20

474 66 8
                                    

Min Yoongi memejamkan matanya kuat. Alisnya bertautan. Wajah, leher, dan kupingnya memerah. Setengah karena malam yang dingin dan setengahnya lagi karena dia malu.

"Jungkook.. turunkan aku."

Kelihatannya mereka sudah cukup jauh dari Kenopsia. Setelah muntah, Yoongi terlalu lemas dan pusing untuk mengingat dan ketika sadar dia sudah di punggung Jungkook.

Yoongi menyurukkan kepalanya, berusaha mengecilkan keberadaannya. Ia berkata rendah. "Jungkook, aku mohon. Aku sudah sadar, biarkan aku berjalan sendiri."

Sungguh, Yoongi tidak tahan dengan kerumunan di samping-samping mereka. Maksud Yoongi adalah, dia sudah terlalu tua untuk digedong di punggung seseorang kan? Terlebih dia adalah lelaki, dewasa, mandiri. Ah, Yoongi tidak tahan.

Tapi seberapa banyak Yoongi meminta, Jungkook masih menutup mulutnya rapat-rapat, menulikan telinga. Jadi Yoongi menyerah dan pasrah. Dan dari selain itu, dalam lubuk hati sebenarnya Yoongi tidak terlalu keberatan. Samar, Yoongi bisa mencium bau mint dari rambut Jungkook dan aroma familiar tubuh Jungkook yang dibawa tipis-tipis oleh semilir angin malam. Aroma yang hilang timbul itu membuat hidung Yoongi mencari-cari.

Dia berusaha menghirup lebih dalam ketika ia menyadari apa yang sedang ia lakukan, wajah Yoongi kembali memerah dan jantungnya mulai berdegup lebih cepat.

Yoongi sedikit panik. Berada sedekat ini dengan Jungkook, ia takut pria itu bisa merasakan detak jantungnya yang terlalu keras dan abnormal. Dari punggungnya Jungkook bisa merasakan Yoongi bergerak-gerak gelisah.

"Hyung, tidak akan ada yang mengenali kita. Aku takut hyung akan terjatuh kalau bergerak seperti itu."

Yoongi diam. Tetapi hatinya tidak tenang. Meskipun akhirnya Jungkook berbicara padanya, Yoongi tidak dapat memikirkan kata-kata untuk membalasnya.

Ah, sungguh. Kenapa Yoongi malah bertingkah gugup dan konyol begini? Dia berusaha mengatur diri dan berpikir segara logis. Dua dia bahkan tidak akan memalingkan wajah dan sekeras baja ketika dia bersama Jungkook yang seenaknya. Sama sekali tidak terpengaruh dengan apapun yang Jungkook lakukan.

Jadi, kenapa dia sekarang seperi ini? Ini tidak benar. Yoongi berusaha mencari-cari alasan. Pasti karena mereka sudah lama tidak bertemu. Pasti.

Tetapi Yoongi tetap harus keluar dari situasi ini. Dan ketika ia melihat warung minuman, Yoongi meminta singgah ke sana.

"Kau yakin ingin minum lagi? Hyung, ketahanan alkoholmu tidak begitu bagus." Yoongi hampir bisa melihat Jungkook mengaitkan alisnya saat berbicara.

Tapi Jungkook tetap berjalan ke arah warung itu dan menurunkan Yoongi. Mereka duduk di paling pojok dan Yoongi bersikeras untuk memesan dua botol. Setengah botol sudah Yoongi habiskan tetapi minuman dalam gelas yang ia sodorkan sama sekali tidak Jungkook sentuh.

Sepanjang itu, tidak ada yang memulai percakapan. Hanya mata Jungkook yang lengket pada Yoongi dengan tatapan tak terbaca dan Yoongi yang terus meneguk untuk meredam sisa rasa gugup sialannya itu sampai matanya jadi terasa berat dan lengket.

"Jungkook... Jungkook-ah?"

Yoongi sudah mulai mabuk. Ia mengeluarkan dompet hitam dari celananya dan melambai-lambaikannya di depan Jungkook. Ada senyum yang muncul di wajahnya.

"Kau datang karena ini kan? Kau mau ini kembali kan? Tenang saja. Karena aku anak baik, aku sama sekali tidak mengintipnya. Kau percaya padaku kan?"

Bilang saja kalau Yoongi licik ataupun frustasi. Pada malam itu, di pertemuan pertama mereka, Yoongi mengambil dompet Jungkook. Kau tidak akan tahu betapa Yoongi hampir meledakkan tawa ketika Jungkook masih teguh pada kebiasaannya. Jungkook benar-benar masih menyimpan dompet di saku dalam kanannya!

RUNNING OUT  ∕  kookgaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें