Ending

230 20 16
                                    

3 hari sebelumnya

Deburan ombak menggulung pasir putih yang ada di tepian pantai, menghapus jejak kaki pria yang berjalan seorang diri tanpa alas kaki. Hembusan angin juga ikut membuat tiap helai rambutnya bergerak seolah-olah melambai minta ditemani. Siapa lagi kalau bukan Fahri. Setelah kepulangannya dari Paris untuk menyusul Bulan dan berniat melamar wanita itu namun lagi-lagi ia batalkan karena Faisal datang kesana dan menggagalkan segala rencana yang sudah ia atur sedemikian rupa, Fahri memilih untuk menginap di sebuah resort milih Rafi—ayah angkatnya alih-alih kembali ke rumah.

Fahri terus berjalan dengan kepala menunduk sambil mengingat percakapan terakhirnya dengan Bulan melalui telepon. Saat ia mendongakkan kepala untuk melihat sekitar, seorang wanita dengan kaos hitam ditutupi cardigan putih dan celana levis biru yang juga memakai topi rotan membuat Fahri sedikit memicingkan mata, "siapa wanita itu? Bukankah aku sudah menyewa tempat ini untuk satu hari penuh?" tanyanya sambil berjalan mendekat.

Saat sudah berada tepat di samping wanita yang ia lihat sebelumnya, Fahri tidak berniat untuk menegur atau bahkan memarahi. Ia justru menemani wanita yang tengah tersenyum sambil memerhatikan ombak yang membasahi kakinya.

"Jangan menjauhi orang-orang terdekatmu karena kecewa akan sesuatu."

Telinga Fahri langsung terbuka lebar saat mendengar suara wanita di sampingnya.

"Bulan?" tebaknya sambil menoleh memastikan tebakannya benar atau tidak.

Wanita itu membuka kaca mata hitam yang semula ia kenakan dan menaikkan sedikit topi rotannya agar lawan bicaranya dapat melihat siapa ia sebenarnya.

"Disaat kakakmu hanya bisa mengenal plat nomor mobilku, adiknya justru mengenal baik suaraku," ucapnya lagi yang kini sudah menoleh ke arah Fahri.

Fahri tertawa santai, tebakannya memang jarang sekali meleset. "Ku pikir apa yang kau ucapkan di telepon benar-benar nyata. Aku langsung terbang ke Paris tepat setelah menerima telepon darimu. Aku berniat menemui orang tuamu dan meminta izin untuk melamarmu."

"Ternyata, Faisal menyusulku ke sana dan ia justru menemuimu lebih dulu di banding aku."

"Lucu sekali, bukan? Aku selalu kalah cepat," tambah Fahri lagi.

Bulan tetap diam, ia tidak menjawab apapun yang Fahri ucapkan.

"Setidaknya, izinkan aku sekali saja untuk memiliki kenangan indah bersamamu. Sebelum kakakku Faisal benar-benar memilikimu seutuhnya."

Fahri berkata demikian karena ia tidak tahu sama sekali apa yang Bulan dan Faisal putuskan tentang hubungan mereka.

Sambil menampilkan baris giginya yang rapi, Bulan berjalan menjauh dan justru semakin menenggelamkan kakinya ke dalam air laut. "Sekali saja? Apa kau bercanda tentang ungkapan rasa sukamu padaku kala itu?"

Kalimat yang Bulan lontarkan sedikit ambigu dan tentu saja membuat Fahri bingung. "Apa maksudmu?"

Bulan yang semula memutar-mutar tubuhnya menikmati gulungan ombak dan semilir angin yang berpadu dengan matahari senja dari arah barat, kini kembali menatap Fahri sambil tersenyum manis.

"Aku menyukaimu. Karena itu aku memilihmu, Fahri."

Fahri tersenyum sinis. "Jangan bercanda karena aku sering membuat gurauan untuk membuatmu tertawa." Ia tidak terlalu tertarik dengan apa yang wanita itu katakan karena mungkin saja Bulan hanya bercanda. Sudah bisa di pastikan kalau Bulan akan memilih kakaknya Faisal, terlebih pria itu merupakan cinta pertamanya.

"Kau tidak percaya padaku? Apa aku terlihat membohongimu?" tanya Bulan sedikit berteriak karena berada agak jauh dari Fahri. Namun sekarang wanita itu kembali ke tepian pantai agar obrolan mereka terdengar lebih serius.

2nd Choice (Sekuel Certainty Of love) | END ✅Where stories live. Discover now