JUST SEAN | 14

1.4K 270 39
                                    

'Terkadang hal kejam yang dilakukan seseorang, memiliki alasan yang besar. Alasan yang tak akan mampu dimengerti oleh siapa pun.'

🍥 🍥 🍥

[Rasa?]

Nayla berjalan bersama Jenni dan Tata sambil berbincang membicarakan semalam. Jenni dan Tata mencemaskan itu, tapi Nayla meyakinkan mereka bahwa dirinya tak apa-apa.

Nayla melirik Fino yang hendak memasuki sekolah.

"Kak Fino!!" Nayla berlari menghampiri Fino. "Kalian duluan aja." Pesannya pada Jenni dan Tata yang kebingungan.

"Kenapa, Nay?"

Nayla menggigit bibir bawahnya. Ia melirik ke dalam ruang ganti pria yang pintunya terbuka dan menampilkan Sean yang tengah membuka lokernya.

"Nayla boleh minta tolong?"

£££

"Tadi malem lo kenapa pulang duluan?" Fino membuka lokernya yang berada bersebrangan dengan loker Sean.

"Ada urusan." Sean memasukan baju olahraganya ke dalam lokernya.

"Nayla?"

Sean tak menjawab karna ia tahu Fino tahu jawabannya.

"Gue penasaran deh. Lo sebenernya ada perasaan yang kayak.. em, cinta misalnya? Atau cuma karna lo punya amanah dari Bokapnya Nayla buat jaga dia dan karna udah temenan dari kecil juga atau gimana?" Tanya Fino sambil melirik ke arah pintu. Disana ada Nayla yang menguping.

Tanpa Fino sadari, Sean ikut melirik kesana. Sean melihat sepatu Nayla yang ia kenali disela pintu. Sean membuang nafasnya. Pasti Nayla yang menyuruh Fino.

"Gue gak cinta sama dia. Cuma bantu Bokapnya aja." Sean menutup pintu loker kasar lalu keluar melewati Nayla pura-pura tak tahu ada gadis itu disana.

Fino menggaruk tengkunya tak enak. Padahal bukan ia yang bicara kasar barusan, tapi dirinya tetap merasa tak enak pada Nayla yang kini tengah terpaku disana.

£££

Sean memasuki kelas Nayla. Kelas sangat sepi karna semua murid tengah berolahraga, dan Nayla memang berhenti mengikuti pelajaran itu untuk saat ini karna penyakitnya.

Sean menaruh sebuah plastik dimeja gadis itu. "Obat lo." Lalu Sean pergi.

"Disuruh Papih?" Tanya Nayla tanpa ekspresi.

Sean berhenti melangkah. Ia hanya mengiyakan dengan sebuah dehaman.

"Nayla pikir Sean ada perasaan sama Nayla, makanya Sean lakuin semua ini. Ternyata, Sean cuma ngehargain Papih Nayla?"

Sean diam. Tapi tak lama ia mengangguk. "Iya. Emang cuma itu alesannya. Jadi lo jangan pernah berharap gue suka sama lo." Sean pergi.

Nayla berlari menahan Sean dengan merentangkan kedua tangannya menghalangi jalan pria itu.

"Gak mungkin. 11 tahun Sean jagain Nayla. Gak mungkin Sean gak pernah sedikitpun punya rasa sama Nayla." Kekeuh Nayla yang sudah mulai menangis.

"Rasa? Justru gue muak sama lo." Tandasnya lalu pergi. Kali ini Nayla tak menahannya.

"Seharusnya kalo dari awal Sean gak suka, gausah lakuin semua ini!" Nayla mengambil obat yang ada di atas meja itu lalu melemparnya ke punggung Sean. Membuat pria itu menghentikan langkahnya terdiam.

"Selama ini Sean cuma tarik ulur perasaan Nayla! Sean pikir seru?! Harusnya dari awal Sean kayak gini aja. Jadi Nayla gak perlu suka sama cowok brengsek kayak Sean! Supaya Nayla benci sama Sean! Kenapa baru sekarang?!" Teriak Nayla mengeluarkan semua rasa sakitnya.

Sean terpaku. Pria itu menelan salivanya. "Urus diri lo sendiri mulai sekarang." Sean keluar dari kelas Nayla. Meninggalkan Nayla yang sudah menangis terisak.

Saat Sean baru keluar kelas--

Buagh!

Sebuah pukulan mentah menghantam pipi kirinya. Sean menatap pria yang baru saja memukulnya.

Brayen.

"Liat? Lo cuma pengecut yang selalu bikin Nayla nangis." Tandas Brayen.

Buagh!

Sean balik menonjok Brayen. "Iya. Gue emang pengecut. Jadi, gue minta lo jaga Nayla. Lo lebih pantes jaga dia." Ujarnya lalu melewati Brayen.

Brayen menatap kepergian Sean. Ada apa dengan pria itu? Barusan Sean menyerahkan Nayla begitu saja untuknya?

£££

Fino berlari memasuki kelas. "Sean!"

Sean yang tengah memandangi sebuah kertas kini menatap Fino.

"Gawat, Se! Nayla kambuh! Dia di uks sekarang!"

Sean bangkit. Tapi saat mendengar ucapan Fino selanjutnya, "Ada Brayen juga disana. Mereka deket lagi, ya?" Sean kembali duduk.

"Loh, lo gak kesana? Padahal gue yakin, Nayla jadi kayak gini karna lo, kan?" Ujar Fino lalu menutup mulutnya kelepasan.

Sean membuang nafasnya. "Bukan urusan lo."

Tak sengaja Fino membaca kertas yang tengah dipegang Sean itu.

"Universitas harvard? L-Lo mau ke kuliah di Amrik?"

Sean meremas kertas itu lalu melemparnya ke kolong mejanya. Ia bangkit lalu pergi meninggalkan kelas.

Fino membuang nafasnya. Ia jadi paham kenapa Sean begini.

JUST SEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang