TIGA

1.5K 264 34
                                    

"Mulai besok, nggak usah siapin makanan dan minuman lagi buat gue. Anggap aja kita nggak pernah kenal."

Suara Zhafran semakin memperjelas kalau ia dan Inara hanyalah putra seorang Bos dan anak karyawan biasa. Lelaki itu menepikan mobil di gang sempit di pemukiman padat penduduk. Mobilnya bahkan tidak bisa masuk ke dalam gang, karena hanya dapat dilewati motor.

"Terima kasih Kak. Assalaamu'alaikum." 

Nara berpamitan dan turun dari mobil milik Zhafran. Hatinya sedikit tercubit. Kejadian yang sama lagi berulang, seperti masa SD dan SMPnya. Di SMP dia bertemu teman-teman senasib. Sama-sama dari kaum tak berpunya yang memiliki mimpi indah untuk berpendidikan tinggi.

Di kala banyak tatapan mata temannya yang notabene anak-anak orang kaya, memandang rendah ke arahnya. Kini Nara merasakan tatapan yang sama dari lelaki itu. Siapa suruh Papa lelaki itu menyekolahkannya di sekolah mahal. Dia sendiri tidak ingin. Tapi Ayahnyalah yang meminta Nara tetap bertahan.

"City of fame."

"Jadi pintar supaya tidak dihina orang." (Tokyo).

"Miskin duit boleh, tapi jangan sampai miskin ilmu." (London)

Sydney : Gimana kabar sekolah hari ini?

Tokyo : Sudah menyusun rencana 3 tahun ke depan. Kalau ada info les bahasa Jepang gratis, kabari ya.

Amsterdam : Aku juga mau dong. Info kursus bahasa Belanda. Nanti aja deh, kalau sudah dapat beasiswa.

London : Semangat ya semuanya. Jangan lupa usaha harus diiringi sama do'a.

Madinah : aamiin.

Seperti biasa, Nara yang akan menjawab singkat sekaligus mengakhiri percakapan di grup.

Datang chat pribadi masuk ke ponsel milik Nara.

Ayuni : Na, Mala cerita kemarin sore ada cowok yang bawa kamu kabur, dari angkot Bapaknya.

Nara : Oh, itu cuma anaknya Bos Ayah di kantor.

Ayuni : Kamu nggak diapa-apain kan? Apa dia kakak kelas di sekolah kamu?

Nara : Nggak ada apa-apa. Tapi aku memang nggak betah sekolah disini. Aku pengen bareng kalian lagi.

Ayuni : Aku sudah cari info di kantor tata usaha sekolah. Kalau ada surat rekomendasi dari Kepala sekolah dan nilai tahun ini kamu masuk 3 besar di kelas, kamu bisa pindah pas kelas 2.

Nara : Beneran? Oke, do'ain ya. Disini teman sekelasku nggak cuma anak-anak orang kaya. Tapi mereka juga pintar-pintar.

Ayuni : Semangat ya Na. Anaknya majikan Ibuku, kayaknya sekolah di Duta Pertiwi juga. Nanti aku pantau kamu lewat Kak Awan.

Nara tersenyum. Dia benar-benar kangen dengan semua sahabatnya. Alvira, Ayuni, Nurmala dan Desti. Mereka tadinya adalah sekumpulan pelajar SMP yang sering dipanggil ke kantor guru, lantaran terlambat membayar uang les tambahan dan juga uang buku di sekolah.

Karena sering bertemu, mereka akhirnya berteman dan saling membantu jika ada kesulitan pelajaran. Setiap Sabtu pagi, mereka akan belajar bersama. Tempat favorit mereka adalah pelataran Masjid Al-Iman, di dalam perumahan elit Puri Legenda.

Dari ponsel jadul, mereka membuat satu grup dengan nama-nama kota pelajar di dunia. Berharap suatu hari nanti, mereka bisa kuliah di luar negeri. Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini, jika Allah sudah berkehendak.

Selesai belajar bersama, mereka membantu menjual kue milik Ibu Nara di pasar kaget perumahan elite Puri Legenda. Ayah Nurmala yang bekerja sebagai supir angkutan umum, dengan senang hati membantu memasukkan barang-barang jualan ke dalam mobil.

Baghdad and Madinah Where stories live. Discover now