15| Thanks For Everything

38 11 4
                                    

Terima kasih untuk semuanya. Apapun yang kau berikan, terima kasih untuk itu. Atas ikatan pertemanan, persahabatan, bahkan kekeluargaan.

••••••

Angel dengan tergesa berjalan keluar dari Ruangan. Perlombaan telah usai, dan yang ingin ia lakukan hanyalah menemui Mira yang mungkin sedang menunggunya di luar Ruangan. Angel hendak membuka pintu, namun sebelum gadis itu mencapai tujuannya, sebuah tangan telah terlebih dahulu menarik pergelangan tangannya.

"Ibu mau bicara," ujar suara itu terdengar parau.

Angel menunduk, dengan cepat ia menepis pergelangan tangan yang tadi sempat berada di genggaman wanita itu. Kakinya ia langkahkan, berlari menyusuri Koridor Sekolah dengan tergesa, bahkan Mira yang melihatnya hanya mampu mengerjapkan mata.

"Ada apa dengan Angel?" monolognya, masih dengan raut terkejut.

"Apa kamu melihat putriku?" tanya seorang wanita yang kini menghampiri Mira dengan tergesa. "Aku pernah melihatmu bermain bersama putriku, aku yakin kamu tahu di mana dia sering berada."

Mira meneguk salivanya lamat. Ada apa ini sebenarnya?

Adakah yang mampu menjelaskan apa yang telah terjadi?

Sungguh, kini Mira tak mengerti.

•••••

Gadis itu terduduk di kursi Perpustakaan, menelungkupkan kepalanya sembari meneteskan air mata. Setelah sekian lama tak diacuhkan, mengapa baru hari ini wanita itu datang sembari menyebut dirinya ibu?

Angel tak tau harus berekspresi seperti apa. Ingin merasa sedih tapi buat apa? Bersedih tak ada guna. Ingin merasa bahagia, tapi mengapa rasanya masih ada yang mengganjal? Singkatnya, Angel tak mengerti.

"Kamu disini ternyata nak. Ibu sudah mencarimu."

Angel terperanjat, pandangannya tertuju pada seorang wanita paruh baya yang sedari tadi, hadir dalam angannya. Dengan kasar gadis itu membuang tatapannya, kembali menunduk berharap nanti ketika ia kembali mendongak, sosok jahat itu tak lagi ia lihat.

"Naak, maafin ibu." Suara itu terdengar parau seolah menyimpan banyak kesedihan, sementara Angel tak bergeming, gadis itu masih tetap menunduk, walaupun sang ibu telah menggenggam tangannya.

Ruang kosong dan luka masa lalu itu memang begitu pedih untuk dikenang. Rasanya menyakitkan, bahkan terlalu pedih untuk diutarakan.

"Maafkan ibu nak. Ibu tak menyangka bahwa kamu begitu terpuruk atas apa yang ibu perbuat," sesal Winda--sang ibu--sembari masih menggenggam tangan Angel.

Angel menunduk semakin dalam. Sang ibu duduk di sampingnya dan menggenggam tangannya, sementara tangan kirinya kini meremas rok yang ia kenakan.

Kenapa rasanya semenyakitkan ini? Apa karena sudah lama ia tak merasakan hal seperti ini?

"Maafkan ibu nak, ibu tak tahu kalau---"

"Tak tahu kalau aku ada di Dunia? Kau tak tahu kalau aku ada di dekatmu tiap harinya? Lantas apakah aku ini seperti roh yang tak kasat mata?" isak Angel. Air matanya terus-terusan mengalir, sementara sang ibu kini membisu.

"Apa kau tak pernah melihatku merasa kesepian? Apa kau tak pernah berfikir bahwa aku juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang? Apa kau tahu? Aku terpuruk bersama kesedihan," lanjutnya lagi. Benteng pertahanan yang ia bangun kini telah rusak, Angel tak kuasa lagi menyimpan semuanya. Begitu menyakitkan memang.

CERMIN [END]Where stories live. Discover now