26

40.6K 12.1K 8K
                                    

Haechan menggerutu terus karena tak kunjung menemukan jimat yang dimaksud Bomin. Sudah menyelinap diam-diam lewat jendela, masuk ke kamar temannya sendiri sampai hampir ketauan, tapi barang yang dicari entah ada dimana.

Pusing pala Haechan, pingin pukul meja tapi nanti ketauan, jadi pukul diri sendiri aja.

Tidak kok, hanya bercanda.

"Jangan-jangan Bomin nipu gue?"

Di setiap langkahnya ia terus bertanya hal yang sama, tapi masa iya sih?

"Gue ke rumahnya Bomin aja deh, siapa tau gue dapet pencerahan," gumamnya lalu belok ke kiri, masuk ke halaman rumahnya Bomin.

Tok tok tok

Pintu ia ketuk. Sembari menunggu, ia bersiul dengan kedua tangan berada di dalam saku celana. Sepi sekali, apa Bomin tidak ada di rumah?

Ceklek!

"Eh Haechan, cari Bomin, ya?"

Haechan buru-buru menunjukkan senyum ramahnya. "Iya tante, Bominnya ada?"

"Waduh, tadi Bomin pergi, tadi dia buru-buru, tante jadi gak sempet tanya dia mau kemana."

Loh, bukannya Bomin bilang dia ada di rumah jika Haechan selesai mencari jimatnya?

"Tante telpon dulu deh orangnya, kamu tunggu di kamarnya Bomin sana."

"E-eh gak usah tante, Haechan pulang aja."

"Udah gak apa-apa, tante gak enak sama kamu. Si Bomin emang suka keluyuran, biar tante omelin anaknya."

"Oke deh, makasih tante, nanti Haechan pukulin anaknya kalau udah pulang."

Ibunya Bomin mengusak rambut Haechan lalu mengajaknya masuk. Setelah itu, Haechan pergi ke kamar Bomin sendiri karena ibunya Bomin ingin menyiapkan cemilan dan minuman untuknya.

Jadi pengen...

"Kamarnya Bomin emang paling top markotop, dingin banget," monolog Haechan begitu tiba di dalam kamar.

Pintu ia tutup, lalu duduk di atas kursi dekat meja belajar. Rak bukunya tersusun rapi, semua yang ada di dalam kamar juga rapi, sangat rapi.

Haechan sempat bertanya-tanya, anak begajulan macam Bomin bisa rapi juga ternyata.

Atensi Haechan beralih pada lemari kecil di dekat lemari baju. Laci paling bawah terbuka, tapi kok ada pantulan cahaya dari sana?

Rasa penasaran Haechan membuat dirinya tergerak untuk memeriksa, tapi tidak sopan melihat isi laci orang lain tanpa izin.

Ah, sudahlah, Bomin tidak akan marah jika ia melihat laci itu. Bomin kan orangnya santai, kalaupun marah tinggal bilang lacinya terbuka dan ia berniat menutupnya.

Kakinya melangkah kesana, lalu berlutut dan melihat ke dalam.

Dan saat itu juga, rasa terkejut yang luar biasa menyerangnya.

"I-ini kan..."















































"Haechan, kamu ngapain buka laci anak saya sembarangan, hmm?"







































Sunwoo gelisah, sendirian di rumah rupanya hanya membuatnya takut dan cemas. Entah kenapa, firasatnya buruk dan tidak tenang.

Mengenai dirinya sendiri, Sunwoo merasa ada yang mengawasinya sejak tadi, dari jendela, pintu, bawah meja, dan bawah kursi.

Sunwoo sudah mengeceknya berulang kali, tapi tidak ada orang disana. Masa iya hantu?

"Tapi, tadi sekilas ada siluet penyihir... jangan-jangan hantu itu?!'

Sunwoo bergidik ngeri, masa iya dia jadi target selanjutnya? Dia belum menulis surat wasiat, belum pamit, belum bertemu teman, masa iya dia mati sekarang?

"Takut..."







BRAK!









"SETAN!!! AN-STAGFIRULLAH! JAEMIN GOBLOK, NGAPAIN LO DOBRAK PINTU RUMAH GUE HAH?! KALAU MARAH JANGAN PINTU GUE JUGA YANG JADI PELAMPIASAN!"

Jaemin kaget, tapi tetap santai. "Selow dong, gue kesini juga menyangkut nyawa lo."

"Gak usah sok basa-basi, deh. Lo bilang gitu biar gak gue marahin, kan? IYA KAN? WAH, BERANTEM YOK."

Jaemin menutup telinga, benar-benar si Sunwoo. Suaranya keras banget sampai kaca jendela bergetar, padahal si pemilik rumah cuma duduk.

"Sun, gue tau lo marah sama gue karena bersikap santai. Gue lakuin itu juga ada alasannya," tutur jaemin seraya duduk di hadapan Sunwoo.

"Basi."

"Gue serius, barusan hantu penyihir itu ngawasin lo lewat jendela. Habis itu dia pergi setelah gue bacain doa."

Ohoho, Sunwoo tidak akan percaya semudah itu. Jaemin pasti membual, mana mungkin seorang Na Jaemin yang cuek bebek jadi peduli seperti ini.

"Gak usah bohong, cepet ngomong kenapa lo kesini."

"Ck, gue kesini karena lo dalam bahaya, Sunwoo!"

"Gue bilang gak usah bohong! Lo pikir gue bakal percaya setelah apa yang lo lakuin, hah?! Bersikap santai dan tiba-tiba begini, MAKSUD LO APAAN?!"

Jaemin menarik kerah baju Sunwoo sambil menggertakan giginya. "GUE SANTAI SELAMA INI KARENA GUE TAU ALURNYA GIMANA, GUE SANTAI KARENA GUE TAU SEMUANYA!"

Sunwoo membeku, apa katanya tadi?

"GUE TAU SIAPA YANG BAKAL NUSUK DARI BELAKANG, GUE TAU SIAPA YANG BAKAL MATI, GUE TAU SIAPA DALANGNYA! GUE TUTUP MULUT KARENA GUE TAU KALIAN GAK BAKAL PERCAYA SAMA GUE!"

Sunwoo mendorong Jaemin dengan kasar, amarahnya mulai timbul. "TAPI SEENGGAKNYA LO BERTINDAK! LO JUGA GAK BERUSAHA UNTUK MENCEGAH!"

"Lo pikir gue gak bertindak, huh?" Jaemin terkekeh, terdengar pilu. "Setiap malem gue cek satu persatu rumah kalian, pastiin kalian aman atau enggak. Setiap siang gue cari cara untuk bantu kalian, tapi semuanya selalu terlambat. Itu yang namanya gak berusaha?"

Perkataan tersebut, mampu membuat panah tertantap di dada Sunwoo. Nada bicaranya terdengar jujur, namun terdengar menyayat hati di saat yang bersamaan.

"Terserah mau percaya atau enggak, yang penting lo tau," lanjut Jaemin seraya mengedikkan bahunya tak peduli.

"Terus sekarang lo mau apa?" Tanya Sunwoo, agak tenang dari sebelumnya.

"Gue mau lo ikut gue ngurus Sanha sama Jungmo, bisa-bisa tuh anak dua pura-pura baik di depan kita. Cih, asal lo tau, mereka berdua adalah orang yang bikin rem motornya Yoshi blong, yang bikin rem mobilnya Renjun blong, dan mereka berdua anak buahnya si pengatur permainan!"

"Kalau gitu tunggu apa lagi?! Ayo kesana sekarang!"

Sunwoo buru-buru mengambil jaketnya dan berlari keluar rumah mendahului Jaemin yang terdiam di posisinya.



























































"Hehe, tepat seperti rencana."

游戏 | 00Line ✓ [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now