13. Semanis Gula Jawa

15.1K 626 18
                                    

Setelah ciuman itu aku tidak bisa tertidur. Rasanya masih tertinggal dan terbayang-bayang dipikiranku. Bagaimana Mas Gray mencium bibirku  dengan penuh kelembutan. Membayangkannya saja membuatku terus menahan tawa. Berguling-guling tidak jelas diatas ranjang. Sampai lupa kalau aku sedang menstruasi saat ini.

Aku tidak akan bisa tertidur sampai pagi. Mas Gray sukses membuatku jadi gila sendiri. Jadi begini, ya rasanya berciuman. Efeknya bikin susah tidur, jantung berdebar, badan terasa panas, terus senyum-senyum nggak jelas sendirian.

Saat lagi enak-enaknya guling-gulingan di ranjang, Mas Gray mengetuk pintu kamarku. Sontak aku kaget dan keblabasan berguling hingga jatuh ke lantai.

"Sial! Sakit perut gue!" rengekku kesakitan.

Mas Gray langsung masuk kedalam kamarku tanpa ijin karena mendengarkan aku jatuh kesakitan. Darah menstruasiku bocor ke kemana-mana.

"Ya Allah, Ayana sayang. Bagaimana bisa terjadi?" Mas Gray membantuku untuk bangun berdiri.

"Maaf Mas, aku orangnya hiperaktif," ucapku. Mas Gray menggeleng melihat tingkahku yang super abstrak setelah diciumnya. Aku jadi malu sendiri, kan.

"Apakah sakit?" tanya Mas Gray. Aku mengangguk manja.

"Perut aku cuma keram. Mas Gray tolong ambilin softex di dalam tas aku, dong," pintaku.

Mas Gray segera mengambilkan softex untukku dan membantuku untuk berjalan ke kamar mandi. Karena kamar mandinya berada di lantai bawah. Mas Gray kelihatan khawatir banget. Dia bahkan sampai nungguin aku selesai ganti softex.

"Mas Gray besok puasa, 'kan? Emang ada makanan buat sahur? Ini udah jam 2. Nggak sekalian sahur. Biar aku masakin kalo Mas Gray mau, sih," ucapku menawarkan diri. Sekalian buat membalas kebaikan Mas Gray selama ini. Lagipula keram di perutku udah agak mendingan.

Mas Gray malah menggeleng, "tidak perlu. Kau istirahat saja. Nanti perutmu sakit lagi."

"Aku baik-baik aja. Biasalah namanya cewek keram perut pas lagi menstruasi. Mas Gray nggak usah khawatir," tuturku menyakinkannya kalau aku memang baik-baik saja.

Mas Gray menangkup wajahku. Menatapku dengan tatapan yang sulit untukku artikan. Namun pada akhirnya Mas Gray malah tersenyum sangat manis kepadaku. Semanis gula jawa.

"Masak yang enak, ya." rambutku diacak-acak oleh Mas Gray. Lalu ia mencium keningku lembut. Aduh, hatiku melayang. Ini baru hari kedua kita sah sebagai suami istri, tapi rasanya aku pengen terbang terus. Gimana hari-hariku selanjutnya.

"Siap, bos! Tungguin, ya." Mas Gray mengangguk dan menunggu sambil memilih-milih film yang akan dia tonton di Netflix.

Karena jarak dapur dan ruang tamu sangat dekat aku bisa melihat apa yang ditonton oleh Mas Gray dari layar laptopnya. Sesekali aku juga mencuri pandang untuk ikut menonton filmnya sambil memasak.

Kali ini aku akan masak yang mudah ajalah, ya. Masak ayam goreng dan sambal tomat. Sayurnya sayur asem. Aku tidak menyangka Mas Gray udah nyiapin banyak bahan masakan di kulkas. Udah lengkap. Bahkan ada cemilan-cemilan kesukaanku juga disini. Mas Gray memang penuh kejutan.

Pas sekali film yang ditonton Mas Gray selesai, masakanku juga sudah matang. Sekarang sudah jam setengah 4. Jadi aku selama satu setengah jam aku masak. Cukup lama juga. Nggak papalah yang penting hasilnya enak.

"Mas Gray udah siap! Silakan dicicipi."

Saat Mas Gray mencicipi makanan buatanku, aku harap-harap cemas takut masakannya nggak enak. Soalnya suamiku kerjaannya chef. Berasa ikut MasterChef tahu nggak.

"Gimana rasanya?" tanyaku penasaran.

"Sayurnya sedikit asin, tapi tidak apa-apa. Aku suka sambel tomatnya. Ayo makan bersama," jawab Mas Gray lalu mengambilkan piring dan nasi untukku. Aku merasa sangat senang Mas Gray suka masakanku. Walaupun rasanya sedikit asin.

Kita berdua makan bersama untuk kedua kalinya. Mas Gray nggak sekaku yang aku pikirkan selama ini. Jika sudah nyaman dengan seseorang, dia terus bercerita tanpa henti. Dan aku menjadi pendengar setia yang baik. Sambil sesekali menimpali ucapannya.

"Jadi selama 17 tahun ini, Mas Gray tinggal Amerika?" tanyaku sambil menyuapkan sesendok makanan ke mulutku.

"Bisa dibilang begitu. Aku sering berkeliling ke berbagai negara juga. Mencari makanan-makanan unik yang belum pernah aku coba. Namun selama setahun terakhir ini, aku terjebak di Indonesia," jawab Mas Gray.

"Pasti karena Corona, ya. Emang ini virus kagak jelas suka nyusahin orang-orang. Kasihan banyak orang yang nggak bisa kemana-mana," ucapku menjadi kesal sendiri.

"Bukan karena itu," sangkal Mas Gray. Tangannya terulur untuk menyentuh bibirku. Mengelapnya bibirku yang berminyak dengan ibu jarinya.

"Itu karena dirimu, Ayana. Sudah waktunya aku kembali ke peraduanku. Yaitu, kamu."

Tolong cekek, aku saat ini juga.

***

Nggak kerasa besok udah mau hari Raya Idul Fitri. Aku nggak bisa pulang ke rumah ayah dan bunda karena jaraknya jauh. Selain itu kasus Corona juga makin banyak di Indonesia. Lebih baik Idul Fitri tahun ini di rumah aja. Bersama suami gantengku. Uluh-uluh ganteng katanya. Emang iya, sih.

Malam takbiran aku buat nastar selai nanas buat cemilan besok. Ada yang kurang kalau nggak ada nastar saat Idul Fitri. Biasanya malam takbir aku buat bareng bunda, kali ini aku buat bareng Mas Gray.

Enaknya punya suami kerjaannya jadi Chef, aku nggak terlalu capek-capek masak. Hampir semuanya Mas Gray yang buat. Awalnya aku pengen bantuin tapi malah dilarang. Katanya dia bisa masak sendiri. Huh! Mentang-mentang jadi chef.

"Mas Gray nggak capek? Aku bisa bantuin bikin adonan lho," tanyaku menawarkan bantuan.

"Sudah menjadi pekerjaanku, Ayana. Memasak memberiku kesenangan tersendiri," jawab Mas Gray sambil membuat adonan.

"Baiklah, kalau Mas Gray nggak keberatan. Sekalian besok buatin aku buat opor ayam, ya. Kangen opor ayam buatan bunda," pintaku sama Mas Gray. Lumayan punya suami jago masak, bisa disuruh-suruh bantuin masak.

Namun Om Gray malah mengoleskan mentega di hidungku. "Loh, kok ..."

"Mentang-mentang Mas Gray bisa masak kamu minta dimasakin ini itu, ya," ucap Mas Gray gemas. Lalu mencubit kedua pipiku. Akhirnya wajahku cemong dengan tepung.

"Akh! Mas Gray jahil banget, sih!"

"Kau terlihat lucu saat marah," ucapnya.

Tentu saja aku nggak mau kalah. Aku mau balas dendam. Aku ambil banyak tepung lalu menyuruh Mas Gray untuk mendekat. "Sini-sini! Mas Gray agak mendekat!"

Mas Gray seperti tahu rencana pembalasanku. Sebelum aku mengoles tepung diwajahnya, Mas Gray terlebih dahulu mencium bibirku. Akhirnya aku malah terdiam membisu karenanya.

Hingga dering telepon Mas Gray memberhentikan ciuman kita. Aku merasa sangat canggung setelahnya. Mas Gray tersenyum tipis lalu ijin untuk mengangkat teleponnya.

"Aku angkat teleponnya, ya. Jangan ngambek." Mas Gray mengacak-acak rambutku lalu beranjak pergi.

Mas Gray emang paling bisa buatku berantakan. Perut mules, dada berdebar-debar, mulut membisu. Kalau dirasakan dalam jangka yang panjang, sangat baik untuk kesehatan.

 Kalau dirasakan dalam jangka yang panjang, sangat baik untuk kesehatan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jangan lupa untuk selalu Vote dan Komentar, ya.

Aduh, Om!Where stories live. Discover now