TIGA BELAS

1.3K 257 39
                                    

*Bayang-bayang masa lalu*

"Alma... Kalau kamu lelah, tidurlah di apartemenku, hanya beberapa blok dari rumah sakit. Jangan tidur disini seperti orang miskin."

Mama Nara terbangun di ruang tunggu keluarga pasien. Hanya ada dia seorang diri disana. Meringkuk dan terlihat kelelahan. Keluarga pasien lain sudah ada yang pulang, sebagian mencari makan siang di luar.

Faisal Amran datang, tapi perempuan itu tahu tujuannya bukan untuk menjenguk Ayah Nara, yang masih dirawat di ruang intensif.

"Alma, kamu sudah makan siang?"

"Alhamdulillah sudah. Temannya Nara tadi datang, membawakan nasi kotak."

Faisal membiarkan dua anak buahnya berjaga di luar ruangan, seolah tidak mengijinkan siapa pun menganggu Almanya. Raina Almaira, semua teman mereka dulu di kampus, memanggilnya Ina. Tapi Faisal memanggilnya berbeda.

Lelaki itu hendak mengulurkan tangan, membelai pipi perempuan yang ternyata masih dirindukan olehnya. Tapi ia menunda niatnya.

Almanya yang lemah lembut dan baik hati.

Semesta mempertemukan mereka, semasa kuliah di kampus. Alma, seorang putri Carik desa sekaligus pemuka agama disana. Menghabiskan masa SMA di desa dan menjadi pelajar berprestasi, mengantarkan Alma untuk kemudian kuliah di Ibu kota.

Faisal bertemu Alma di perpustakaan. Dulu itu bukan tempat favoritnya. Ketika itu ia terpaksa mencari literatur untuk melengkapi daftar pustaka karya akhir. Disanalah untuk pertama kali, ia bertemu Alma.

Alma terlihat cantik dan kecantikannya terpancar alami. Bulu mata yang lentik, pipi yang putih bersih, matanya yang berbinar dan menyapa ramah ketika Faisal pertama kali berjumpa.

"Boleh saya duduk disini?"

"Silahkan, Kak."

"Nama saya Faisal Amran."

Alma mengangkat wajah dan melukis senyum.

"Saya Ina. Raina Almaira."

"Aku boleh memanggil kamu, Alma?"

"Boleh."

Lalu Alma kembali menulis. Dia memindahkan bahan kuliah, menjadi sebuah rangkuman dari textbook ke dalam buku catatan.

"Aku punya banyak textbook di rumah, kalau Alma mau pinjam."

Faisal menawarkan diri.

"Beneran Kak? Boleh aku nanti lihat judul-judul yang aku perlukan ya."

Selanjutnya hari-hari Faisal tidak sama lagi. Sudut perpustakaan menjadi tempat kesukaannya dan mereka bertambah dekat setiap hari.

"Besok Alma bisa bawakan aku makan siang?"

"Siap Kak. Kakak mau dimasakin apa?"

"Apa saja, asal jangan seafood. Aku alergi."

Selesai mengerjakan tugas di perpustakaan, keduanya akan makan siang bersama di dekat taman. Alma tidak pernah mau diajak makan di restoran atau di kafe. Ayahnya Alma tidak pernah mengijinkan. Alma tidak pernah menyembunyikan rahasia. Bahkan dia sudah menceritakan Faisal pada Ayah.

"Masakan kamu selalu enak, Alma."

"Benarkah? Alhamdulillah."

Kedua pipi Alma merona mendengar pujian Faisal, kakak tingkatnya yang sebentar lagi akan wisuda. 

Baghdad and Madinah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang