JUST SEAN | 20

683 126 14
                                    

Sudah lewat empat tahun, Nayla dan Sean berkontak dengan hanya video call dan telfonan, kini saatnya Sean pulang.

Soal Brayen, pria itu mengikhlaskan Nayla. Dari awal ia sudah tak tega membiarkan Nayla terpaksa menjadi kekasihnya. Walaupun begitu Brayen acuh dengan hati Nayla. Maka saat itu juga, pria itu melepaskan Nayla untuk bahagia bersama orang yang dicintainya, Sean.

Ah ya, ponsel Sean hilang dan bahkan ia tak mengingat nomor Papa, Mamanya dan Nayla untuk dihubungi di ponsel barunya. Bahkan sosial media Nayla pun tak aktif, sedangkan Papa dan Mamanya tak memakai sosial media sehingga ia tak dapat mengabari mereka selama 2 bulan terakhir.

Seakan rindu sangat mencekiknya, kini ia tersenyum lebar akan menemui Nayla dan Orang Tuanya.

£££

"Assalamualaikum, Sean pulang, Pa, Ma."

Sepi?

Sean ingin segera ke rumah Nayla, tapi ia harus bertemu dengan Orang Tuanya dahulu.

Sean memutuskan untuk menunggu disofa sambil menonton televisi.

Beberapa jam kemudian Sean mengerjapkan matanya.

Loh? Gue ketiduran.

Sean pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Saat kembali ke ruang tamu, ia terkejut melihat Mamanya yang tengah menangis dipeluk oleh Papanya di bangku sofa.

"Pa? Ma? Kenapa?" Khawatir Sean mendekati mereka yang terkejut melihat kehadiran Sean.

Mereka berdua langsung bangkit. "Sean, kamu kenapa gak bisa dihubungin?!" Cemas wanita paruh baya itu.

"Handphone Sean ilang,"

"Sekarang kamu ke rumah sakit, Nayla dirawat selama dua bulan terakhir. Dan satu bulan terakhir ini dia gak sadarin diri. Besok adalah hari pelepasan alat bantu nafasnya kalau malam ini dia gak sadar.." ujar Papanya susah payah lalu tanpa disadari air mata mengalir dipipinya. Bagaimanapun Nayla sudah seperti anaknya sendiri.

Sean mematung.

Makanya akun sosial media Nayla tak aktif selama dua bulan terakhir ini?

Kenapa juga ponselnya harus hilang tepat saat itu, shit!

Sean mengambil kunci motornya diatas nakas lalu langsung bergegas cepat menuju rumah sakit.

£££

Sean berlari mengitari koridor rumah sakit. Persetan dengan beberapa orang yang tak sengaja tertabrak olehnya. Kini ia tak memikirkan apapun selain Nayla.

"Nay, please.. Bertahan, Nay.." gumamnya menahan air matanya. Untuk kesekian kalinya, ia menangis.

Sampai. Ruangan yang diberi tahukan oleh Papanya.

"Sean!" Pekik Jenni yang terlihat dengan matanya yang bengkak, disampingnya ada Tata dan Bi Aci yang masih menangis tersedu-sedu.

"Be-Besok.. Nay-Nayla udah gak sama kita lagi.." lirih Jenni sambil sesegukan.

Sean menggeleng. "Enggak. Malam ini, Nayla akan bangun. Lo jangan pernah mikir Nayla selemah itu!" Tandas Sean tak menerima. Ia tak bisa menahan tangisnya lagi.

"Gue harus masuk. Dimana Om Geral?" Tanya Sean gemetaran.

"Om Geral tadi pingsan pas dokter bilang Nayla udah gak bisa bertahan tanpa alat nafasnya, hiks.. Dia lagi dirawat dikamar sebelah.."

Sean memasuki kamar rawat Nayla. Bunyi monitor terdengar sangat keras disini. Membuat Sean semakin tersadar bahwa ini memang nyata.

Gadis yang selalu ada disampingnya, yang selalu memeluk erat dirinya tak perduli apapun, bahkan selalu mencintainya kini terbaring lemah dihadapannya.

"Nay, youre not miss me? Hey, aku pulang." Sean mengelus pipi Nayla, hatinya terasa ngilu merasakan betapa dinginnya pipi ini. "Aku kelamaan, ya?" Shit, Sean tak bisa menahan air matanya. Persetan orang menyebut ia pria lemah. Toh, memang Nayla kelemahannya.

"Aku harus gimana biar kamu bangun?" Sean mengusap air matanya. "Aku bawa pesenan kamu, loh. Coklat hershey's dari Amrik, kamu pernah minta itukan?" Sean terkekeh pilu. "Nay.." Sungguh Sean tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Hatinya begitu sakit melihat Nayla terkulai lemas diranjang putih ini. Dan apa? Besok mereka akan mencabut alat bantu Nayla ini? Gila. Sean bisa hancurkan rumah sakit ini.

Sean bangkit. Pria itu keluar dari ruangan menutup pintu dengan kasar.

"Seann lo mau kemana?!" Pekik Jenni melihat Sean terlihat akan pergi. Disaat ia terlihat kacau seperti itu? Sean tidak akan macam-macamkan? Itu yang yang ada dipikiran gadis itu.

"Besok subuh gue kesini. Kalo sampe alat yang bantu nafas Nayla dicabut, gue bakar nih rumah sakit." Sean pergi meninggalkan Jenni, Tata dan Bi Aci yang sudah tercengang mendengar itu.

JUST SEANWhere stories live. Discover now