37

50.1K 11.8K 7.9K
                                    

"Bomin! Min, please jangan mati dulu!"

Haechan panik, menggoyang-goyangkan badan si keturunan panglima kerajaan itu. Tapi tak ada respon, membuat matanya memanas.

"Bomin, lo janji mau traktir gue ayam geprek, lo janji mau belajar sihir bareng gue," gumam Jaemin lirih. Sangat disayangkan, mereka kehilangan orang penting disini.

"Renjun, cepet masukin dia ke buku!" Suruh Sunwoo keras, menepuk-nepuk keras pundak temannya itu. Junkyu harus segera dimasukkan ke dalam buku agar ia benar-benar musnah dari dunia.

"Ta-tapi..."

"Cepetan, Renjun! Lo mau kita semua mati?!"

Renjun diam, buku sudah terbuka lebar, tinggal membaca mantranya saja agar Junkyu masuk ke dalam sana.

Tapi... dia harus berbicara terlebih dahulu kepada penyihir itu, sebelum tak dapat melihatnya lagi, untuk selama-lamanya.

"Junkyu... kenapa lo lakuin semua ini? Kenapa lo mau kita semua mati?" Tanyanya dengan nada bergetar.

"Ka-karena kalian... k-kalian terlalu baik un-untuk ada d-di dunia ini. Haha. D-dan kalian... g-gak tulus temenan sama gue, k-kan?"

"Sinting, alasan klasik!" Kata Sunwoo, dia tidak akan percaya dengan kata-kata yang terlontar dari mulut mantan temannya itu.

Renjun diam lagi. Jadi benar ya... selain menginginkan kekuatan besar, Junkyu ingin mereka mati agar mereka tidak merasakan kejamnya dunia.

"Tapi kita kan temen..."

"G-gak ada ka-kata temen di kamus gue, m-manusia."

Yoshi ingin sekali menebas kepala Junkyu dengan pedangnya, tapi Renjun menggeleng mencegahnya. Mereka tidak boleh melukai Junkyu lagi, bagaimanapun dia teman mereka.

"Junkyu, maafin gue," ucap Renjun sendu, bersiap membaca mantra buku.

Junkyu tertawa, mendongak menatap langit yang semakin terang, tanda matahari mulai menyinari bumi. Dia sudah menduga kalau dia tidak akan berhasil, mereka adalah orang-orang hebat.

Ah, Junkyu jadi menyesal. Kenapa dia tidak menghabiskan waktu sebaik mungkin bersama mereka, ya? Haha, kenapa hatinya mendadak sesak? Rasanya sakit...

"Tunggu apa lagi, sekarang, Renjun!"

"Kyu... sekali lagi, maafin gue."

Junkyu tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya. Air matanya tumpah, tangannya melambai pelan, tanda perpisahan.

Sebelum akhirnya, badannya perlahan-lahan berubah menjadi lingkaran-lingkaran kecil bercahaya kuning, kemudian masuk ke dalam buku, menciptakan pola abstrak di kertasnya.

Keheningan melanda mereka, bersamaan dengan cahaya matahari yang menyorot tubuh mereka.

Mereka menang, mereka mampu bertahan. Permainan sudah selesai, tidak ada lagi bunuh-bunuhan, tidak ada lagi gangguan dari hantu-hantu tersebut.

Tapi mereka belajar hal penting dari permainan, kalau mereka harus lebih memahami satu sama lain, tidak mudah terpecah, mencurahkan keluh kesah bersama, dan mengatasinya bersama.

Dan yang paling penting dalam pertemanan adalah... ketulusan.


















































Satu tahun kemudian...

"Sunwoo!!!"

"BERISIK!"

"Tolong jangan teriak-teriak, ini tempat umum," tegur Renjun memutar bola matanya, telinganya memerah karena malu jadi pusat perhatian.

Haechan nyengir aja, duduk di kursi kosong lalu menyedot asal minuman di atas meja, memancing kekesalan Jaemin karena jus mangganya diminum habis.

"Woi, kalau haus beli sendiri sana!"

"Udah dong udah! Mejanya goyang-goyang nih!" Kesal Jungmo, dia mau makan, tapi mangkuknya gerak ke kanan dan ke kiri.

"Kasian, mana masih muda," celetuk Sanha, lalu tertawa terbahak-bahak memukul meja.

Omong-omong, Sanha dan Jungmo telah kembali. Mereka jadi anak buah Junkyu dan Woobin bukan karena kemauan mereka. Mereka diberi mantra yang menyebabkan mereka menurut untuk menjalankan perintah.

Begitu Junkyu tiada, keduanya kembali seperti sedia kala. Mereka berdua menyesal, merasa bersalah. Tapi nasi telah menjadi bubur, waktu sudah berlalu.

"Yoshi apa kabar, ya? Kapan baliknya?" Tanya Haechan tiba-tiba.

"Dia bakal balik kesini kok, mungkin nanti sore," jawab Renjun setelah membaca pesan di ponselnya.

Yoshi sedang pulang kampung ke tempatnya, tempat keluarga iblis berkumpul. Tanpa diberi tahu kalian pasti tahu dimana tempatnya.

"Jangan murung gitu dong, Chan." Sanha menaik-turunkan kedua alisnya. "Main tebak-tebakan, yuk! Gue punya stok pertanyaan."

"Widih, boleh-boleh!"

"Ekhem! Dengerin baik-baik, ya. Burung burung apa yang bernada?"

"Hah? Emang ada?"

"Ada dong, ayo jawab."

Jungmo mengetuk-ngetuk meja, otaknya berpikir keras. "Burung elang? Ayam?"

"Sejak kapan ayam itu burung?"

"Sejak nenek moyang kau ada di bumi!" Sembur Sunwoo emosi karena pertanyaan Sanha sangat-sangat menaikkan darahnya.

"Gue gak tau, nyerah deh. Emang apaan jawabannya?" Tanya Jaemin, Haechan mengangguk tanda ia menyerah juga.

"Burung gagak. Karena dia 'gagak gak kuat, gagak gak kuat. Aku gak kuat, sama playboy playboy'. HAHAHA, RECEH BANGET GUE!"

"Dibilang jangan berisik, orang-orang ketawain kita bego!" Sunwoo yang kesal karena malu itu menggeplak pundak Sanha, lalu menyumpal mulutnya dengan tisu bekas lap meja.

"Memalukan, sungguh memalukan," gumam Haechan mendramatisir.

Sanha merengut. "Kamu ini berdosa banget."

"Mau jadi ikan aja lah gue," ucap Renjun angkat tangan.

"Nanti mata ikannya sipit dong?" Celetuk Jungmo, lalu tertawa sendiri sampai tersedak kuah sotonya.

"Hahaha, mampus." Jaemin balas menertawai. "Makanya, kalau lagi makan tuh diem, jangan ngomong."

"Ish, mentega kamu mas, MENTEGA!"

Sunwoo menunduk malu, Renjun juga. Malu cuy dilihatin orang, mana teman-temannya semakin menjadi-jadi.

"Eh, gue kangen yang lain..." kata Haechan tiba-tiba.

"Habis ini ke makam mereka, yuk. Gue juga kangen mereka," ajak Sanha mendadak lesu, tapi tak lama ia kembali ceria. "Siapa yang terakhir sampe tempat parkir, dia yang bayar! LARIIIII!!!"

"GUE GAK MAU BAYAR, GUE GAK MAU BAYAR!"

Disaat teman-temannya berlari karena tidak mau membayar semua makanan dan minuman yang dipesan, Renjun hanya duduk santai seraya mengeluarkan kartu atmnya.

"Mba, totalnya berapa, ya? Mahal juga gak apa-apa."
























Tinggal satu lagi,
habis itu tamat deh.
Aku up nanti malem :D
Anw, hehehe ,siap-siap
ya

游戏 | 00Line ✓ [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now