05

63.3K 15.6K 12.5K
                                    

Selepas pulang dari rumah Jungmo, Yangyang dan Haechan pergi menuju toko barang antik yang terletak di pinggir kota, dekat hutan We Go Up.

Hutan tersebut terkenal seram. Iya, seram karena hutan tersebut sering digunakan sebagai tempat bunuh diri orang-orang yang merupakan korban bully dan juga tempat pembunuhan.

Makanya jarang sekali orang datang atau sekedar lewat karena takut melihat penampakan yang sering kali muncul menganggu mereka.

Tapi namanya Yangyang dan Haechan mana percaya begituan, yang ada mereka malah senang pergi kesana untuk pergi ke toko barang antik tersebut.

"Yang, gue tuh pengen banget beli lampu antik untuk mama," kata Haechan membuka obrolan seraya membuka pintu toko.

"Iya yang, gue juga pengen beli jam antik untuk papa," balas Yangyang, tapi setelah itu pundaknya ditabok Haechan.

"Maho lo!"

Sang penjaga toko geleng-geleng kepala melihat interaksi keduanya, dasar anak muda zaman sekarang.

"Eh Chan, lo kesel sama Jaemin, gak?"

"Enggak tuh, biasa aja," jawab Haechan seraya melihat-lihat berbagai macam lampu antik untuk diberikan kepada ibunya.

"Yakin?"

"Iya lah, emang kenapa sih?"

"Gue kesel sama dia dan gue kesel sama diri gue sendiri karena iyain ajakan dia."

"Terus?"

"Gue minta tolong, kalau gue mati tolong cari tau siapa aja yang pura-pura baik di depan semua, ya?"

Haechan berhenti melihat-lihat lampu, dia dilanda kebingungan dan menatap temannya itu penuh tanda tanya.

"Tiba-tiba banget? Dan maksud lo ada yang muka dua?"

Yangyang mengangguk lesu. "Iya, Chan. Ada beberapa dari kita yang diem-diem gak suka sama yang lain dan bikin geng sendiri. Gue gak tau siapa aja, semalem ada setan datengin gue dan bilang tentang itu."

"Lo percaya sama setan?" Tanya Haechan dengan satu alis terangkat. "Gini ya, kita semua temenan sejak kecil, gak mungkin ada yang-"

"Gak ada yang gak mungkin selagi bisa, Chan," potong Yangyang cepat. "Gue minta tolong banget, cari tau tentang itu dan bongkar semuanya, ya. Gue gak mau kita semua mati tanpa tau semua itu."

Haechan terdiam, dia tidak bisa mengiyakan permintaan Yangyang begitu saja. Yangyang tahu dari setan, memang setan bisa dipercaya?

"Gue usahain deh, tapi semoga aja gak ada," kata Haechan pada akhirnya.

"Dek..."

Sang penjaga toko memanggil mereka dari meja kasir, matanya mengarah pada Yangyang, terlihat datar namun cemas disaat yang bersamaan.

"Kenapa, kak?"

"Hati-hati sama pohon, ya. Usahain jangan berdiri di dekat pohon, dan jangan sendirian."















































"Si Jaemin emang gak jelas orangnya, apapun yang dia mau harus diturutin. Kalian juga bego banget, mau aja disuruh-suruh sama dia. Sekarang nyawa kalian terancam masih diem juga?"

"Gue tau lo kesel sama Jaemin, Hoon. Tapi bisa berhenti ngomongin dia, gak? Kepala gue pusing."

"Bodo amat, gue mau ngeluarin uneg-uneg gue sebelum si setan dateng."

"Justru kalau lo sebut nanti beneran dateng, Jihoon. Jadi, tolong tutup mulut lo sekarang juga."

Hyunjoon, Sanha, Junkyu, Sunwoo, dan Jongho diam memperhatikan Yoshi dan Jihoon yang berjalan di depan mereka.

Keduanya terus beradu mulut sejak pergi dari rumah Jungmo, dimulai dari Jihoon yang kesal lalu balasan Yoshi yang sama kesalnya.

"Kalau Jeno atau Soobin liat bisa abis si Jihoon," ucap Hyunjoon sambil geleng-geleng kepala. "Tapi omongan Jihoon tadi ada benernya juga, kenapa kita mau aja disuruh-suruh sama Jaemin?"

"Itu sih kalian, gue mah engga," balas Jongho, lalu Sunwoo mengangguk setuju.

"Gak semua nurut sama Jaemin, jangan menyamaratakan kita semua," tegur Sunwoo pada Jihoon.

"Iya deh iya, cuma lo, Jongho, Jinyoung, Chani, Bomin, Yoonbin, sama Hyunjin yang gak nurut sama Jaemin."

"Lo sendiri juga nurut sama dia, kan?"

"Itu sih di depan dia, aslinya gue gak mau."

"Kalian bisa diem dulu, gak? Sekarang bukan itu yang harus dibahas, tapi nyawa kita!" Seru Yoshi menyela obrolan mereka. "Kita harus cari tau seluk beluk permainan itu dan cari cara supaya gak ada korban, bukan ngomongin temen sendiri!"

"Jadi lo lebih belain Jaemin daripada gue yang merupakan temen lo sejak paud?"

Yoshi mengusap wajahnya kasar. Astaga, dia harus bagaimana lagi agar Jihoon berhenti berbicara, kepalanya benar-benar pusing.

"Terserah lo deh! Gue gak peduli!"

Yoshi berjalan pergi dari sana dengan amarah menggebu-gebu, meninggalkan mereka begitu saja. Jihoon berdecak, menurutnya Yoshi sangat kekanak-kanakan.

"Hei, main layang-layang aja yuk," ajak Sanha tiba-tiba. "Nanti cari layang-layang yang gede, terus si Junkyu diiket di layangannya, biar kayak tupai yang bisa terbang, haha!"

Junkyu bertepuk tangan dengan mata berbinar-binar. "Wih, gue mau banget! Tapi nanti kalau jatuh traktir pizza lima kotak ya, hehe."

Wajah Sanha berubah datar, hal itu memancing gelak tawa Jongho, Sunwoo, dan Hyunjoon. Ekspresi Sanha lucu sekali.

"Guys..."

Hyunjoon menoleh pada Jihoon. "Apa, Hoon? Mau ngomongin Jaemin lagi?"

Jihoon menggeleng.

"Haechan nelpon gue, katanya Yangyang ketimpa pohon dan... kalian pasti tau maksud gue apa, dia korban pertama dari permainan itu."

游戏 | 00Line ✓ [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now