49✌ - Sahabat kecil

22.1K 1.6K 132
                                    

Happy Reading

📕📕📕

Pagi ini Nasya sudah siap dengan seragam lengkapnya, ia kali ini terlihat sangat rapih dan sempurna. Lebih cantik dan terurus. Nasya pagi ini akan kesekolah membawa mobil berjaga-jaga karna jakarta memiliki musim yang bisa berubah-ubah kapan saja, sebentar panas dan sebentar lagi hujan. Itu sebabnya Nasya membawa mobil, malas untuk terkena hujan.

Nasya melihat pantulan dirinya dari cermin, semakin kurus tak berisi tapi seragam yang dia gunakan mampu menutupi kekurusuannya, dengan seragam yang di buat lebih besar dari sebelum nya, tips itu dia dapatkan dari Dokter Erik saat bertemu waktu malam di rumah sakit. Tulang pipi yang semakin terlihat dan lebih tirus, membuat Nasya harus sedikit menutupinya dengan sedikit Make-up. Sempurna, walaupun terlihat lebih natural.

Sekarang sudah pukul 06:00 saatnya Nasya berangkat, pagi ini orang tuanya pasti sudah berada di meja makan menikmati sarapan pagi bersama Grey dan Raga, sedangkan Nasya? Ia tidak berani menunjukkan mukanya di meja makan, ia tau bahwa ia tidak akan makan di meja tapi akan makan di lantai seperti kucing peliharaan Ana. Itu sebabnya Nasya tidak pernah sarapan bersama dengan keluarganya, ia akan makan di meja jika nenek dan kakek nya datang ke rumah untuk menginap. Oh iya, bagaimana kabar dengan Nenek dan kakek kesayangan Nasya? Tenang mereka baik-baik saja, mereka akan datang saat tepat hari ulang tahun Nasya yang ke tujuhbelas tahun.

"Oke, waktunya turun" ucapnya sambil mengambil kunci mobil dan tas sekolahnya.

Nasya berjalan meninggalkan kamarnya dengan langkah riang. Suasana hati Nasya hari ini dalam keadaan sangat bahagia, hari ini hari pertama dia akan bekerja di tempat kerja Suci, setidaknya ia bisa mencari uang untuk biaya kemoterapi yang beberapa minggu lagi akan ia hadapi.

Nasya menuruni anak tangga satu demi satu, Nasya sudah bisa melihat kebahagiaan keluarganya tanpa dirinya. Ia yakin jika nanti Tuhan berkehendak lain, Nasya tidak akan melihat mereka akan meneteskan air mata setetes pun. Sekarang saja Nasya sudah bisa melihat, betapa tidak berharganya keberadaan dirinya di antara mereka. Jika nanti Tuhan berkehendak lain, Nasya tidak akan bersedih karna harus melihat keluarganya meneteskan air mata, karna Nasya yakin mereka akan tetap baik-baik saya.

"Jika nanti Tuhan berkehendak lain, tetaplah tersenyum" batin nya, sudah berada di anak tangga terakhir.

Nasya maju beberapa langkah agar lebih dekat dengan keberadaan keluarganya. Tidak, nasywa tidak akan ikut sarapan, Nasya hanya akan mengucapkan salam lalu pergi begitu saja, tanpa menerima jawaban dari salamannya.

Nasya memegang kedua tali tasnya erat, untuk mendapatkan keberanian. "Selamat pagi, mah, pah. Nasya mau berangkat" ucap nya lalu berbalik tidak kuat jika harus melihat tatapan dingin dari Bagas dan Ana.

"Tunggu!" cekal Bagas lalu berdiri dari kursinya.

Nasya menghentikan langkahnya, sempat terselit rasa bahagia saat Bagas menahannya. Nasya berbalik untuk menerima kelanjutan ucapan Bagas. "Ada apa pah?" tanya Nasya sopan.

Bagas mengambil amplop berwarna putih dari tas kerjanya. "Ambil ini, ini uang jajan kamu!" ujar nya menyodorkan amplop itu.

Ana bangkit dari duduknya dengan cepat, sejak kapan Bagas peduli dengan Nasya, semalam Bagas bersifat santai saat Nasya pulang hampir larut. "Apaan sih pah, kamu kenapa tiba-tiba peduli sama anak ini. Udalah pah, lebih baik uang itu kasih Raga sama Grey. Gak usah peduliin dia" ucap Ana sewot pada Nasya.

NASYA Where stories live. Discover now