Prolog

2.2K 97 50
                                    

"Kak," panggilnya.

Sang cowok yang merasa dipanggil menoleh. "Kenapa yang?"

"Eum, aku mau ngomong," ucapnya sedikit ragu.

Sang lawan bicara menaikkan alisnya sebelah, lalu tertawa kecil. "Kalau mau ngomong, ngomong aja kali. Kenapa nanya dulu?" gemasnya seraya mencubit pelan hidung cewek yang ada dihadapannya.

"Aku ... nggak ... bisa lagi ... buat," jedanya. Lalu segera melangsungkan perkataannya dengan cepat. "Lanjutin hubungan ini," lanjutnya secepat kilat. Setelah mengucapkan itu, ia berniat untuk beranjak dari duduknya. Namun, tangannya secepat kilat di cekal oleh orang yang bersamanya tadi.

"Maksudnya?" tuntutnya dengan nada yang jelas tengah menahan amarah yang begitu menggebu. Dan tanpa sadar, cekalannya itu semakin mengeras di setiap detiknya.

Sang cewek berusaha melepas cekalan itu dengan memutar-mutar tangannya pelan. Dengan pandangan menunduk ke bawah. Hingga membuat sang cowok yang tengah memegang erat tangan si ceweknya itu geram bukan main, karena tak mendapat jawaban dari pertanyaannya.

"Lepass kak ...,"cicitnya. Ia tak berani menatap wajah cowok yang baru saja ia putuskan. Apalagi menatap matanya yang pasti sedang menatapnya dengan tajam. Seperti kebiasaannya ketika tengah marah.

"Jelasin! Gue ada salah apa sama lo? Kenapa tiba-tiba gini? Gue juga punya hati, lo nggak bisa giniin gue!" marahnya. Namun tetap tak sepenuhnya dengan nada amarah. Karena suaranya masih terdengar seperti tengah menahan sesuatu yang bergejolak dalam tubuhnya.

Lihat, bahkan panggilannya langsung berubah. Lo gue. Melodi tersenyum kecut.

"Pliss, gue mohon!" pintanya dengan sangat memohon. Lalu dengan keberanian yang hanya secuil, Ia mendongak. Menatap mantan kekasihnya itu dengan mata yang berkaca-kaca. Wajahnya memerah, menahan semua rasa yang ada dalam dirinya. Semua begitu menggebu-gebu. Rasa tak ingin melepas, rasa ingin memeluk, rasa ingin mencurahkan segala keluh kesah. Namun tidak. Ia tak boleh melakukan itu. Ini untuk kebaikannya. Mungkin ia egois karena hanya memikirkan dirinya sendiri. Tapi ini yang terbaik. Menurutnya.

Sang cowok yang melihat begitu berantakannya wajah cewek yang sangat ia sayangi dan cintai itu, melukai hatinya. Terlihat sangat rapuh. Mencoba ingin memeluk, namun segera ditepis kasar oleh sang empu. Ia tetap mempertahankan cekalannya. Lalu menatap intens cewek di depannya itu.

Membuang napas kasar, ia berkata, "Oke, kalo itu mau lo. Mungkin hati lo udah bukan milik gue. Gue terima. Nggak papa." Sang cewek langsung menatap mata sang cowok, yang kini tengah menatapnya juga, dengan mata teduhnya yang selalu menenangkannya dikala sedih dan rapuh. Cekalan di tangan yang tadinya sangat erat, kini mulai mengendur. Sampai akhirnya tangannya terlepas dari cekalan itu. Sekali lagi menatap cowok di hadapannya, begitu juga sang cowok. Mereka saling bertatapan.

"Makasi kak, gue harap, lo bisa nemuin cinta sejati lo yang sebenarnya. Lo pasti bisa nemuin orang yang lebih segalanya dari gue. Gue harap lo bahagia, dan ikhlas dengan permintaan gue." Setelah ucapan terakhirnya itu keluar dari mulutnya. Ia segera berlari dari taman tempat mereka biasa bertemu. Dan mungkin, ini terakhir kalinya. Namun Ia lega. Ia lega setelah memikirkan kejadian ini dari satu bulan yang lalu.

Cowok yang baru saja merasa seperti pengecut, yang tak mau memperjuangkan cintanya, kekasihnya. Ia menatap kepergian cewek yang masih ia cintai. Dia berlari keluar taman dengan kencangnya. Tanpa menoleh sebagai tanda perpisahan. Ia terduduk di kursi taman yang tadi ia singgahi. Tersenyum sinis.

***

To Be Continous

Huaa, gmn prolognya?? Kasih voment nya dongg😭

EffortOnde histórias criam vida. Descubra agora