17

530 72 11
                                    

Pertemuan adalah satu bundel kebetulan yang ditanda tangani oleh semesta. Kamu bisa berjarak sepelemparan batu tapi tidak pernah bertemu atau berjarak satu ujung dunia dan tetap berpapas.

Yang kau temui setiap hari bisa saja tidak akan pernah jadi bagian hidupmu sedangkan satu detik pertemuan menjadi sebuah abracadabra yang mengubah total hidupmu.

Dan Yoongi, dia tidak akan pernah terbiasa dengan cara Tuhan berjudi dengan pertemuan-pertemuan itu. Bagaikan hidup manusia adalah meja judi dengan satu kursi yang Tuhan singgahi satu persatu, di atasnya digulir kocokan dadu, menunggu hadiah angka sempurna.

Kini, di atas meja judinya, kocokan dadu yang Tuhan lempar akhirnya mengeluarkan angka enam dan enam. Sempurna dua belas.

Kala itu Yoongi sedang sedikit mabuk, baru keluar dari Kenopsia. Menghabiskan malam sendiri. Jas hitam yang sedari tadi tak pernah ia lepas sekarang terlipat asal di lengannya. Sambil berusaha untuk tidak limbung dan berjalan sempoyongan, dia memelankan langkah.

Langit malam terlihat cerah dan udaranya pas. Dia yang sudah berhenti di pinggir jalan, berpikir sebentar sebelum urung memanggil taxi kemudian berjalan lagi. Yoongi akan pulang jalan kaki, sekalian menghilangkan rasa mabuknya.

Jalanan masih ramai, suara kendaraan bercampur dengan bising langkah kaki cepat, ocehan, tawa, serta gumpalan asap rokok. Kau tahu, Yoongi bisa saja memilih untuk tidak menengok dan berjalan lurus atau tetap menengok tapi selangkah lebih maju lantas ia melewatkannya.

Tapi, dalan kalkulasi takdir, sosok itu diputuskan untuk terfigura dalam penglihatannya.

Di sana, di seberang jalan, Yoongi melihatnya.

Lautan manusia mungkin bisa menyembunyikannya dan perubahan bisa menipunya. Tapi tidak untuk orang ini.

Tidak untuk Jungkook.

Si pria besar sedang bersandar, menyulut rokok di belah bibir. Jaket hitam panjang selutut dengan sweater berwarna sama sebatas leher dan rambutnya, ia biarkan panjang tergerai sampai ke bawah telinga. Menutupi mata, hampir setengah wajah. Tapi itu sudah cukup.

Jantung Yoongi instan berdetak dengan amat kencang, membuat pusing. Sepersekian detik ia tidak tahu apa yang harus dilakukan sebelum membiarkan kakinya bergerak sendiri. Dunia mendadak bisu, hanya satu suara yang ada; gemuruh di bawah tenggorokannya.

Yoongi menyikut dan mendorong apapun yang menghalanginya. Sudah begitu lama, sudah begitu lama sehingga Yoongi bertanya-tanya apakah perasaan itu perlahan sudah pergi, tapi ia salah. Yang ada saat ini rasa itu meledak dan mencekiknya.

Ia berlari, napasnya memburu. Matanya hanya terpusat pada sosok di sana, berjanji kalau ia tidak akan kehilangan lagi karena saat ini Yoongi merasa satu detik ia berkedip, sosoknya akan lenyap. Sedangkan jika menunggu kesempatan untuk kembali ke mejanya akan dua kali lipat menyakitkan.

Yoongi tidak mau berada di tempat itu lagi dalam jangka waktu yang bahkan tak bisa ia raba. Tidak.

Dan pria besar pun menangkap bayangan Yoongi yang melesat. Tertarik pada apa yang bergerak ke arahnya meskipun ia tak pernah menyangka bahwa hal itu akan membuatnya beku setengah mati.

Di depan tangan Yoongi menjulur, dan jelas untuknya.

Adalah pertemuan kedua mereka, membuat hukum alam melumer. Waktu melambat, tiap detiknya jadi panjang dan objek-objek di dalamnya lenyap.

Manik mereka bertemu, memantulkan sosok satu sama lain.

Dan saat itulah lampu jalan berubah menjadi merah. Suara kendaraan mendekat, klakson ditekan keras.

Bertumpu pada refleks, mata Jungkook membelalak. Tahu apa yang akan terjadi, jantungnya mau jatuh dan lebih dari apapun tubuhnya bergerak kilat.

Lalu sebelum bus kota menabrak tubuh Yoongi, tangan Jungkook berhasil menarik tangan yang menjulur. Ia jatuh menabrak sisi trotoar, sudah aman dari lalu lalang kendaran yang cepat dan tidak mau berhenti.

Jungkook hampir terlentang di atas jalan, dengan Yoongi di atasnya. Pemandangan tersebut membuat mata orang-orang terpaut pada mereka, berbisik sebentar sebelum kembali berjalan dan tak peduli lagi.

Ketika Jungkook membuka matanya ia mendapat Yoongi, dengan mata terbuka seolah tak mau melewatkan apapun, dadanya naik turun mengeluarkan napas tak beraturan sedang tangannya mencekal baju Jungkook kuat. Matanya berkilat sengit.

Berulang kali Yoongi selalu membayangkannya, memimpikannya, berjuta kali ia memikirkan apa yang akan ia katakan saat bertemu Jungkook. Dan semuanya, akhirnya––akhirnya––Yoongi bisa mengatakan apa yang paling ingin ia ucapkan. Sekarang, ia bisa menyebut namanya lagi, lantang dan keras. Tidak pada bayangan kosong, tidak dengan tanpa jawaban.

"Akhirnya aku menemukanmu—Jungkook!"

RUNNING OUT  ∕  kookgaWhere stories live. Discover now