10| Love Your Self

44 11 6
                                    

Cintai dirimu sendiri mulai dari hari ini. Sesungguhnya, dirimu adalah sesuatu yang paling rapuh, bantu ia untuk bersandar, berikan ia kasih sayang. Semacam, kamu yang mencintai dirimu.

••••••

Angel mengatur napasnya seusai menangis. Begitu pedih rasanya ketika mengenang semua yang telah terjadi. Tumbuh dengan segala bentakan dan kekerasan, tidakkah itu menyakitkan?

Mira membantunya, mengeluarkan semua yang selama ini ia pendam. Memeluknya, memintanya untuk perlahan mengungkapkan apa yang ia rasa, dan menenangkannya. Seolah Mira adalah seorang ibu yang selalu ada untuk putra-putrinya.

"Makasih Mir," lirih Angel.

Mira mengangguk, kembali ia menepuk-nepuk punggung Angel, mencoba menenangkan sekaligus menyalurkan kekuatan. Angel tengah rapuh, dan Mira paham akan itu.

Mira juga pernah seperti Angel. Terpuruk dalam kesedihan, meratapi banyaknya kehilangan. Mira pernah merasakan itu semua. Dan ia rasa, Angel hanya butuh, seseorang untuk membuatnya keluar dari kesedihan, dan Mira harap, seseorang itu adalah dia.

"Kamu kuat Njel, kamu bisa!" ujar Mira mulai menyemangati Angel yang kembali menangis. Mira tau apa yang Angel rasa, rasa perih yang sama.

Percayalah, hati sepasang sahabat itu menyatu. Ketika yang satu bahagia, maka yang lainnya pun begitu. Begitu pula sebaliknya, ketika yang satu sedih maka yang lainnya pun begitu.

"Gue enggak tahu mau ngomong apa Mir. Gue enggak mau nangis, tapi kenapa hati gue sesek? Gue enggak tahu Mir, gue udah kayak gini dari dulu, dari SD, bahkan SMP. Gue udah kayak gini dari lama Mir. Tapi kenapa gue baru ngrasain rasa sesek yang dahsyat hari ini?"

Mira menghapus setitik air matanya. Sungguh melihat Angel menangis, Mira pun juga merasa sesak.

"Kamu kuat Njel, kamu kuat. Mungkin hari ini kamu nangis, karena kamu sudah memendam semuanya sendirian dari lama, dan mungkin baru hari inilah rasa sakit yang kamu tahan meletus. Tenang saja Njel, enggak masalah. Hidup itu memang berat, makanya kamu harus kuat."

Angel mengangguk, dengan air mata dan isak tangis yang kian mendera. Sungguh, rasanya begitu sesak. Tetap tersenyum dan tertawa seperti manusia biasa, nyatanya memang tak mampu untuk menghapuskan luka di hati seutuhnya.

"Gue mungkin terlalu kuat Mir, sampai orang-orang ngira gue orang yang sempurna, dengan kebahagiaan yang enggak ada habisnya. Tapi nyatanya, lo lihat sendiri gue serapuh apa. Bertahun-tahun gue terdiam, berharap ketika gue bangun dari tidur, semua udah kembali normal. Berharap Tuhan ngasih gue suatu kebahagiaan, walau nyatanya sampai hari ini keajaiban belum datang, belum datang."

Mira mempererat pelukannya. Mira tau, Angel rapuh, dan Mira sedang mencoba menguatkannya.

"Allah tau kamu kuat, makanya cobaannya lebih berat. Percayalah, setelah segala badai ini kamu lewati, kamu bakal bahagia. Percaya aja, Allah pasti punya jawaban atas setiap doa yang kamu panjatkan. Keep strong. Allah with you."

Angel mengangguk-anggukkan kepalanya. Terkadang memang, dalam keadaan terpuruk, setiap orang pasti akan membutuhkan orang lainnya, walaupun itu hanya untuk menangkan, menyemangati, atau pun berujar, 'Kamu pasti bisa menghadapi ini semua.'

"Makasih udah mau jadi sahabat gue, udah mau jadi seseorang yang berarti buat gue. Makasih. Tanpa adanya lo, mungkin hari ini gue masih tersesat dalam  semua kebodohan. Tanpa lo, gue mungkin enggak pernah bisa paham beberapa hal tentang agama. Makasih."

Kini giliran Mira yang mengangguk-anggukkan kepalanya. "Sama-sama. Terima kasih juga karena sudah mau jadi temanku. Walau aku orangnya pendiam. Makasih."

Keduanya berpelukan. Seolah sama-sama menyalurkan kekuatan. Sesungguhnya keduanya adalah sama-sama merupakan orang yang lemah. Punya derita tersendiri antara satu sama lain. Namun dengan berdua bersama, maka sesungguhnya, kesulitan itu tidak ada.

"Mir, gue minta tolong boleh? Tolong, temenin gue besok. Orang tua gue mau sidang perpisahan untuk yang terakhir kalinya. Gue mohon, temani gue Mir, gue nggak kuat buat nglihat itu semua sendiri," ujar Angel sembari menunduk.

"Tentu. Kamu sahabatku, aku bakal nemenin kamu. Jangan sedih, besok aku akan ada di sampingmu," sahut Mira.

Angel mengangguk, "Terima kasih."

"Sama-sama."

Mira menghela napas sejenak. "Apa aku boleh mengutarakan sesuatu? Aku rasa ini akan sedikit bermanfaat untukmu." Angel mengelap pipinya yang terasa lembab seusai menangis, kemudian mengangguk sebagai jawaban atas tawaran Mira.

Mira menarik napas sejenak, sebelum akhirnya mulai bercerita. "Jujur, dulu aku juga sempat merasakan apa yang kau rasa. Sedih memang, ketika seolah-olah merasa sendiri, tak ada yang mampu diajak berbagi. Seolah semuanya, benar-benar ingin meninggalkanku sendiri."

Mira menghela napas sejenak. Membayangkan semua apa yang telah menimpanya, nyatanya memang berat.

"Kamu tahu? Orang tuaku sudah meninggal, sejak aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Saat-saat dimana aku sedang banyak menghadapi halangan. Teman-teman mengucilkanku karena aku jarang bicara, bahkan guru-guru pun seolah membanding-bandingkan ku, bersikap seolah aku ini orang bisu."

Angel diam, menyimak Mira yang bercerita. Gadis itu ternyata punya masa-masa buruk juga rupanya.

"Kau tahu? Aku hancur saat itu. Tak ada yang mampu kuajak bicara. Semuanya seolah-olah menjadi seperti seseorang yang kehilangan semangat. Hari-hari dimulai dengan siksaan dan hinaan. Bersama aku yang memilih untuk tetap terdiam. Aku merasa menjadi seperti orang-orang yang bodoh. Tersenyum padahal hatiku tengah merasakan kepedihan. Aku tak tau lagi apa yang harus ku lakukan. Kala itu, hidupku seolah tak memiliki tujuan."

Mira menarik napas, kemudian menghelanya dengan kasar. "Aku anak kecil yang sedih saat itu. Tak ada harapan atas semuanya. Aku hanya seperti seseorang yang bodoh kala itu. Aku tak paham lagi. Semua hal terasa memilukan, saking memilukannya bahkan sampai aku harus mau tak mau bersikap dewasa sebelum waktunya. Aku tau itu memang menguntungkan, tapi jujur, kedewasaan malah membuatku kesepian."

"Hingga aku sadar, hidup tak seharusnya untuk di sesali. Hidup tak seharusnya untuk dipaksakan. Hidup haruslah teratur, dalam kebahagiaan. Hingga suatu hari, aku bertekad untuk mencintai diri sendiri. Jika orang lain tak mampu mencintaiku, maka biarkan aku mencintai diriku sendiri. Dan aku harap kamu seperti itu."

Mira tersenyum, menatap Angel yang nampaknya baru saja mencerna semua yang ia katakan. "Cintai dirimu sendiri mulai dari hari ini. Sesungguhnya, dirimu adalah sesuatu yang paling rapuh, bantu ia untuk bersandar, berikan ia kasih sayang. Semacam, kamu yang mencintai dirimu."

Angel perlahan tersenyum, ia menggenggam tangan Mira, di tatapnya sahabatnya itu dengan senyuman manis. Jauh sebelum Angel merasakan sakit, Mira terlebih dahulu telah merasakannya.

Angel mengangguk, kemudian kembali memeluk sahabatnya itu dengan sangat erat. Angel pikir, kalau Mira saja mampu menghadapi ribuan ujian, maka dia pun juga pasti bisa.

Mulai hari ini, Angel bertekad akan mengatakan seperti apa yang Mira katakan. Mencintai diri sendiri. Kalau bukan ia yang mencintai dirinya sendiri, lantas siapa lagi? []

CERMIN [END]Where stories live. Discover now