JUST SEAN | 16

1.4K 263 43
                                    

'Berusaha mencintai seseorang yang tak kita cintai, bahkan lebih sulit daripada mengucapkan sebuah kata maaf.'

  🍥 🍥 🍥

[Jauh]

Sudah dua hari berlalu tanpa sapa gurau lagi dengan Sean.  Kini Nayla selalu mencoba tak memperdulikan Sean. Bahkan saat tak sengaja bertemu pun Nayla berpura-pura tak melihat.

Nayla melirik seseorang dihadapannya yang tengah makan bersamanya dikantin. Brayen. Ada Jenni dan Tata juga kursi disebelah kanan dan kirinya. Harusnya Nayla bahagia. Orang yang sangat mencintainya dengan tulus dan sudah pasti tak akan menyakitinya ada disini bersamaan dengan kedua sahabat yang ia sayangi. Harusnya ini sudah lengkap kan? Tapi kenapa rasanya tidak. Anggaplah Nayla serakah bila mengharapkan seseorang lagi.

Sebuah siomay melompat saat Nayla memotong asal siomaynya sambil melamun.

Brayen langsung sigap mengambil tisu membersihkan tangan Nayla yang terkena bumbu siomay tersebut.

Jenni dan Tata hanya berdeham bagaikan nyamuk.

Nayla menatap wajah Brayen yang masih serius membersihkan tangannya.

Ada orang yang sebaik ini, Nay. Kamu harus buka hati. Gak boleh nyakitin cowok sebaik Brayen. Ayo, Nay. Kamu bisa.

Nayla membuang nafasnya.  Sejak ia mengajak Brayen pacaran. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk mencoba mencintai pria di hadapannya ini. Dan Nayla akan berusaha.

£££

"Nayla, makan sayang." Teriak Geral memanggil Nayla dari lantai bawah.

Nayla segera menuruni anak tangga menuju ruang makan. Ia duduk di samping Ayahnya lalu langsung mengambil sendok karna makanan sudah disiapkan lengkap di atas meja oleh asisten rumah tangganya.

"Kamu kok pake baju santai gini?" Tanya Geral heran.

"Emang biasanya Nayla gini'kan, Pih, kalo di rumah? Papih gak lupa'kan kalo ini hari Minggu?" Nayla jadi ikut bingung.

"Bukan, loh. Kamu gak anterin Sean ke bandara? Hari ini'kan dia ke Amriknya?" Ujar Geral yang terlihat tak dipercayai Nayla.

"Maksud Papih apa sih? Nayla gak ngerti." Nayla melanjutkan makannya acuh.

"Emangnya kamu gatau? Kamu taukan, Sean akan kuliah di Amrik nanti kelulusan? Hari ini dia mau beli apart disana sama Om Dani dan Tante Ismi sekalian cek universitasnya. Jangan bilang kalian berantem?" Tanya Geral mulai curiga.

Nayla terdiam. Bisa-bisanya Sean akan kuliah keluar negri tapi tak memberi tahu Nayla sedikit pun. Ya memang, sekarang mereka tak memiliki hubungan apapun. Tapi Nayla yakin Sean sudah merencanakan ini jauh sebelum mereka jauh seperti ini.

"Loh, jangan nangis sayang.." Geral memeluk putrinya yang sudah terisak itu. Tak bisa munafik, Nayla sangat sedih sekarang.

"Sean jahat, Pih. Dia gak pernah cerita sama, Nay.., hiks," lirihnya ditengah isakan.

Geral mengelus punggung putrinya sayang. "Pasti ada alasannya kenapa Sean kayak gitu, sayang.. Biarin Sean terusin pendidikannya dimana pun. Nayla kan sayang sama Sean, Nayla harus dukung semua proses yang Sean mau untuk gapai cita-citanya. Nayla juga disini fokus sama pendidikan Nayla, nanti kalau udah lulus, Nayla boleh kuliah diluar negri sama Sean Papah juga akan ikut kamu keluar negri." Ujar Geral yang berhasil membuat Nayla berhenti menangis.

"Papih janji?" Tanya Nayla mendongak melirik Ayahnya. Geral langsung mengangguk cepat dengan senyumnya.

£££

Pukul sudah menunjukan siang bolong. Karna terlalu banyak berpikir. Nayla memutuskan untuk tidur saja.

Nayla merebahkan tubuh mungilnya di king size kebesarannya itu. Ia menyalakan ponselnya. Tangannya gatal sekali ingin menelpon Sean.

Tapi ia sadar. Kini hubungannya bukan siapa-siapa lagi selain orang asing yang hanya pernah saling mengenal. Karna sejak awal, hanya Nayla yang mencintai Sean dan menganggap hubungan mereka spesial.

Nayla menaruh ponselnya di nakas lalu memeluk gulingnya mencari posisi yang nyaman untuk tidur walaupun bukan posisinya yang tak nyaman yang membuatnya tak bisa tidur. Tapi kondisi pikirannya lah yang penuh dengan Sean.

£££

Ponsel Nayla terus-terusan berdering membuat Nayla yang baru saja keluar dari kamar mandi setelah mencuci wajah mendengus.

Ia mengambil ponselnya. Tertera nama Tata disana.

"Halo, kenapa, Ta?"

Terdengar suara musik yang sepertinya berasal dari cafe diujung sana. "Gue sama Jenni di cafe biasa. Lo kesini buruan,"

"Aduh, Nayla lagi males banget keluar nih, Ta. Kalian aja deh, ya?"

"Lagi ada sesuatu lo, ya? Kenapa? Suara lo kayak ada masalah gitu?"  Suara Jenni tiba-tiba yang ambil alih.

Nayla terlihat tak bisa menjawab. Mereka memang selalu paham situasi hati Nayla.

"Fix. Lo wajib kesini. Gak boleh galau sendirian! Gue tunggu. Bye."  Pekik Tata lalu langsung mematikan ponsel begitu saja.

Nayla membuang nafasnya.

Entah kenapa ia teringat Sean. Apakah pria itu sudah menemukan apartemen untuknya? Atau sedang makan malam? Atau--

Memikirkannya juga?

Tuk!

Nayla mengetuk keningnya sendiri dengan ponsel. Bisa-bisanya ia percaya diri seperti itu. Mana mungkin Sean memikirkannya.

Nayla menaruh ponselnya bersiap-siap untuk pergi.

£££

"Duh, mereka dimana, sih. Kok gak di meja biasa." Nayla membuka ponselnya hendak menghubungi Tata atau Jenni. Tapi tiba-tiba sebuah pesan masuk dari Jenni.

Dari : Jenjen🐻🤎

Kita gak dimeja biasa, Nay. Lantai 2 yaw.

Nayla mengerutkan keningnya heran. Mereka kan biasa dilantai satu karna kursinya pas untuk bertiga? Di lantai dua bukannya disediakan sofa besar seperti untuk 5 orang lebih?

Saat menaiki tangga Tata memanggilnya. "Disini, Nay!"

Nayla langsung menghampiri mereka. Alis Nayla bertaut bingung melihat ramai sekali disini. Ada Maretta, Bara dan juga anggota basket dan cheers lain yang tak Nayla kenal. Nayla melihat ke sebelah lagi. Fino. Ada Fino?! Refleks Nayla melihat seorang lagi yang duduk membelakanginya.

Jantung Nayla terasa berhenti saat melihat Sean disana yang tengah serius memainkan ponselnya.

Situasi macam apa ini?

JUST SEANWhere stories live. Discover now