✦ duabelas

53 11 17
                                    

"hmm

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"hmm... oke, gini deh. coba bayangin satu kenangan lo bareng dia." seru lia, mengambil tempe kering di meja lalu mengemilnya selagi duduk menghadap chandra di sofa.

"udah."

"sekarang jadiin kenangan itu sebuah benda."

chandra menutup matanya, duduk di atas sofa dengan tegak, tangan tergeletak di atas pahanya. dia menghela napas dengan pelan, lalu mengangguk kepada lia.

"oke, sekarang buang kenangan itu di tempat sampah, bakar tempat sampahnya juga kalau perlu." perintah lia dengan tegas, meneguk es teh miliknya yang menyegarkan.

chandra membuka matanya dengan spontan, karena dia kesusahan merelakan kenangan itu. lia melihat hal ini, dan reflek ia menjulurkan tangannya ke depan matanya agar tetap tertutup.

"jangan buka mata, nanti enggak bisa fokus."

"tapi kalau dibuang di tempat sampah bisa diambil lagi kan?" berontak chandra.

lia dengan ragu menarik tangannya kembali, dan mendesah menyerah. lia pun ikut serta menutup matanya, memikirkan solusi lain.

"aha! gue tau. bury it. bury it deep into your heart."

chandra juga jadi ikut berpikir, lalu di bawah napasnya dia bergumam, "bagiku kau hanyalah cerita hidup dan kenangan terindah yang terpendam jauh di dalam lubuk hatiku."

"nah itu!" teriak lia kegirangan.

"i-itu apa?"

"tadi, yang lo bilang."

"cerita hidup dan kenangan terindah di lubuk hati?"

"IYAAA."

chandra sedikit menutup kuping mendengar teriakan girang lia. "maaf, hehe." kekeh lia setelah menyadari level volume suara dia.

dan chandra kembali membisikkan kalimat itu ke dirinya sendiri, "bagi gue, lo hanyalah kenangan terindah yang terpendam jauh di dalam lubuk hati."

_

"andin, kamu daritadi diem aja, ada apa?" cetus bapaknya dina, pak setiawan, dari seberang meja makan yang dipenuhi oleh berbagai suguhan makanan dan minuman mewah nan mahal.

iya, andin adalah nama panggilan papa dina terhadapnya, dan dina tidak pernah menyukai panggilan itu. maka, dia membuat nama panggilan tersendiri, nama yang teman-temannya gunakan.

"engga ada apa-apa kok, pah." dina menyangkal, memberikan senyuman terlebarnya untuk menutupi kerapuhan dia.

jensen yang sedang duduk di sebelah dia pun tidak menyadari satupun titik lemah di balik senyuman palsu dina itu.

"jensen, kalian sudah bahas acara pernikahan belum?" tanya pak setiawan, tiba-tiba tegas kepada calon anak tiri dia.

"ya... sudah mulai sih pak, tapi kita belum memutuskan apa-apa." balas jensen santai, mengambil satu suap sup jamur miliknya lalu memakannya dalam satu gigit.

"oh, jangan buru-buru ya nak, take your time." hibur sang ayah.

dina yang hanya mendengar percakapan formal mereka tersenyum pahit, mulai menerima realita bahwa dia harus menikahi seseorang yang dia tidak cintai.

_

di sore hari yang indah itu, setelah dina selesai kelas, vancouver merangkul langit oranye dengan lapang dada.

dina melangkah keluar dari mobilnya yang terparkir di depan rumah sahabatnya yang dia temui di hari pertama, jensen.

jensen telah menjadi salah satu teman yang dina percayai di tempat yang masih terasa asing baginya, karena di hari mereka bertemu, jensen langsung berbicara kepada dina dalam bahasa indonesia dan menyambutnya dengan hangat.

ketika dina tiba di teras depan rumah megah jensen, dia memencet tombol bel rumah itu, bunyi menggema seisi rumah.

yang dina harapkan adalah jensen yang membuka pintu dengan gegabah dan langsung menariknya ke dalam rumah tanpa satu kata. itulah yang biasanya ia lakukan ketika dina sampai di rumah dia.

tetapi yang muncul adalah satu orang yang dina ingin hindari.

pak setiawan, ayahnya.

tangan ayahnya menemui pundak dina yang lesu melihat ayahnya, dina dipandu masuk ke ruang keluarga.

"kok ada papa di sini?" tanya dina tanpa basa-basi ketika ayahnya duduk di sebelah ayah jensen.

"andin... kamu akan saya jodohkan dengan jensen, mengerti? saya dan pak aliando sudah sepakat, bahwa ini adalah yang terbaik."

dina segera terpaku kaku setelah mendengar kalimat yang keluar dari mulut ayahnya.

•°✦°•

memories ↷ lee haechan ✓Where stories live. Discover now