21

42.8K 12.2K 7.5K
                                    

Sunwoo dibawa ke rumahnya, Jungmo yang mengantar. Haechan masih berada di hutan untuk memberikan kesaksian pada polisi menyangkut kedua jasad temannya.

Yang lainnya berpencar, Yoshi dan Sanha pergi ke rumah Sunwoo untuk mengetahui kondisinya, Soobin beserta Felix dan Jeno mencari Chani dan Junkyu, Yoonbin dan Bomin serta Jinyoung menemani Haechan.

Seunghwan? Dia pulang ke rumah karena ingin meracik ramuan baru. Jaemin? Dia pulang ke rumah untuk tidur.

Mari kita beralih pada tiga manusia yang sedang mencari kedua temannya ini. Soobin, Felix, dan Jeno berjalan kaki menyusuri perumahan rumahnya Chani.

Tadi mereka bertiga ke rumahnya, tapi ibunya Chani bilang kalau Chani belum pulang. Ada yang tidak beres, pasti terjadi sesuatu pada Chani.

"Soobin, lo tau sesuatu?" Tanya Jeno tiba-tiba, seolah-olah tahu sejak lama namun baru mengungkapkannya.

"Tau apa?"

"Tau gimana cara berhentiin permainan, iya kan?"

Awalnya Felix bersikap acuh, tapi karena topik yang akan dibahas menarik perhatiannya, dia langsung ikut-ikutan menatap Soobin menuntut jawaban.

Tapi Soobin tidak akan menjawabnya, tentu saja. Itu rahasia, hanya orang-orang terpercaya saja yang boleh mengetahuinya.

Sampai sejauh ini, hanya Yoonbin dan Haechan yang Soobin percaya. Sisanya? Masih tanda tanya.

"Bin, jawab," tuntut Felix dengan suara beratnya.

"Gue gak tau."

"Bohong," dengus Jeno. "Lo sembunyiin sesuatu, kita semua sadar. Lo, Yoonbin, Haechan, dan anak baru itu. Kalian sembunyiin apaan?"

"Lo kenapa sih, Jen?" Soobin terkekeh. "Sikap lo aneh, beda dari lo yang biasanya. Lo kenapa?"

"Gak usah ngalihin topik, Bin," ucap Felix, mulai kesal. "Kasih tau kita, jangan jadi pengkhianat karena gak kasih info apa-apa."

"Gue gak tau," balas Soobin jengah. "Kalaupun gue tau, gue bakal kasih tau kalian, karena gue percaya kalian."

"Gak semua sih," lanjut Soobin dalam hati.

Felix mengepalkan tangannya. "Bin, jawab dengan jujur sebelum tangan gue bergerak untuk nonjok lo."

"Tonjok aja, ngapain pake ngomong segala," sahut Jeno. "Dia gak mau jujur, tandanya dia emang mau berkhianat."

"Jangan asal ngomong."

"Terus apa?"

"Lo pikir gue kita semua aman, bisa dipercaya?"

"Nah kan, lo itu tau sesuatu."

Sial, ternyata Jeno sengaja memancingnya untuk bicara. Dasar mulut, kenapa tidak bisa dikontrol sih?

"Kalian mencurigakan, gue gak mau asal bicara ke orang yang jelas-jelas gak gue percaya," ucap Soobin pada akhirnya, tak peduli jika Felix dan Jeno marah.

"Soobin, sekali lagi lo gak kasih tau kita, gue gak segan-segan untuk─"

"Hihihi."

Deg!

Tunggu sebentar, suara cekikikan terdengar dari arah belakang?








































"Junkyu?!"

"Hihihi."

Mereka bertiga terkejut, Junkyu berjalan pelan ke arah mereka sambil cekikikan seperti hantu! Senyuman lebarnya terlihat menyeramkan, seperti hendak melakukan sesuatu yang menyenangkan.

"Hihihi, kalian kenapa takut begitu? Kalian gak mau lihat Chani?"

"Dimana Chani?!" Tanya Soobin tegas, sorot matanya menajam.

Junkyu terkikik geli. "Hihi, tuh di tempat sampah. Badannya udah dipotong-potong, loh."




























































"Hah?! Jadi, ada cara buat berhentiin permainannya?"

Jinyoung terkejut mendengar fakta yang ada, lain halnya dengan Bomin yang terlihat santai seperti sudah mengetahuinya sejak lama.

Ah, tapi mana mungkin.

"Iya, kita harus cari anak keturunan panglima kerajaan. Kita harus pinjem pedangnya untuk bunuh dalangnya," jelas Haechan. "Tapi, kita gak dapet petunjuk apapun."

"Kalau gitu, ayo cari petunjuknya bareng-bareng," ajak Bomin. "Kita cari tau mulai dari temen-temen kita, siapa tau ada, kan?"

Jinyoung menoyor kepala Bomin. "Gila lo, kalau gitu caranya rahasia ini bakal ketauan, Bomin."

"Gampang, kita masuk ke rumah mereka tanpa sepengetahuan mereka, kayak maling gitu. Itung-itung latihan, siapa tau jadi pekerjaan di masa depan, haha!"

Jinyoung mendengus. "Gak waras idenya, jangan diikutin."

"Siapa juga yang mau ngikutin?" Sinis Haechan. "Nanti ditangkep polisi mampus lo, Min."

"Tumben waras, Chan?"

"Gak usah mancing deh, gue gak mau baku hantam."

"Baku itu kan yang biasa dipake buat nulis."

"Itu buku, Bominku sayang! Hiih, pengen gue bejek-bejek muka lo."

Yoonbin geleng-geleng kepala, dia itu ingin memberi tahu sesuatu mengenai keturunan panglima kerajaan itu. Tapi, mereka malah mengacanginya.

"Woi, si Yoonbin mau ngomong, diem dulu," sela Jinyoung menyadari.

"Makasih, Nyoung."

"Ya."

Yoonbin berdeham sejenak, lalu mulai berbicara. "Rekaman yang dikirim Jisung masih ada lanjutannya, kayaknya direkam sebelum mereka dibunuh sama setan aneh itu. Renjun ngucapin satu hal lagi, yang mungkin sulit untuk kita."

"Apaan tuh?" Tanya Haechan penasaran.

Yoonbin memutar rekaman suara dari ponselnya, mengeraskan volumenya agar mereka bisa mendengarnya dengan jelas.

"S-Sung... anak keturunan panglima kerajaan itu... berambut putih, seputih salju."

游戏 | 00Line ✓ [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now