14

150 54 123
                                    

Fara menutup rapat kopernya setelah selesai packing. Kemudian meletakkan koper sebelah koper bundanya yang berada tepat di depan lemari.

Waktu sudah pukul setengah dua belas malam, dimana beberapa jam lagi akan berganti hari. Semua yang telah terjadi pada hari ini akan terlewati, meski masih tetap membekas dalam hati.

Sepulang mereka dari rumah Arsen, Hera langsung menyuruh Fara untuk berkemas karena besok pagi-pagi mereka harus sudah berangkat menuju bandara.

Wanita muda yang telah berusia dua puluh dua tahun itu menolehkan kepalanya ke sebelah kanan, menatap seorang gadis yang sedang duduk di atas kasur dengan pandangan kosong. Kepalanya bersandar pada dinding. Siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir bahwa gadis itu sedang melamun.

Fara berjalan menghampiri dengan naik ke atas kasur. Rencananya malam ini Fara akan tidur bersama adik bungsunya, tepat malam terakhir dirinya tidur di rumah ini sebelum pergi untuk pindah ke luar negeri.  Sedangkan bundanya tetap dikamar wanita itu sendiri, sibuk mengemas barang dan semoga saja saat ini sudah tertidur. Fara berharap.

Kedua tangan yang tertumpu di atas kedua lutut terlipat milik gadis itu dengan perlahan diraih oleh Fara lalu digenggamnya hangat. Bibirnya mengukir sebuah senyuman saat pemilik tangan tersebut yang tak lain adalah Bianca mengarahkan pandangannya pada Fara.

"Jangan melamun terus," tegur Fara lembut. Tidak seperti biasanya yang selalu emosian saat berbicara kepada Bianca. "Kalau memang ingin ikut pergi, bilang aja biar bunda urus perpindahan sekolah kamu."

Bianca menggeleng cepat, "Aku nggak pa-pa, aku disini aja."

"Terus kenapa? Kalau bukan karena itu." Fara masih setia menunggu penjelasan gadis itu, alasan kenapa dia bersedih.

"Masih nggak menyangka aja, bisa terjadi seperti ini," tutur Bianca pelan. Perlahan ia menarik lengannya dari genggaman Fara, sang kakak. "Harus merasakan yang namanya broken home, aku pikir ini hanya terjadi fiksi aja."

Bianca tertawa miris. Menertawai dirinya sendiri, masih terasa sesak hatinya meski ia terus dipaksa untuk melupakan dan jangan mengingatnya kembali.

Tidak ada suara dari Fara. Bianca menatap wanita itu yang diam tak bersuara. Ada beberapa pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada wanita itu.

"Kak, boleh tanya?"

Bola mata Fara bergerak dan bertemu dengan manik coklat milik Bianca yang berada tepat didepannya. Tatapan datar yang terlihat masih terluka. "Apa?"

"Kakak tahu kalau sebenarnya Bunda sama ayah sering bertengkar sebelumnya?" Bianca bertanya dengan pasti.

Fara terdiam sejenak. Kemudian ia mengangguk samar, "Sebenarnya bunda sudah lama ingin meminta pisah dengan Ayah, tapi ayah selalu meminta bunda untuk beri kesempatan tapi ayah selalu mengingkarinya."

"Aku juga kaget banget, kalau ternyata ayah begitu sama kita," ucap Bianca sedikit murung. Nadanya terdengar seperti anak kecil yang sedang mengadu karena dikasarin.

Bianca, gadis itu terlihat seperti anak kecil jika hatinya sedang dilukai. Sangat jauh dari sikap bar-bar nya yang selama ini dikenal oleh para teman-teman nya. Hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui sikap gadis ini sebenarnya.

Fara tersenyum tenang, ia menarik Bianca dalam pelukannya. Tangannya mulai mengelus lembut punggung gadis itu. "Kamu yang kuat ya, semuanya pasti akan berlalu."

BIANCA ( Hate Love )Where stories live. Discover now