7

542 72 0
                                    

Terlepas dari tingkahnya yang mengesalkan Jungkook adalah salah satu orang yang paling teratur dan konsisten yang pernah Yoongi temui. Ia akan selalu menaruh sesuatu di tempat yang sama dan yang paling bisa ia raih dengan cepat.

Dompet di saku kiri dalam jaketnya, sepatu kulit hitam yang selalu ia kenakan di sudut lantai kiri bawah. Yoongi memang tak pernah bertanya kenapa Jungkook tidak menaruhnya di rak sepatu, tapi dia bisa menduga kalau Jungkook memang terbiasa menaruhnya di sana supaya dia bisa pergi dengan cepat. Kalau kau pikirkan, mengambil rak sepatu dan menaruhnya di bawah sebelum memakainya membutuhkan beberapa waktu.

Dan meskipun Jungkook selalu datang dengan rambut yang tidak rapi, Yoongi selalu mencium wangi mint samar dari wangi gel rambut yang lelaki itu gunakan. Mulai dari postur tubuh, caranya berjalan dan sikap yang sigap, Yoongi bisa langsung tahu kalau Jungkook bukan orang biasa atau setidaknya Yoongi tahu kalau Jungkook bukan pengangguran.

Ayolah, tidak ada pengangguran yang bisa membeli sepatu kulit asli dengan merek yang mendunia begitu.

Dan ponselnya.

Jungkook selalu menaruh ponsel di saku belakang kanan celana. Langsung setelah masuk ke rumah Yoongi, pria itu pasti akan menaruh ponselnya di atas meja sebelah kanan dengan layar yang menghadap ke bawah.

Dari semua itu, Yoongi bisa menyimpulkan kalau Jungkook tidak ingin Yoongi tahu siapa dia lewat detail sekecil apapun. Yoongi tidak keberatan, dia juga sama sekali tidak bermaksud untuk tahu dan mencari tahu. Ia sangat mengerti kalau selalu ada hal yang ingin orang lain sembunyikan. Yoongi mengerti kalau ada batasan yang sama-sama tidak ingin mereka lewati.

Jungkook bukan orang yang tergantung pada ponselnya. Ia hanya menggunakan benda itu untuk berkomunikasi lewat panggilan suara, yang hanya datang sekali-sekali.Di saat ponsel itu berdering, Jungkook selalu mendecak tidak senang. Terlebih ketika dia mendengar nada dering khusus untuk nomor tertentu. Aura di sekelilingnya akan berubah menjadi tidak ramah.

Jungkook akan mengerutkan alis ketika mengangkat telepon itu, tidak berusaha menyembunyikan ketidaksukaannya lalu pergi ke luar dan baru menjawabnya ketika dia sudah cukup jauh, sampai pada jarak di mana Yoongi tidak bisa mendengar percakapan mereka. Jungkook sangat hati-hati dengan panggilan itu.

Dan hari ini, nada dering yang tak diinginkan itu terdengar.

Yoongi baru saja dapat sekotak permen rasa dari mahasiswa yang ia bimbing. Dia membukanya dan memakan satu. Jungkook meliriknya dan berkata.

"Tak kusangka ternyata kau memelihara permen dengan bungkusan yang imut."

"Ini pemberian dari mahasiswaku."

Jungkook menaikkan kedua alisnya, "eh, pria dingin dan kaku seperti hyung mempunyai fans juga? Ah, aku cemburu."

Yoongi memutar matanya dan mendesah, "dia mahasiswa yang bimbinganku, ini hanya hadiah terima kasih. Dia bilang permen ini oleh-oleh dari ayahnya yang bekerja di Jepang. Rasanya lumayan, kau mau?"

"Tentu."

Tangan Yoongi meraih kotak permen yang ada di atas meja dan membukanya, bermaksud mengambil beberapa ketika Jungkook malah menarik dagunya cepat. Saat wajah mereka berhadapan Jungkook tersenyum usil, dia segera mencium bibir Yoongi dan dengan lihai memasukkan lidahnya ke dalam Mulut Yoongi sebelum dia sempat bereaksi.

"Kau benar, rasanya lumayan." Kata Jungkook setelah mengecap permen itu dari dalam mulut Yoongi.

Yoongi mengelap sudut bibirnya dan merengus, "Kapan kau akan berhenti bersikap sembrono begini hah?"

"Oh, aku selalu menyukainya ketika kau sedang jengkel Min-ssi."

Kata Jungkook, dia tersenyum menyeringai dan matanya berkilat jahil. Sekarang dia meraih pinggang Yoongi, menempelkan tubuh mereka berdua dan meraup bibir Yoongi lagi. Tapi Yoongi tidak ingin membuka mulutnya jadi Jungkook menyelipkan jempol ke ujung celah bibirnya, memaksa Yoongi membuka bibirnya.

Lidah Jungkook masuk, menginvasi, membuatnya hampir tersedak permen sembari merasakan jempol Jungkook mengelus gusi dalamnya. Permen yang ada di mulut Yoongi sudah berpindah ke mulut Jungkook dan pria itu menelannya, membuat lidah mereka jadi leluasa untuk saling bertaut.

Di saat ciuman mereka semakin memanas, Jungkook mendorong tubuh Yoongi ke belakang, menyudutkannya ke ujung sofa dan tangannya mulai merayap ke balik baju Yoongi. Kemudian ia mendengar ponselnya berbunyi.

Seketika Jungkook menghentikan cumbuan mereka dan mendecak, tapi ia tetap mengambil ponsel di atas meja, mengangkatnya dan langsung berjalan menuju halaman belakang.

Dia membuka pintu geser dan memastikan menutupnya dengan rapat. Dinding dan pintu geser menuju halaman belakang rumah Yoongi sepenuhnya adalah kaca bening, Yoongi membuatnya begitu supaya dia bisa melihat halaman belakangnya kapan saja. Jadi sekarang dia bisa melihat dengan jelas tubuh Jungkook yang kaku dan formal saat bercakapan dengan seseorang yang ada di ujung sana.

Tidak ada yang bisa menghentikan sikap buruknya kecuali panggilan itu huh?

Yoongi jadi tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya-tanya siapa gerangan orang yang begitu Jungkook hormati—atau ia takuti sebegitunya sampai membuat Jungkook menghentikan aktivitas apapun secara harfiah, hanya untuk menjawab panggilan itu?

Percakapan itu berlansung beberapa saat, tidak lama. Dan seperti biasanya, ketika panggilan itu berakhir Jungkook akan kembali dengan air wajah yang gelap dan langsung mengambil jaketnya, bersiap untuk pergi.

Jika sudah begitu, Jungkook tidak akan melihat ke arah Yoongi sama sekali. Dia tidak akan berkata apapun dan menutup pintu. Tidak ada sekali selamat tinggal.

Yoongi tahu kalau Jungkook tidak bermaksud tidak sopan kepadanya, pria besar itu hanya sangat membenci karena harus pergi sebab panggilan itu, perintah yang mutlak. Langkah Jungkook terlihat berat setiap itu terjadi.

Yoongi menghela napas sambil meregangkan tubuhnya di sofa. Dia masih bisa merasakan bibirnya yang basah dan rasa panas yang tadi ada.

Kalau kau sebegitu bencinya untuk pergi, kenapa kau tidak tinggal lebih lama? 

RUNNING OUT  ∕  kookgaWhere stories live. Discover now