17| "Good Luck Mira!"

23 10 0
                                    

Syukuri apa yang lo terima, karena terkadang apa yang lo terima dalam hidup adalah sesuatu yang pasti bakal nuntun lo nanti, ke mimpi yang memang sedang pengen lo gapai

••••

"Kak Mira, dipanggil Bu Farah ke Kantor," ucap seorang gadis yang usianya lebih muda dari Mira.

Mira mengangguk pelan, gadis itu menatap Angel, seolah meminta izin untuk meninggalkan sahabatnya itu sebentar, sementara Angel tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai jawaban. Mira berjalan menuju ke Kantor Guru dengan langkah perlahan, walau sejujurnya gadis itu tak tahu, kenapa Bu Farah memanggilnya sekarang.

Mira berdiri di ambang pintu Ruang Guru yang terbuka lebar. Gadis itu mengarahkan pandangannya ke dalam, divsana tampak beberapa guru yang tengah berbincang, sementara Mira tak tahu harus berbuat apa. Ingin mengetuk pintu, tapi takut dikira tidak sopan.

Beberapa detik Mira terdiam, hingga pada akhirnya gadis itu menarik napas, mengetuk pintu kayu tersebut sembari berujar, "Permisi bu."

Bu Farah dan Bu Wina, keduanya menengok bersamaan ke arah Mira yang tengah tersenyum kaku. Bu Farah tersenyum tipis menatap muridnya tersebut. "Masuk Nak," ujarnya dengan ramah.

Mira memasuki Ruang Guru tersebut masih dengan senyum kikuk. "Ada apa bu?" tanyanya pelan.

"Kamu tahu kalau di Sekolah akan di adakan lomba penyampaian motivasi? Tiap Kelas akan memilih satu murid sebagai perwakilan. Maka dari itu, ibu memanggilmu kemari," ujar Bu Farah, sementara Mira kini mengernyitkan keningnya, masih berusaha mencerna penjelasan Bu Farah yang tersirat makna.

"Kamu mengerti kan arah pembicaraan ibu?" tanya Bu Farah kemudian sementara Mira dengan jujur menggeleng. "Kurang faham Bu, maaf," sesal Mira. Bu Farah tertawa pelan, muridnya yang satu ini memang cukup polos dan menggemaskan.

"Kamu yang akan menjadi perwakilan Kelas kita," tutur Bu Farah sementara Mira kini terperangah. Dirinya, menjadi perwakilan? Bagaimana bisa?

"Sa..saya Bu?" tanya Mira tak percaya, dan Bu Farah pun dengan cepat menganggukkan kepala.

"Kenapa saya Bu? Bukankah masih ada murid lain yang bisa memberikan motivasi? Hm, masalahnya saya tak mau menggurui," ungkap Mira. Kepala gadis itu kini tertunduk.

"Masalahnya dalam motivasi nanti, akan disertakan Hadits dan ilmu agama, dan sayangnya hanya kamulah pemilik nilai memuaskan dalam pelajaran agama. Jadi, kamu yang akan ibu ikut sertakan," tutur bu Farah, "Dan untuk soal menggurui atau tidaknya, ibu yakin kamu bisa merancang itu semua. Cukup sampaikan pendapatmu tentang suatu hal kepada mereka, sembari sisipkan pesan motivasi dalam apa yang kamu sampaikan. Anggap para hadirin sebagai teman curhatmu dan kamu adalah seperti seorang penasihat."

Mira mengangguk perlahan. Tak mungkin juga dia harus menolak tawaran ini, melihat wajah penuh harap dari Bu Farah saja sudah membuat Mira tak kuasa untuk menolak.

"Lombanya seminggu lagi, dan ibu rasa murid terbaik ibu ini tahu apa yang harus ia lakukan," pesan bu Farah.

"Baik Bu!" sahut Mira sembari tersenyum tipis, walau sejujurnya di dalam hatinya kini ia tengah berpikir.

Apa yang akan ia sampaikan seminggu lagi? Sungguh, Mira sangat tak ingin menyandang predikat, 'sok menggurui.'

••••••

Angel memutar-mutar pulpen yang ada di tangannya dengan raut wajah bosan. Sambil menghela napas akhirnya gadis itu menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan seperti biasa. Rasa kantuk mulai menyergapnya di waktu yang memang sangat pas untuk tidur siang.

Siang ini harusnya ada jam pelajaran Bahasa Indonesia, namun katanya guru yang mengajar sedang berhalangan untuk hadir. Angel mulai berpikir di sela rasa malasnya kali ini, "Kalau Mira tahu hari ini tidak ada pelajaran Bahasa Indonesia, gadis itu pasti kecewa."

Pelajaran Bahasa Indonesia memanglah sesuatu yang paling disukai oleh Mira, sekaligus yang paling dibenci oleh Angel. Kedua manusia itu sangat bertolak belakang sekali memang.

Berbicara tentang Mira, tampaknya gadis itu belum kembali ke Kelas sampai sekarang. Sepuluh menit setelah gadis itu pergi ke Ruang Guru, dan sekarang ia belum sampai ke Kelas. Hm, Angel jadi penasaran, apa saja yang sahabatnya perbincangkan dengan Bu Farah.

"Sttt Angel!" sebuah suara kontan membuat Angel mendongakkan kepalanya, kemudian menoleh ke belakang, tempat di mana sumber suara itu berasal.

Dapat Angel lihat dengan jelas, wajah Diva yang kini tengah tersenyum sinis ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Angel dengan nada malas. Tapi bukannya menjawab pertanyaan yang Angel lontarkan, Diva malah tersenyum seolah meremehkan.

"Gue tahu lo suka sama Bima kan? Haha gue tahu, gue denger omongan lo sama Mira tadi di Kantin," kata Diva dengan nada meremahkan. "Lo tahu, gue bisa saja aduin per---"

"Aduin aja sana! Emangnya gue cewek cupu apa yang takut kalau perasaan gue ketahuan sama cowok yang gue suka? Sorry aja bro, asal lo tahu, nyali gue bukan kaleng-kaleng!" sinis Angel tak mau kalah.

Sungguh ancaman Diva tadi itu menurut Angel sangat sekali tak bermutu. Jujur saja Angel tak takut kalau seandainya Bima tahu akan perasaannya. Toh juga sepertinya Angel sudah punya rencana untuk mengutarakan segalanya.

Diva menatap tajam ke arah Angel, tak menyangka bahwa semuanya akan di luar ekspektasinya.

"Lo ngimpi mau jadi pacarnya, hm? Gue rasa nggak mungkin bisa! Toh ya--"

"Iri bilang bos!" sela Angel kemudian tertawa. Memperdebatkan sesuatu ternyata memang menyenangkan, pantas saja kalau Mira ahli dalam hal yang hampir serupa dengan ini. Ternyata, memang semenyenangkan ini.

Diva menunjukkan ekspresi kesal. "Hah, asal lo tahu aja, sahabat lo yang sok pintar itu, dia---"

"Dia keren!" tukas Angel cepat.

Diva mulai kehilangan kesabaran, hingga pada akhirnya gadis itu tersenyum sinis. "Gue peringatin aja ya, sahabat lo itu bisa aja jadi satu di antara orang-orang yang bakal ngrusak semua hal yang telah lo siapin sebelumnya. Bisa jadi dia nggak setuju dengan lo yang punya perasaan lebih ke Bima."

Angel memutar bola matanya malas. "Terserah, gue yang manusia ini cuma bisa mendengarkan bacotan dari lo, wahai kera yang bijaksana."

Diva menghela nafas. Kesal dengan perlakuan Angel yang begitu pintar membalikkan semua hasutan yang ia berikan. Benar-benar menyebalkan!

Beberapa menit kemudian Mira datang ke Kelas dengan pandangan menunduk seperti biasanya, dan dengan segera gadis itu mengambil duduk tepat di Kursi samping Angel.

"Kemana aja lo?" tanya Angel sementara Mira malah menghela napas seolah baru saja mengalami hal yang cukup berat.

"Aku bingung Njel," gumamnya, "Bu Farah minta aku buat jadi peserta dari event motivasi yang akan diadakan minggu depan. Aku nggak bisa menolak masalahnya. Ini benar-benar membingungkan!"

Angel menatap wajah Mira dengan pandangan mata berbinar. "Wow! Ini menakjubkan! Lagi-lagi lo ndapetin kesempatan emas Mir. Lo harus terima ini pokoknya!"

Mira cemberut ketika mendengar penuturan sahabatnya. "Tapi kenapa harus aku?"

Angel tersenyum. "Karena hal-hal besar hanya akan datang pada orang-orang yang beruntung. Lo tahu? Semakin sering lo ndapetin kesempatan dalam hidup, itu artinya lo beruntung. Syukuri apa yang lo terima, karena terkadang apa yang lo terima dalam hidup adalah sesuatu yang pasti bakal nuntun lo nanti, ke mimpi yang memang sedang pengen lo gapai."

Mira hanya mengangguk sembari tersenyum tipis. Apa yang Angel katakan tampaknya benar, ini kesempatan, dan kesempatan adalah sebuah jalan untuk impian.

"Terima kasih motivasinya," ujar Mira.

Angel mengangguk sambil tersenyum manis. "Sama-sama. Good luck Mira!" []

CERMIN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang