24

82 19 67
                                    

Sebuah lengkungan senyum terukir begitu saja tanpa sadar setelah kepergian Arsen. Bianca masih setia menatap sosok laki-laki itu yang belum lama mengantarkan dirinya pulang. Menatapnya hingga benar-benar tidak terlihat dari pandangannya.

Tadi, mereka hanya mampir untuk makan sebentar tanpa banyak obrolan. Arsen tidak memiliki banyak waktu saat itu karena harus mengurus urusan yang lain, jadi mau tidak mau Bianca menurutinya saja.

Padahal tadinya Bianca ingin sekali membahas semua masalah yang masih belum terselesaikan hingga saat ini.

Biarlah, nanti ada waktunya.

Setelah itu, Bianca memutuskan masuk ke dalam rumah. Saat langkahnya telah berada di depan pintu, perlahan langkahnya berhenti. Tatapan gadis itu melemah, menatap sebuah kotak yang entah sejak kapan berada di teras rumah.

Bianca mengedarkan pandangannya ke sekitar, sepi. Tidak ada siapapun.

Siapa yang meletakkan kotak berwarna putih itu di sana.

Apakah dari orang misterius itu lagi?

Gadis itu menghela napas berat. Sudah sangat lelah menghadapi setiap serangan misterius itu.

"Siapa Lo sebenarnya anjing!" Bianca bergumam kecil. Menahan kesal yang gemas sekali ingin meluapkannya secepat mungkin.

Karena malas, Bianca membiarkan kotak tersebut di sana. Menendangnya hingga terjatuh di pojokan. Kemudian berjalan masuk ke dalam rumah tanpa peduli.

Melepas kedua sepatunya kemudian meletakkannya di rak sepatu yang berada di dekat pintu.

Hal yang harus dibiasakan semenjak tinggal di rumah Arsen.

Sangat berbanding jauh dengan sikap gadis itu saat masih di rumahnya dulu.

Melepas sepatunya asal tanpa harus meletakkan kembali di raknya, kemudian berlari mencari keberadaan bunda dengan berteriak menyebutkan kata bunda. Meski tidak ada keperluan penting, namun tidak tahu mengapa hal itu selalu Bianca lakukan hingga menjadi kebiasaan. Biasanya gadis itu selalu membawa cerita dan menceritakan apa saja kepada bundanya ataupun mengeluh lapar.

Mengingat kebiasaan buruk itu membuat Bianca merindukan bundanya.

Bianca hanya dapat tersenyum tipis yang terasa menyesakkan.

Berat sekali masalahnya, batin Bianca.

"Hai sayang, sudah pulang ternyata." Risa menyapa dengan begitu hangat saat tidak sengaja berpapasan dekat tangga.

Bibir gadis berseragam SMA yang sempat datar kini berubah cepat menjadi lengkungan senyum yang begitu lebar. "Eh Ibu, iya!"

Risa ikut tersenyum saat Bianca mengecup singkat punggung tangannya. "Sudah makan belum? Kalau belum ayo makan siang dulu."

"Bianca udah makan tadi bareng Arsen, Bu." Bianca menolak dengan lembut.

"Sekarang Arsen dimana? Sudah pulang?"

Bianca mengangguk. "Iya, tadi katanya dia buru-buru ada urusan katanya."

"Oh begitu, ya sudah kamu ganti baju dan istirahat saja dulu ya! Ibu mau pergi, kamu di rumah saja ya!" Risa pamit untuk pergi dan meminta agar Bianca diam di rumah saja.

"Iya, Bu. Bianca nggak kemana-mana."

Risa tersenyum senang, "Anak manis. Ya sudah, ibu pamit pergi dulu, dadah sayang."

BIANCA ( Hate Love )Where stories live. Discover now