2nd Choice - Finding His Choice

174 13 4
                                    

Waktu sudah hampir menunjukkan tengah malam. Arjuna tiba di rumahnya dengan membawa serta Arsya agar Meidi bisa memberikannya ketenangan setelah apa yang baru saja terjadi.

"Aku takut sekali, Meidi." Rintih Arsya dengan tubuh sedikit gemetar.

Meidi menerima teh hangat yang sudah di buatkan oleh pekerja rumah lalu disimpannya di atas meja. Ia langsung memeluk erat tubuh Arsya berusaha menenangkan sambil sesekali mengelus pundaknya.

"Tenanglah, Arsya. Polisi sudah menangkap mereka semua. Kasus akan mudah ditangani karena mereka tertangkap tangan."

"Aku merasa bersalah karena mas Faisal datang kesana dan dia juga babak belur karena menolongku."

Arjuna yang baru kembali dari dapur setelah menyeruput teh hangatnya langsung menyahut, "dia pria yang kuat, Arsya. Kau tidak perlu khawatir. Asal kau tahu dia lebih hebat berkelahi di banding aku karena dia pernah menjadi ketua genk saat SMA."

Mendengar jawaban suami sahabatnya, Arsya langsung melirik dan menjawab, "kalau dia hebat berkelahi, kenapa tidak melawan mereka semua?"

"Faisal ingin kau melihat perjuangan yang dia lakukan untuk menyelamatkanmu." Arjuna menjawab dan setelahnya mengedipkan sebelah mata pada sang istri.

"Benarkan, sayang?" Tambahnya lagi.

Meidi tersenyum. "Pria memang punya cara sendiri untuk memperjuangkan wanitanya, Arsya. Jadi percaya saja apa yang suamiku katakan."

Saat Arsya merasa sedikit terhibur karena apa yang Arjuna dan Meidi katakan tentang Faisal, tiba-tiba deringan pada ponselnya berbunyi dan ia langsung mengangkatnya.

"..."

"Ya, selamat malam?"

"..."

Mendadak wajah Arsya berubah saat mendengar apa yang lawan bicaranya katakan, hingga kalimat duka cita terucap dari bibirnya. "Innalillahi wainna ilaihi roji'un.."

"..."

"Baik, saya akan kesana sekarang juga."

***

Tangis Arsya yang sempat hilang kini kembali pecah saat mendapati Galih sudah tak bernyawa di ruang UGD Rumah Sakit dengan kondisi kepala yang di penuhi darah karena terbentur batu saat hendak melarikan diri dari tangkapan polisi, kakinya juga berdarah karena sudah tertembak beberapa kali. Sungguh hal yang sangat memilukan.

Meski Galih tak pantas disebut ayah dan suami yang baik untuk keluarga, pria itu tetaplah ayah kandungnya. Arsya benar-benar merasa sedih sekaligus kehilangan saat ini.

Ambu Intan, Rasya dan Cindy berdiri tepat di samping Arsya. Mereka juga merasakan duka yang mendalam. Terlebih saat dokter menutup jasad Galih dengan kain putih. Arsya langsung berteriak, "Ayah..!" dan kembali menangis. Tubuhnya jatuh ke lantai setelah melihat bayang-bayang masa kecilnya dengan Galih. Tidak banyak kenangan manis, tapi kenangan menyakitkan pun bisa jadi sesuatu yang sangat ia rindukan kedepannya.

"Ambu.. Ambu?" Rasya terkejut dan langsung menggendong tubuh Ambunya yang pingsan saat ini. Wanita paruh baya itu mungkin mengalami syok yang amat sangat saat melihat pria yang dulu ia cintai telah pergi untuk selama-lamanya.

Tak lama dari di bawanya ambu Intan menggunakan brankar Rumah Sakit, Vani dan putranya Zidan bersama 3 orang polisi datang kemari dengan kondisi mengenaskan. Mata Vani terlihat membengkak karena terlalu banyak menangis selama di perjalanan, begitupun dengan wajah Zidan yang babak belur akibat pukulan yang disebabkan oleh 3 pengawal sang ayah.

"Galih, aku benar-benar kecewa saat mendengarmu menculik putrimu sendiri hanya karena uang. Tapi kenapa kau justru pergi sebelum meminta maaf atas semua kesalahanmu pada Intan dan putra putrinya, hah?!" Vani berteriak cukup teras sambil terus meneteskan air mata, ia terduduk di samping brankar Galih yang sebentar lagi di bawa untuk dimandikan.

2nd Choice (Sekuel Certainty Of love) | END ✅Where stories live. Discover now