18

456 70 9
                                    

Tangan Jungkook mencengkram lengan Yoongi dengan begitu kencang dan kokoh, membawanya ke celah gelap antar gedung terburu-buru. Untung saja tidak ada yang keluar dari gedung itu. Jantungnya berdegup sangat kencang, mengalahkan suara ramai malam hari hingga menyakiti telinga. Perasaannya bolak-balik antara panik dan lega. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah segera membawa Yoongi pergi dari tempat yang bisa terlihat oleh mereka. Secepatnya. Karena kalau tidak...

Jungkook terlalu tenggelam dalam pikirannya sehingga tidak menyadari Yoongi yang meringis dengan langkah terseret-seret di belakangnya. Tangan Yoongi nyaris kebas oleh cekalan itu. Ia berusaha memberi tahu Jungkook untuk melonggarkannya tapi Jungkook sama sekali tidak berhenti. Yoongi tidak tahu kemana Jungkook akan membawanya sampai ia berbelok ke celah sempit bangunan dan melempar punggungnya ke dinding yang keras dan dingin.

Yoongi mengerutkan alis dalam-dalam sambil mengusap bekas cengkraman Jungkook. Ia ingin melontarkan protes, tetapi ketika kepalanya naik dan melihat wajah Jungkook, mulutnya bungkam. Mata Yoongi terbuka lebar. Yang tampak di sana adalah frustrasi dan amarah. Kemudian tangan Jungkook yang mengepal menonjok dinding tepat di sebelah wajah Yoongi. Getarannya merambat di kulit Yoongi, suara gedebuk membuat Yoongi sedikit tersentak.

"Kenapa.. kau datang.."

Ucap Jungkook di sela-sela giginya tertutup. Suaranya pelan, tapi siapa saja bisa mendengar kecamuk emosi di sana. Ada yang mencekat tenggorokannya. Ia marah. Ia betul frustasi. Atas rasa rindu yang kian membumbung sampai ke langit-langit tenggorokannya dan menghalang segala kata. Tak pernah rasanya ia lupa menghadirkan Yoongi dalam tiap lamunannya, dalam tiap sudut dan ujung benaknya.

Jungkook menahan segalanya untuk sanggup berpisah dengan Yoongi, tapi dengan mudahnya Yoongi muncul lagi di hadapannya. Dengan wajah seolah begitu kehilangan, yang mana memunculkan ilusi bahwa Yoongi pun sama merindunya dengan Jungkook. Karena itu dia marah dan frustasi. Merasa seperti Tuhan sedang mempermainkannya. Mengujinya. Mendorong ke batas mampunya.

Sedangkan Yoongi sedang di atap sukacita. Karena kini ia tahu, apa pun alasan Jungkook meninggalkannya bukanlah karena benci atau muak padanya. Ia akhirnya tahu. Dan sebagai ganti tawa, ia lebih ingin mencium Jungkook lebih dari apa pun di dunia ini. Karena itu dia biarkan dorongan dalam dirinya menguasai. Tangannya bergerak meraih kerah baju Jungkook, menariknya dan mebawa wajah pria itu mendekat lalu mencium bibirnya.

Mata Yoongi terpejam, tapi ia bisa membayangkan kalau saat ini mata Jungkook pasti sedang membelalak karena deru napasnya yang tadi hilang total dan getara emosi dalam dirinya seketika sirna. Ciuman sekilas itu begitu ringan dan sebentar sehingga yang muncul setelahnya adalah rasa menyengat. Angin malam menyapi mendatangkan rasa dingin, menggantikan kehangatan yang sempat ada di sana. Jungkook terdiam mematung.

"Kenapa pergimu lama sekali, Jungkook-ah?"

Pria besar itu begitu hening. Matanya jatuh pada mata Yoongi tanpa berkedip. Cahaya yang lewat dari lampu mobil seolah membuat kedua mata Jungkook berkilau. Hampir menipu Yoongi kalau itu adalah air mata.

"Kembalilah."

Kata-kata yang lolos dari mulut Yoongi membuat lonceng di dalam kepalanya berdenting sekali lalu merobohkan dinding tinggi yang membentengi rindunya. Persetan dengan semuanya. Untuk momen ini, Jungkook tidak mau peduli apa-apa lagi karena rasanya ia jadi benci sekali dengan rasa dingin di bibirnya lantas meraih leher Yoongi, meraup bibirnya.

Hanya butuh satu sentuhan dan keduanya terjun ke dalam cumbuan yang begitu intens. Begitu rakus. Begitu saling menginginkan. Jungkook bahkan tidak memerlukan pembenaran atas ciuman ini karena sudah terlanjur ia membebaskan kupu-kupu rindu yang lama terkurung. Ketika lidah mereka saling bertemu dan bertaut, dunia sudah tertinggal di belakang. Tangan Jungkook bergerak untuk memeluk pinggang Yoongi, menariknya guna menusir jarak. Lengan Yoongi sudah mengalung di leher Jungkook sementara bibir mereka sednag sibuk saling mengecap.

Aneh sekali.

Rasa ciuman itu masih familiar. Begitu mengejutkan tapi juga tidak. Rasa yang sama, membuat perpisahan mereka hanya bagai satu siang dan satu malam sebelum paginya berjumpa. Yoongi kira ia sudah lupa dan kehilangan esensi dari sentuhan Jungkook. Tapi tidak. Seluruh indranya mengingat dengan sangat betul.

Malam yang tadinya sangat dingin berubah jadi panas sampai-sampai Yoongi berpikir kalau ia akan meleleh oleh cumbuan mereka. Ketika ciuman itu berakhir, napas Yoongi terengah-engah, mulutnya terbuka mencari oksigen. Begitu juga Jungkook. Matanya masih terpejam, bagaikan mematri yang telah terjadi. Ibu jari Yoongi mengelus wajah Jungkook. Matanya tampak sedih sampai hampir mengiba.

"Jungkook."

Si pemilik nama masih memejamkan mata, dadanya naik turun mearik napas.

"Jangan hilang lagi. Aku mohon." Jeda sebentar, "kembali padaku Jungkook.."

Kelopak mata Jungkook terbuka perlahan. Apa yang sampai pada Yoongi dari tatapan Jungkook membuat hatinya seperti disimpul mati. Jika Alice harus kembali dari lubang kelinci, maka Jungkook pula harus kembali. Sungguh, jika pilihan untuk bisa hidup bersama Yoongi ada, maka Jungkook akan memilihnya dengan bertaruh segalanya. Tapi tidak bisa. Ia tidak bisa menyeret Yoongi ke dalam dunianya seujung jari pun. Tidak ada jaminan bahagia yang bisa Jungkook berikan jika terus bersamanya. Yoongi tidak perlu tahu dan tidak boleh tahu dunia di atas lubang kelinci yang ia tinggali. Yang berbahaya. Yang gelap tanpa pernah disinari matahari.

"Maafkan aku hyung."

Di wajahnya tergores senyum kecut. Tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

Tetaplah berada di dalam lubang kelinci dan biarkan aku melupakanmu hyung.

Jungkook mengangkat tangannya, mengelus wajah Yoongi pelan seolah sentuhan itu akan menyakiti Yoongi. Dia tidak bisa berlama-lama di sini. Dia harus pergi. Karena kalau tidak..

"Semoga kita tidak akan pernah bertemu lagi."

Jungkook berbalik, memperlihatkan punggung tegap namun kesepian. Jantung Yoongi berdebar dengan cara yang menyakitkan, tapi ia hanya bisa mengerutkan dahi dalam-dalam. Ia tidak ingin seperti ini. Tidak boleh. Mereka tidak boleh seperti ini. Yoongi tidak ingin berpisah lagi dengan Jungkook.

"Aku akan menunggumu!" Yoongi berteriak. Tapi suara lalu lintas seolah menelan kata-katanya, membuat Yoongi takut kalau Jungkook yang makin menjauh tidak mendengarnya. Jadi ia berusaha untuk berteriak lebih keras.

"Jungkook, aku akan menunggumu! Bar Kenopsia, aku akan menunggumu di sana Jungkook-ah! Kau harus datang. Tidak, kau pasti akan datang dan aku akan selalu menunggumu!"

Tapi Jungkook bahkan tidak berhenti untuk Yoongi menyelesaikan kata-katanya.

RUNNING OUT  ∕  kookgaWhere stories live. Discover now