11| Kun Anta

36 11 0
                                    

Lo tahu? Hidup dengan topeng dan benteng pembatasan diri itu enggak baik. Lo tahu? Ketika lo terdiam sendirian, dengan topeng yang selalu lo gunakan, lo pasti bakal kesepian.

•••••

"Oh wo oh, oh wo oooh, o wo oh, o wo oooh, kun anta tardadza jamalaa."

"Cieeeee yang dari tadi nyanyi," ujar Mira pelan kepada Angel yang sedari tadi bernyanyi di Kelas.

Angel menampilkan deretan giginya. "Habisnya lagunya enak di dengar siih, hehe. Gue kan jadi suka ndengerinnya, sampe gue hafalin juga, hehe."

Mira menaruh tasnya, kemudian ia mengambil posisi duduk di sebelah Angel. "Iya emang lagunya bagus."

Angel mengangguk semangat. "Iya, apalagi liriknya itu artinya, nyeritain bahwa kita harus jadi diri sendiri, dimanapun dan kapanpun. Menurut gue itu keren sih, daripada lagu-lagu yang sering gue dengerin dulu."

Mira tersenyum senang. Usahanya perlahan berhasil. Angel nampaknya sudah mulai bisa memahami, mana yang baik dan mana yang buruk. Jujur, hal ini adalah hal yang selalu Mira harapkan. Punya sahabat yang bisa diajak menuju kebaikan, tidakkah hal itu menyenangkan?

"Eh, gue dari kemarin cari lagu lirik shalawatan loh, bagus-bagus lagunya tuh, pantesan lo tiap hari suka ndengerin yang begituan," ujar Angel.

"Iya memang, tiap-tiap apa yang menyangkut mengenai Allah dan Rasulnya, maka itu adalah hal-hal yang pastinya baik," sahut Mira diselingi dengan senyuman.

Angel mengangguk dengan semangat. "Lo bener, dulu gue tuh ngrasa kayak hidup gue selalu penuh tekanan, ngrasa hidup gue selalu enggak tenang. Tapi itu dulu, sebelum gue kenal lo, sebelum lo nyadarin gue bahwa hidup itu adalah tentang mencari kebaikan. Makasih Mir, udah nyadarin gue. Makasih."

Mira tersenyum. "Sama-sama. Terimakasih juga karena telah. bersedia jadi sahabatku. Aku yang pendiam, dan kamu yang dengan tulus menerima. Terima kasih."

Angel tersenyum tipis. "Shalawatan yuk. Mumpung gue dah hapal liriknya."

Mira memasang wajah kikuk, "Sekarang? Di sini?" dan Angel membalasnya dengan anggukan.

"Jangan di sini lah. Aku malu, ada banyak ikhwan soalnya," gumam Mira.

Angel mengerutkan keningnya. "Bakwan? Aduh Mira! Disini tuh enggak ada yang jualan bakwan!"

Mendengar Angel berkata seperti itu, membuat Mira terkekeh geli. "Ikhwan njel, bukan bakwan. Ikhwan artinya laki-laki," jelas Angel.

"Oooh. Kamu malu?m? Jangan-jangan kamu ada rasa lagi sama salah satu diantara mereka," ujar Angel seraya memicingkan matanya layaknya seorang detektif.

Mira terkekeh geli. "Astaghfirullah, enggak lah, bukan gitu. Cuma ya, gimana ya. Aku enggak suka kalau dilihatin banyak orang, apalagi sama yang bukan mahram. Takutnya nanti malah jadi zina mata lagi."

Angel mengangguk paham, walau sejujurnya ia pun sama sekali tak tau, apa itu zina mata. Hmmm kapan ya dia bisa jadi sehebat Mira yang tau banyak tentang agama?

"Oke, nanti aja pas istirahat, kita ke Perpustakaan, disana pasti sepi. Mau kan?"

Mira mengangguk mengiyakan, sementara Angel tersenyum senang. Bersahabat dengan Mira ternyata menyenangkan juga, pikirnya.

••••••

"Ayo Mir, shalawatan!" bujuk Angel, sesampainya mereka berdua di Perpustakaan.

CERMIN [END]Where stories live. Discover now