22| Sorry

32 10 3
                                    

Maaf adalah salah satu kata yang mulia, satu diantara kata yang disukai Sang Pencipta, dan jika kamu berani mengucapkannya, maka itu artinya, kamu benar-benar seorang manusia.

••••••

Kerudung putih itu tersusun rapi menutup dada, bersama dengan setelan kebaya modern yang cukup lenggar dikenakannya. Dengan senyuman tipis yang ia tunjukkan, gadis itu menatap pantulan dirinya.

Hari ini adalah hari wisudanya, setelah satu tahun menyelesaikan pendidikan terakhir di Sekolah barunya. Gadis itu tersenyum ketika mengingat semua. Di Sekolah yang menjadi tempatnya menuntaskan pendidikan dasar, gadis itu menemukan banyak cerita.

Menemukan alur yang tak terduga, menemukan tokoh bersama konflik yang sampai sekarang belum tuntas juga. Gadis itu menghela nafas, sudah berbulan-bulan, tapi sampai sekarang Angel dan dirinya, masih seperti sebuah puzzle yang hilang.

Ketukan pada pintu membuat gadis itu tersadar dari lamunan. Wajah yang kian mengeriput dimakan usia itu kini terlihat bahagia.

"Kamu sudah siap? Kalau sudah ayo berangkat, nenek anterin kamu ke Sekolah, mumpung masih pagi," ujar Nek Siti terdengar ramah.

Mira dengan pasrah hanya mampu mengangguk patuh. Beranjak dari posisi duduknya, kemudian merangkul lengan nenek tercintanya turun ke lantai bawah.

"Nenek bahagia kamu sudah lulus Sekolah, nenek yakin nilau pasti memuaskan." Wajah tua itu tersenyum, dan Mira pun hanya membalasnya dengan senyuman.

"Wallahua'lam nek. Mira nggak bisa menjamin nilai Mira memuaskan. Tapi insyaallah, nilai Mira adalah hasil kerja keras dari otak yang telah Allah berikan pada Mira," ujar Mira terdengar merendah, sedangkan Nek Siti tersenyum bangga. Cucunya sudah mampu bercakap dewasa rupanya.

Sampai diambang pintu, keduanya telah disambut dengan kehadiran Pak Karman--tetangga mereka--yang akan membawa keduanya ke Sekolah Mira dengan angkutan umum yang ia punya.

Ke tempat di mana dulunya, Mira sempat menjalin bahagia.

••••••

Ribuan siswi yang mengenakan kebaya dan siswa yang mengenakan jas, beserta ribuan pendamping, kini tengah duduk memenuhi tiap sudut aula yang di gunakan untuk acara perpisahan.

Mira duduk di salah satu bangku, bersama dengan seorang siswi bernama Nana di sampingnya. Nana gadis yang baik, setidaknya dia sudah Mira anggap sebagai teman. Saling mengenal, walau tak akrab. Setidaknya hal itu sudah cukup membuat Mira senang.

Suara pembawa acara membuat banyaknya fokus kini tertuju pada panggung aula. Semua rangkaian acara mulai dari pembukaan, ucapan penyambutan dari Kepala Sekolah, sesi doa bersama, menyanyikan lagu perpisahan, ucapan terimakasih kepada bapak dan ibu guru, dan serangkaian acara lainnya yang sukses berjalan dengan lancar.

Hingga tibalah pada satu sesi yang amat mendebarkan, sesi yang paling dinanti oleh beberapa orang, dan yang begitu dihindari oleh orang-orang lainnya. Sesi pemberian selamat, dan penghargaan kepada siswa dan siswi berprestasi.

Desas-desus para pelajar terdengar. Semua menebak-nebak siapa yang akan mendapat nilai terbaik tahun ini. Mira sendiri cukup menanti bagian acara ini, walau dirinya tak sepenuhnya yakin bahwa ia akan mendapat penghargaan.

Mira hanya ingin tahu, siapa yang mendapat penghargaan. Barangkali dengan itu ia mampu belajar. Bukankah salah satu cara agar menjadi bijak itu adalah mencari orang yang berhasil sebagai suatu acuan?

CERMIN [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora