninggalkannya pergi sendiri.

Menyampirkan cepat tasnya, Bianca dengan segera keluar kamar dan berjalan menuju ruang tamu. Di sana terdapat Bundanya dan seorang lelaki yang entah sejak kapan telah berada di dalam rumahnya, menunggunya untuk berangkat bersama.

"Kamu kebiasaan, dek! Kalau punya janji sama teman, harus sudah siap," sembur Bundanya saat Bianca menghampiri mereka. Menatap sedikit kesal putri bungsunya itu, sikap malasnya tidak pernah hilang.

Bianca menghela napas pendek, "Iya, Bun."

"Jangan biarin temannya tunggu lama." Bundanya kembali mengingatkan.

"Iya, Bunda. Kalau begitu aku pamit pergi dulu," ucap Bianca mengalah. Ia melempar senyuman khasnya. Kemudian di susul dengan temannya yang sedari tadi diam mendengarkan perdebatan kecil antara ibu dan anak.

"Arsen juga ya, tan," ucap lelaki berkaus navy, ikut menyalimi lengan Bundanya Bianca.

"Iya Arsen, hati-hati ya! Oh ya, tolong bilangin ke ibunya Nisa, bunda tidak bisa hadir."

Tadi sembari menunggu Bianca, Arsen sempat cerita sedikit tentang teman sekolah mereka yang telah tiada. Sekaligus meminta izin pada wanita itu untuk mengajak putri bungsunya pergi ke rumah Nisa. Bundanya sempat terkejut, Bianca tidak bercerita apapun tentang hal ini. Atau mungkin belum? Karena biasanya gadis itu selalu cerita kejadian apa saja yang terjadi pada hari itu, pulang sekolah selalu membawa cerita apapun itu meski hanya hal sepele.

Ingin rasanya Bundanya ikut melayat, namun sore ini wanita itu tidak bisa pergi karena pesanannya sedang banyak sekali. Alhasil, ia hanya dapat menitipkan pesan melalui Bianca. Mengatakan pada keluarga Nisa, jika ia tidak dapat pergi mengunjungi.

"Sip, Bunda!"

****

Sebelum pergi ke rumah Nisa, Arsen dan Bianca lebih dulu pergi ke sebuah halte. Di sana, mereka akan bertemu dengan para teman-temannya. Karena sebelum itu, mereka semua telah membuat janji untuk berangkat bersama ke rumah Nisa.

"Baru segini? Yang lain kemana?" Bianca menatap tiga orang yang tengah duduk di bangku halte. Tampaknya mereka telah datang sejak tadi, menunggu yang lain datang. Ia ikut duduk di sebelah mereka, lebih tepatnya di dekat Putra.

BIANCA ( Hate Love )Where stories live. Discover now