Chapter 22 | Pergi

22.2K 1.8K 6
                                    

***

Happy Reading!

***

22. Pergi

Setelah pikir panjang akhirnya Lea memutuskan untuk melamar ke perusahaan Zayn setelah mengantarkan Aleya ke sekolah. Saat ini dia duduk di ruangan direktur perusahaan yang merupakan ruangan kerja Zayn. Lea mengamati sekitar ruangan yang luas dan berdesain sederhana. Namun, memanjakan mata.

"Jadi kamu saat ini bekerja sebagai guru privat seorang anak PAUD?" tanya Zayn.

"Iya."

"Kenapa kamu memilih bekerja seperti itu? Bukannya gadis lulusan terbaik kayak kamu gini gampang masuk ke perusahaan terkenal?"

"Karena menurut aku suatu mimpi harus dimulai dari yang kecil, aku dulu bermimpi jadi juru bicara presiden dan aku tahu, itu mimpi rada susah untuk di gapai, makanya aku pecah mimpi besar itu jadi beberapa mimpi-mimpi kecil yang bisa aku raih. Salah satunya ngajarin anak PAUD."

Zayn mengulas senyum. "Kamu ternyata nggak berubah yah, masih sama kayak dulu."

"Ck! Jangan bahas masa lalu. Bikin malu aja."

"Oke, nggak ada alasan yang logis buat nolak kamu di perusahaan kecil aku ini."

"Prettt! Kecil dari lobang sedotan kali!" cibir Lea.

Zayn terkekeh. "Kamu aku terima jadi sekertarisku."

"Eh seriusan? Tunggu deh! Kamu nggak nyuruh aku bangun pagi dan nyuruh aku datang ke rumah kamu buat nyiapin baju, sarapan dan semua perlengkapan kamu, 'kan?"

"Emangnya kamu mau?"

"NGGAK LAH, YA KALI."

"Yaudah berarti enggak, toh kamu di sini kerja jadi sekertarisku bukan pembantuku, Lea."

"Iya-iya, kirain kamu sama kayak direktur lain gitu."

"Kita saling kenal, kenapa raguin?"

"Iya ampun deh."

"Yaudah kamu boleh kerja mulai besok, ya."

"Siap!"

***

Saat ini misi Lea adalah meminta izin mengundurkan diri pada Kayla dan ini adalah yang paling berat di antara lainnya.

"Jadi kamu mau ngundurin diri jadi gurunya Aya? Kenapa?" tanya Kayla tak rela.

"Karena Lea pikir tugas Lea udah cukup sampai sini, Aya harus belajar dekat sama mamanya dan Lea juga harus menitik karir Lea di luar sana, nggak mungkin Lea terus-terusan stuck di sini. Karena Lea pengen maju, Tan."

"Tante nggak rela sebenarnya kamu mundur, Tante udah anggap kamu seperti putri Tante. Apalagi Aya udah dekat dan anggap kamu seperti mamanya, tapi tante paham kamu punya ambisi. Tante nggak bisa maksa kamu stay sama Aya, tapi Tante harap kamu bisa luangkan waktu untuk menemui dan bermain dengan Aya. Bisa, 'kan?"

"InsyaAllah bisa, Tan," ucap Lea.

"Yasudah, Tante udah kirim pesangon kamu di rekeningmu, ya. Jangan lupakan kami Lea." Kayla yang memeluk Lea.

"Nggak akan, nggak akan pernah."

Seusai dari rumah Kayla, Lea lanjut pergi ke rumah Aarav. Kebetulan Aarav hari ini pulang cepat dan dia yang menjemput Aleya dari sekolah.

"Mom!" sapa Aleya yang asik menonton serial kartun bersama Aarav.

Lea tersenyum pada Aleya.

"Mas Aarav, bisa bicara sebentar?" pinta Lea.

"Aya nonton sendiri bisa, 'kan? Papa mau bicara sama mom dulu," ujar Aarav yang dibalas anggukan kepala Aleya. Lea dan Aarav bicara di kamar Aleya.

"Ada apa? Apa yang mau kamu bicarakan," tanya Aarav.

"Aku mau pamit."

"Bentar, maksud kamu apa?"

"Aku udah minta izin mengundurkan diri jadi guru Aleya sama Tante Kayla dan dia setuju."

"Tapi kenapa? Maksud aku kenapa tiba-tiba?"

"Karena emang waktu aku di sini udah cukup, tugas aku sudah ada yang handle di sini. Aku nggak di perluin lagi,"

"Siapa bilang begitu? Apa karena ada Youra kamu jadi mikir gitu?"

"Ya."

"Tapi Aya butuh kamu."

"Aya bisa belajar nerima Mbak Youra jika aku pergi."

"Nggak, kamu kira anak itu mudah nerima orang asing?"

"Kamu juga mikir kalau Mbak Youra itu orang asing? Yang bener aja!"

"Tapi emang kenyataannya begitu,"

"Mbak Youra ibunya, mau ditanya seluruh dunia status Mbak Youra di hidup Aya semuanya akan bilang sama. Dia ibu Aya."

"Tapi dia nggak bisa jagain Aya sebaik kamu!"

"Nggak ada yang lebih baik daripada seorang ibu kandung mengurus putra-putrinya."

"Tapi—"

"Mas Aarav kenapa, sih? Kenapa Mas Aarav bersikap seolah nahan aku? Bukannya seharusnya Mas Aarav senang aku pergi. Nggak akan ada lagi gadis keras kepala yang maksa Mas Aarav move on, nggak ada!" emosi Lea pecah.

"Mas Aarav, bilang sendiri ke aku kalau aku harus mencari cinta lain. Mencari orang yang mencintai aku dan aku mulai hal itu dari sekarang, tapi kenapa Mas Aarav nahan aku?" lanjut Lea.

Aarav diam.

"Aku rasa Mas Aarav selalu bisu, terakhir kali aku minta penjelasan Mas Aarav juga bisu. Aku nggak bisa gini, Mas. aku perempuan mudah bawa perasaan dan Mas Aarav selalu mempermainkan perasaan aku. Aku capek, aku harap Mas Aarav bisa kembali dengan Mbak Youra dan menjadi keluarga utuh untuk Aya," ujar Lea sebelum kemudian pergi.

Kenapa aku sulit lepas Lea? batin Aarav.

Lea beralih ke Aleya, dia harus memberikan pengertian pada anak itu tentang semuanya. Lea tahu bahwa Aleya adalah anak cerdas, pasti dia akan paham dengan semua ini.

"Aya, dengerin Mom," kata Lea.

"Apa, Mom?"

"Aya kan anak Mom yang pintar, Aya harus paham semua perkataan Mom, ya."

Aleya mengangguk.

"Mom nggak bisa ajarin Aya lagi, mom nggak bisa 24 jam bersama Aya lagi."

"Kenapa? Aya ada salah sama mom?" tanya Aleya yang mulai berkaca-kaca.

"Enggak, Sayang. Mom cuma mau Aya kenal sama mama Aya."

"Mama Aya kan mom."

"Mom akan tetap jadi mom Aya, tapi mom nggak bisa jadi mama Aya. Karena mama Aya hanya ada satu yaitu Ante Yora."

"Tapi Aya maunya mom aja," tangis Aleya pecah.

"Aya nggak boleh nangis, nanti mom sedih."

"Mom jangan bilang kayak tadi."

"Aya harus bisa nerima Mama Yora, yah. kalau Aya nerima Mama Yora, Mom akan sangat senang sekali."

"Tapi mom jangan pergi."

"Mom harus pergi, tapi Mom nggak akan lupain Aya kok. Mom akan sering ke sini main sama Aya."

"Janji?"

"Janji."

***

The Soldier's Second Love |✓ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang