Prolog

4.4K 247 31
                                    

Happy Reading

.

.

.

Digelap dan dinginnya malam, nampak seorang remaja menarik kedua kaki beratnya melewati jalanan yang nampak terlihat sepi. Siapa yang akan keluar diwaktu yang hampir menunjukkan tengah malam ? Dan mereka yang masih berada diluar, mungkin mereka baru saja selesai dengan urusannya. Tetapi tidak dengan remaja itu. Kedua matanya sembab terlalu menghabiskan waktu lama menangisi nasib hidupnya yang entah sampai kapan akan terus diterimanya ?

Jeon Wonwoo namanya. Ia hanyalah remaja delapan belas tahun yang berhati baik, namun terlihat dingin. Sikapnya sangatlah dingin, namun ada satu alasan dirinya bersikap demikian. Ia hanya tengah menyembunyikan perasaan sesak dan marahnya dari orang-orang sekitarnya. Walaupun mereka tahu apa yang terjadi dengannya dan atas hidupnya, sudah jelas mereka tidak akan peduli kepadanya. Apalagi selama ini ia hanyalah seseorang yang kehadirannya tidak pernah diterima oleh siapapun, bahkan oleh ibunya sendiri.

Ia selalu sendiri dan tidak pernah ada yang mau menemaninya. Jikapun ada, selalu saja tidak akan bertahan dengan lama ketika bersamanya. Teman satu sekolahnya selalu saja menggosipkan dirinya akan hal-hal yang tidak masuk akal dan tentunya merugikan dirinya sendiri. Seberapa ia meyakinkan mereka dan mencoba menjaga nama baiknya, tetap saja ia akan berakhir dengan rasa malu akibat ulah mereka. Dan Wonwoo merasa hidupnya memang tidak akan pernah bisa diterima dilingkungan manapun.

Frustasi, sudah jelas.

Marah dan muak, apa lagi.

Bodohnya, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima takdir Tuhan.

"Eomma sebenarnya aku ini anak siapa ? Mengapa eomma selalu memperlakukanku seperti ini ? Apa karena aku terlahir dari sebuah kesalahan ?"

"Yang jelas kau bukan anakku. Aku tidak pernah melahirkan anak sepertimu. Dan benar jika kau memang terlahir dari sebuah kesalahan. Bodohnya ayahmu itu tidak peduli padamu dan menyuruhku untuk merawatmu."

"Apa eomma membenciku ?"

"Tentu saja. Rasanya aku sudah tidak ingin melihatmu lagi, Jeon Wonwoo."

"Apa jika aku mati, eomma akan senang ?"

"Tentu saja. Dan jikapun kau mati, kuharap kau tidak mati dihadapanku."

Wonwoo menghentikan langkah kakinya tepat dipertengahan jembatan. Kedua matanya kembali kosong bersamaan dengan kristal bening yang meluncur bebas mengalir melewati kedua pipi tirusnya. Bahkan sekarang ia tidak peduli dengan luka lebam pada pipinya dan luka sobek pada sudut bibirnya yang berdarah. Hatinya jauh lebih sakit jika perlu kalian tahu. Ketika luka pada pipi dan sudut bibirnya bisa diobati dengan obat-obatan, namun tidak dengan luka dihatinya. Mungkin ia akan terus mendapat rasa sakit ini seumur hidupnya.

"Padahal usiaku baru delapan belas tahun, tetapi mengapa hidupku seperti ini ? Sampai kapan aku akan mengalami hal menyakitkan seperti ini ? Tidak bisakah aku merasakan apa itu yang namanya bahagia ? Sungguh keinginanku hanya itu. Aku hanya ingin mendapat kasih sayang dari ibuku dan dihargai sebagai seorang anak." gumamnya dan setelahnya ia tertawa sangat keras. Menertawakan hidupnya yang sudah tidak ada artinya lagi.

[S1] The Beginning Of Our Destiny [DIBUKUKAN]Where stories live. Discover now