EMPAT

1.6K 273 39
                                    

"Nara, kamu sudah makan siang?"

Wildan menyeka keringatnya, seusai main futsal dan menyapa ramah Nara yang masih duduk di dekat gerbang sekolah.

Brughh...

"Astaghfirulloh..."

Terdengar suara Nara berteriak, ketika tiba-tiba Zhafran berlari mendekat dan memukul wajah Wildan hingga temannya itu jatuh tersungkur.

Tidak hanya jatuh, bahkan bibir Wildan pun mengucurkan darah. Sepertinya ada luka robek. Spontan beberapa orang yang melihat kejadian itu, datang menolong. Termasuk juga Hamzah yang berlari setelah mengantar Ibunya pulang sampai gerbang.

Dengan cekatan Hamzah dibantu beberapa teman laki-laki lain, menggotong Wildan ke ruang UKS. Nara masih menatap ngeri dan Zhafran hanya menyeringai tajam.

"Ini semua gara-gara kamu. Kenapa kamu mesti sekolah disini. Gue nggak mau anak-anak ngerendahin karena tahu kamu miskin. Cuma gue yang boleh lakuin itu."

Nara memandang Zhafran gemetar.
Bahkan setelah memukul Wildan, lelaki itu masih sempat mengancam dirinya.

"Sudah cukup Kakak hina aku. Aku memang miskin, tapi masih punya harga diri dan jangan seenaknya perlakukan orang lain meskipun Kakak kaya raya. Semuanya itu punya orangtua Kakak. Bukan punya Kakak."

Zhafran terdiam mematung karena tidak menyangka Nara yang selama ini terlihat penurut, bisa meneriakinya seperti barusan.

Nara berjalan menjauh ke arah UKS.

"Zhaf... Kamu... Kamu suka sama anak itu?"

Terdengar suara Dafina dari arah bahu Zhafran.

"Kalau iya kenapa? Kamu mau kita putus?"

Zhafran membalikkan badan dan gadis yang sudah lama diincarnya kini hanya bisa berkaca-kaca.

"Kamu bilang, Nara adik kamu. Berarti kamu bohong."

"Kalau iya terus kenapa?"

Zhafran menanyakan hal yang sama.

"Kamu jahat Zhaf."

Dafina pergi dengan berurai air mata. Awan salah satu sahabat Zhafran yang ikut menggotong Wildan ke UKS, tidak lama keluar dari sana.

"Zhaf, kamu kenapa sih? Ini Wildan lho yang kamu pukul. Luka robek di bibirnya Wildan perlu dijahit. Ini ambulans sekolah mau antar ke RS Keluarga Sehat. Kalau-kalau kamu mau ikut."

Keributan itu tidak hanya mengundang beberapa guru datang ke UKS. Bahkan Pak Romi, kepala sekolah juga datang dan kini berjalan cepat ke arah Zhafran.

"Zhafran, besok pagi kita harus bicara ya. Sekarang kamu temani Bapak ke rumah sakit."

"Baik Pak, saya akan tanggung jawab dan membayar semua biaya perawatan Wildan."

Di depan gerbang, Pak Romi yang menepuk bahu Zhafran.

"Kamu mengingatkan saya sewaktu masih muda dulu. Saya pernah menyukai adik kelas yang sudah saya anggap adik sendiri. Tapi kamu harus ingat Zhaf. Ini sekolah tempat kamu menuntut ilmu, bukan ajang pembuktian diri siapa yang lebih kuat dari yang lain. Urusan percintaan, letakkan di space lain. Jangan disini."

Pak Romi menunjukkan kepalanya.

"Kadang kepala yang panas, akan lebih mudah menggerakkan tangan untuk menuruti emosi dan bahkan kata-kata yang tidak terpuji, akan keluar."

Dalam hati Zhafran hendak balas membantah perkataan Pak Romi. Ini bukan tentang percintaan atau ia yang menyukai Nara.

"Kalau begitu, Bapak lebih baik mengeluarkan Nara dari sekolah ini. Karena dia yang jadi penyebab keributan saya dengan Wildan."

Baghdad and Madinah Where stories live. Discover now