✦ limabelas

43 10 16
                                    

"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"...can i talk to you?"

chandra tidak mampu membalikkan badannya untuk menjawab pertanyaan dina yang memiliki berbagai kemungkinan makna di baliknya.

"tergantung, mau ngomongin apa." suara chandra keluar gemeteran, walaupun di pikirannya dia ingin mengatakannya dengan tegas.

"chan... please ngadep sini."

menelan ludah, chandra perlahan melepaskan tangannya dari genggaman dina yang lemah, mata gelisah ketika berhadapan dengan dina yang terlihat sama gelisahnya.

"cepetan, gue ada urusan abis ini." cetus chandra datar, lelah akan kemunculan dina di hadapannya.

sesuatu yang chandra katakan menusuk dan melintirkan hati dina, dia dalam ambang kehancuran. oh iya, cara chandra menekan gue-lo ketika berbicaa dengan dina.

sungguh menyakitkan baginya.

dina mendeham menenangkan dirinya sebelum berlanjut, "um... selamat ya. ak- gue, seneng buat lo."

"seneng kenapa?"

"...lia, pacar lo kan?" lanjut dina dengan penuh sakit hati.

chandra tertegun, mendengar hal itu chandra tersenyum pahit, karena ia tahu, dina tidak pernah berbohong.

"iya, thanks." dengan pemikiran bahwa dina hanya akan mengucapkan selamat, chandra mulai berjalan menuju pintu.

"aku belum selesai, chan." teriak dina menghentikan chandra. sebenarnya chandra tidak akan berhenti kalau bukan karena nada tegas dina yang belum pernah chandra dengar selama ia mengenalnya.

pasrah, dia berjalan kembali menuju dina, tanpa sadar ia menahan napas, sedikit waspada.

dina hendak mengambil tangan chandra akibat reflek dia ketika ingin berbicara serius dengan chandra waktu zaman dahulu mereka masih pacaran. namun chandra menarik tangannya sebelum dia sempat memegangnya.

kekecewaan mengisi hati dina.

dengan canggung, ia menaruh tangannya di samping lalu memulai dengan perlahan, "aku mau minta maaf juga, chan."

chandra tidak terkejut, dia tidak bergerak sedikit pun, bahkan dia tak mengedipkan mata. dia hanya diam, menatap dina datar.

dina melanjutkan karena tidak mendapatkan reaksi darinya, "aku seharusnya kasih tau kamu dari dulu, bahwa aku anak ceo. aku seharusnya jujur, aku tau aku berbuat salah."

chandra terkekeh pelan mendengar ini.

"a-ada yang lucu?" kata dina, merasa tersindir.

"kalau lo tau lo salah, kenapa enggak bilang dari dulu?" kata chandra tersenyum sarkastik sebelum menghentakkan tangan dina.

dina terdiam di tempat, tangannya sedikit sakit dan pegal dari hentakan chandra, dan chandra mencibir sebelum melangkah pergi.

"...karena papa." gumam dina kepada diri sendiri, setelah chandra pergi. kepalanya tertunduk, rambut berombaknya menutupi mukanya yang terancam basah akan air matanya.

_

suatu hari dina pulang dari sekolah, dia ingin sekali melemparkan dirinya ke kasur kesayangannya. bahkan dia sudah membayangkannya ketika naik ojol pulang.

sebenarnya ia ingin menghabiskan sore itu di rumah chandra yang nyaman, menonton film bareng dan mengobrol tentang apa pun yang terlintas di pikirannya. ia ingin bersama chandra, selamanya jika bisa.

namun ia memutuskan untuk pulang, karena chandra sibuk dengan para cowok-cowok geng mereka. awalnya dina menolak, tapi dengan perasaan berat ia pergi pulang.

perasaan berat yang melayang dalam instingnya masih terasa selama perjalanan. dina mengabaikan perasaan itu, karena ia tahu, tidak mungkin hal buruk terjadi pada hari-hari sebelum kelulusan sma mereka datang.

dina salah, sangat salah.

hampir saja dia berlari menuju kamarnya, sosok ayahnya sedang meminum secangkur teh di ruang keluarga. dina terhenti, menatap ayahnya heran.

"kok, papa di sini...? bukannya ada kerjaan di bangkok?"

ayahnya tidak langsung menjawab, merenung sambil menaruh cangkirnya perlahan sebelum menolehkan kepalanya, tatapan tajamnya menyerang dina dengan kekhawatiran.

"andin... kamu punya pacar?" tanya pak setiawan menghindar menjawab pertanyaan dina.

dina panik dalam hatinya, dan ia tahu, apa yang ayahnya akan katakan.

dina salah lagi.

"emangnya kenapa, kalau aku punya?" balasnya.

pak setiawan terdiam lagi, amarah mengalir di nadinya. ia bernapas kencang, berusaha menenangkan dirinya di hapadan putrinya yang selalu menyolot.

"kalau kamu tidak memutuskan pacar kamu yang dari kampung itu-"

"papa enggak bisa-"

"saya akan menghancurkan hidupnya. membunuhnya, kalau bisa. kamu akan bersekolah di universitas luar negeri, dan itu final." akhiri pak setiawan, lega mengeluarkan kata-kata itu dari benaknya.

pada saat itu, dina tidak bisa membalas lagi.

•°✦°•

memories ↷ lee haechan ✓Where stories live. Discover now