Senja?

6.2K 650 29
                                    

Senja 09 - Senja?

Typo Bertebaran! Ayaa gak sempat revisi ulang.

"Yang kita jalani itu namanya takdir. Sebuah jalan kehidupan yang katanya sudah menjadi kesepakatan kita bersama tuhan ketika berumur empat bulan di dalam kandungan."

πππ

Mobil SUV berwarna putih itu melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan malam yang sudah lenggang. Para penduduk negara ini pasti lebih memilih untuk berada di bawah selimut mengingat udara dingin dan gerimis yang mulai membasahi bumi.

"Kesel gue sama lo. Buat apa lo beli rumah mahal di perumahan elit kalau ujung-ujungnya lo tidur di rumah sakit terus. Pantes aja jomblo terus, Gimana mau dapet pasangan kalau tiap hari ada di ruang operasi."

Pria dengan jas putih khas dokter itu memutar bola mata jengah pada temannya yang sedang mengomel sambil menyetir mobil. Dirinya masih merasa kesal karena acara tidurnya diganggu dan dengan paksa diseret pulang.

"Lo ngaca deh. Muka lo tuh udah kucel banget. Udah lecek kaya baju belum di setrika. Gue nggak kaget kalau lo masih jomblo dengan penampilan kaya begitu."

"Diem deh Jo. Panas kuping gue dengerin ocehan lo terus. Minta maaf kek, lo itu udah ganggu tidur nyenyak gue tau nggak"

"Heh Dokter Riyonald yang terhormat. Gue nggak bakal nganterin lo pulang kalau lo masih inget jalan ke rumah lo. Dokter residen aja sampe bosen ngeliat lo di rumah sakit." Joshua mendengus mendengar balasan Riyonald. Kalau bukan sahabat seperjuangan meraih gelas dokter sudah pasti Joshua akan menendang pria itu jauh-jauh.

"Ini tuh namanya dedikasi Jo. Lo dokter abal-abal mana tahu yang namanya dedikasi" sebuah pukulan menyapa kepala Riyonald setelah mengucapkan kalimat itu.

"Sembarangan lo ngatain orang. Tujuh tahun penuh perjuangan dapetin gelas dokter nih. Belum tambah spesialisnya. Untung gue nggak sampe tua di kampus." Lagi-lagi Joshua mendengus.

Riyonald mencebikkan bibirnya. Dirinya sendiri juga heran, bagaimana bisa dia berteman dengan manusia sebobrok Joshua ini. Andai ada yang mau membelinya pasti Riyonald akan memberikannya dengan senang hati.

"Eh ngomong-ngomong gue tadi liat berita katanya adek ipar lo punya anak lain dari istri keduanya ya? Kok gue nggak tahu?"

Riyonald mengendikkan bahu tak acuh. "Jangankan lo Jo. Gue aja baru tahu beberapa hari lalu di pertemuan keluarga."

"Whoaa.. berarti adek lo punya anak tiga dong. Sedangkan lo masih aja jomblo. Ngenes amat hidup lo."

Riyonald melirik sinis kearah Joshua "Gue bukan jomblo. Gue udah Duda kalau lo lupa"

"Ya sama aja. Gagal move on dan gak punya pacar. Definisi Jomblo ngenes yang hakiki" balas Joshua dengan nada mencibir.

"Kayanya lo butuh kaca. Nggak sadar kalau lo juga ngenes. Udah di selingkuhin, gagal nikah. Masih jomblo pula sampe sekarang. Prihatin gue sama bini lo nanti."

Joshua mendengus keras. Salahkan mantan kekasihnya yang sudah berselingkuh dan membuat pernikahannya batal sehingga memberi kesempatan Riyonald untuk membalas ejekannya.

Salahkan mereka yang saling menghina padahal sama-sama mengenaskan.

Dari kejauhan Riyonald melihat seorang anak sedang duduk meringkuk di halte bis. Entah kenapa dirinya merasa kasihan pada anak itu. Sepertinya jiwa kemanusiaannya sebagai seorang dokter mulai tergerak.

Jarak yang semakin dekat membuat Riyonal bisa melihat anak itu semakin jelas, seperti dia mengenal anak itu. "Jo.. berhenti di depan halte Jo."

"Lo apaan sih. Jalan masuknya masih disana. Buat apa nyebrang sekarang"

SENJA [Di Terbitkan]Where stories live. Discover now