15. Selangkah Lebih Dekat

25.1K 618 13
                                    

Lebaran pertama tanpa ayah dan bunda. Rasanya berat sekali. Biasanya bunda bangunin aku buat mandi keramas subuh-subuh. Ayah yang udah berangkat ke masjid ninggalin aku dan bunda.

Dulu setelah sholat Ied kita pergi silaturahmi ke rumah tetangga sekompleks. Sorenya berangkat ke rumah nenek di Yogyakarta. Menginap disana selama beberapa hari. Berkumpul dengan keluarga besar. Ah, aku kangen masa-masa itu.

Tanpa sadar aku menangis dibalik selimutku sembari mendengarkan suara takbir hari raya. Ya Allah, aku rindu masa-masa lebaran yang dulu. Lebaran tahun ini sangat begitu berbeda. Suasana yang baru dan orang baru dihidupku.

Tiba-tiba selimutku tersingkap. Aku langsung menghapus air mataku cepat. Mas Gray mengangetkan saja. Jangan sampai dia tahu aku menangis. Aku tidak ingin merasa dikasihani.

"Kamu sudah bangun, sayang?" Mas Gray bertanya. Membelai lembut kepalaku. Aku pura-pura menguap karena mengantuk. Padahal aku baru saja menangis.

"Mas Gray udah bangun. Masih jam setelah lima subuh lho." Aku bangun dari tidurku. Mas Gray menyentuh wajahku. Menghapus air mataku yang masih tersisa.

"Kau menangis, Ayana." Aku menggeleng menyangkalnya.

"Enggak, kok. Cuma tadi aku tidur ngiler," tampikku walaupun aku sudah sangka Mas Gray pasti tahu aku berbohong.

"Kau merindukan keluargamu?" Raut wajahku langsung berubah. Aku tiba-tiba ingin menangis.

"Jangan ditahan. Aku tahu kau merindukan keluargamu. Sini mendekatlah kepadaku." Mas Gray membuka kedua tangannya. Seakan memintaku untuk mencurahkan kesedihanku didalam pelukannya.

Aku mengangguk dan menangis di pelukannya. Untuk pertama kalinya aku menangis sesenggukan didepan orang lain. Yang tidak lain adalah suamiku sendiri. Mas Gray mengelus-elus punggungku. Menenangkan tangisanku sebisanya.

Saat tangisanku berhenti dan perasaanku terasa lebih baik, aku lepaskan pelukan hangat Mas Gray. "Sudah agak mendingan?"

Aku mengangguk. "Terima kasih, Mas. Aku mau mandi wajib dulu. Sepertinya tamu bulananku kali ini cepat perginya."

Mas Gray mencium keningku lembut. Lalu aku segera meraih handuk dan berlari kecil ke kamar mandi. Jantungku berdegup dengan sangat kencang. Bagaimana bisa aku menangis di pelukan Mas Gray. Rasanya aku ingin melakukannya sekali lagi. Pelukannya sangat nyaman.

Tiba-tiba aku teringat kejadian semalam antara aku dan Mas Gray yang lumayan intens. Aku sudah menunjukkan buah dadaku kepada Mas Gray. Sontak aku langsung menyilangkan tanganku didepan dada.

"Oh, no! Aku udah nggak suci. Remasannya Mas Gray masih membekas," gumamku lirih sambil memutar kejadian semalam.

Sebelum otak mesumku kambuh karena Mas Gray, aku segera mandi wajib karena masa menstruasiku sudah selesai dengan cepat bulan ini. Memang jadwal menstruasiku belum teratur. Pernah aku tidak menstruasi selama dua bulan. Atau terkadang tanggalnya yang selalu mundur. Namun aku tidak khawatir tentang hal itu, remaja sepertiku memang hormonnya belum stabil. Jadi wajar jika menstruasiku belum teratur.

***

Syukurlah tahun ini aku bisa melaksanakan solat Ied Idul Fitri, walaupun hanya berdua dengan suamiku, Mas Gray. Kasus COVID-19 yang semakin meningkat membuatku tidak bisa melaksanakan sholat Ied di masjid kali ini.

Aku raih tangan Mas Gray dan mencium punggung tangannya. Mas Gray terlihat sedikit kaget dengan sikapku. Baru kali ini Mas Gray jadi imam sholatku.

"Mohon maaf lahir batin, ya Mas. Kalau Ayana ada salah mohon dimaafkan," ucapku tulus.

"Aku juga meminta maaf kepadamu atas semua kesalahanku. Aku merasa sangat bersalah namun ...." Mas Gray tampak berhenti sejenak. Menangkup wajahku, menatap mataku dengan tulus.

"Aku mencintaimu, Ayana," imbuh Mas Gray mencium keningku agak lama.

"Aku harap kau juga mencintaiku." Aku tidak bisa berkata-kata. Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal dan hanya tersenyum saja. Lalu suasana jadi agak canggung. Aku segera melepas mukenaku dan ijin pergi dulu ke kamar.

"Aku ke kamar dulu, ya Mas."

"B-baiklah. Jangan terlalu lama di dalam kamar. Aku tunggu di meja makan. Kita makan bersama." Aku mengangguk dan pergi ke kamar. Mengatur detak jantungku yang berdetak tidak karuan untuk kesekian kalinya. Sikap manis Mas Gray memang sangat berbahaya bagi kesehatan jantungku.

Setelah sarapan opor ayam buatan Mas Gray tentunya aku langsung menghubungi ayah dan bunda. Meminta maaf atas kesalahanku selama ini. Dosaku sudah terlalu banyak kepada ayah dan bunda.

Namun saat video call tersambung ke keluarga besar, aku langsung memutuskan sambungan video callnya. Aku takut keluarga besarku yang lain tahu aku telah menikah. Pernikahanku ini memang tidak ada yang tahu. Bahkan keluar besarku yang ada di Yogyakarta.

"Kenapa?" tanya Mas Gray.

"Keluarga besarku tidak ada yang tahu kalau kita menikah. Lebih baik mereka tidak usah tahu sampai aku lulus SMA," jawabku.

Mas Gray mengangguk setuju. Lalu aku memiliki ide untuk menghubungi keluarga Mas Gray saja. Lagipula aku belum pernah bertemu orang tua Mas Gray. Hanya bertemu adiknya, itupun Ricky kerjanya dengan ayahku di warung pecel lele.

Kalau dipikir-pikir aneh memang, kenapa Ricky bekerja di warung pecel lele, padahal kakaknya Mas Gray kaya raya. Seharusnya Ricky bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari seorang manager warung pecel lele.

"Telepon orang tua Mas Gray aja gimana? Atau enggak Ricky. Dia kan keluarga Mas Gray juga," usulku namun Mas Gray menolak.

"Tidak perlu. Kedua orang tuaku sibuk dengan bisnisnya di India. Mereka tidak akan pernah menjawab teleponku. Ricky sebenarnya bukan saudara kandungku. Dia hanya sepupu jauh yang sudah aku anggap sebagai adik kandungku sendiri. Karena aku anak tunggal."

Aku mengangguk mengerti. Berarti Ricky bukan adik kandung rupanya. Lalu aku kembali bertanya kepada Mas Gray. Rasanya aku ingin terus mengulik kehidupan Mas Gray selama ini. Aku menikah dengan Mas Gray dengan cepat tanpa bisa mengenalnya lebih jauh."Tapi kedua orang tua Mas Gray tahu kita menikah 'kan?"

Mas Gray menggeleng. Aku cukup kaget dengan jawab Mas Gray. "Bagaimana bisa?" Aku masih tidak percaya. Pantas saja Mas Gray hanya mengundang Ricky saja di pernikahan kita.

"Kedua orang tuaku sangat sibuk. Kalaupun aku memberitahu mereka aku akan segera menikah, mereka tidak akan bisa datang ke Indonesia. Bandara juga masih di tutup. Kau tidak perlu khawatir, jika ada waktu yang tepat aku akan mengenalkanmu dengan kedua orangtuaku. Memperkenalkanmu sebagai istriku," tutur Mas Gray lalu menggenggam tanganku. Mencium punggung tanganku seperti putri-putri kerajaan. Uh, lebay. Hatiku meleleh seketika. Mas Gray sangat manis saat ini.

"Maka aku tunggu waktu yang tepat itu," ucapku. Mas Gray tersenyum lalu mengelus rambutku lembut. Tanganku terulur untuk merapikan rambut Mas Gray yang sedikit berantakan.

"Rambutnya Mas udah kepanjangan. Nanti aku potong, ya."

Mas Gray mengangguk setuju lalu menggenggam tanganku yang sedang menyentuh rambutnya. Wajahnya mendekat kepadaku. Memanfaatkan kedekatan kita saat ini untuk mencium bibirku. Awalnya aku kaget dengan ciuman Mas Gray yang selalu tiba-tiba. Namun pada akhirnya aku menutup mataku dan menikmati ciumannya.

TBC

Jangan lupa komentar,Votenya juga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa komentar,
Votenya juga.

Karena vote dan komentar itu GRATIS!

Aduh, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang