14. Ada Rahasia 🔞

45.3K 768 31
                                    

Iseng-iseng aku menguping pembicaraan Mas Gray saat mengangkat telepon dari seseorang yang tidak aku ketahui. Dari balik pintu kamarnya, aku berusaha mendengar apa yang mereka bicarakan. Ada rasa ingin tahu dalam benakku, siapa yang menelfon Mas Gray saat ini. Apalagi mengangkat teleponnya harus sembunyi didalam kamar.

"Besok aku akan terbang dengan jet pribadiku. Tenang saja aku akan menjemputmu," ucap seseorang dari sambungan telepon. Aku mencoba mendekatkan telingaku ke pintu lebih dekat lagi. Sampai benar-benar mendengarkan dengan jelas.

"Tidak perlu. Kau bukan lagi—

Namun hanya sedikit yang bisa aku dengar. Sebelum Mas Gray memergokiku sedang menguping pembicaraannya lewat sambungan telepon itu. Mas Gray berdiri sambil berkacak pinggang. Apa dia marah aku menguping pembicaraannya?

"Apa yang kau lakukan didepan kamarku, Ayana?" tanya Mas Gray.

Aku menggeleng cepat, "eng–enggak  ngapa-ngapain. Cuma tadi aku mau ke kamar mandi, tapi lupa bawa handuk. Mangkanya mau ambil dulu didalam kamar. Lihat nih, wajah aku cemong gara-gara Mas Gray."

Aku berbohong tentu saja. Jantungku yang berdetak kencang karenanya. Awalnya wajah Mas Gray terlihat marah namun mendengar jawabanku, raut wajahnya berubah. Terlihat sekali Mas Gray menahan amarahnya kepadaku. Mas Gray menyentuh wajahku. Menghapus sisa tepung dan mentega yang mengotori wajahku.

"Jangan berbohong. Aku tahu kamu menguping pembicaraanku. Aku tidak suka kau berbohong kepadaku, Ayana," tutur Mas Gray.

"Tapi aku juga nggak suka Mas Gray menyembunyikan rahasia dibelakangku. Aku menyesal tidak mengenal terlebih dulu siapa Mas Gray sebelum memutuskan untuk menikah, " jawabku kesal lalu pergi kedalam kamarku sendiri yang bersebelahan dengan kamar Mas Gray.

"Ayana, dengarkan aku dulu! Ayana!" seru Mas Gray.

Mas Gray memanggil-mangil namaku, namun aku tidak peduli. Aku kunci pintu kamarku. Dan berbaring diatas ranjang. Memeluk guling sambil berpikir yang tidak-tidak.

Penyakit overthingkingku kambuh lagi. Semua hal-hal buruk yang tidak mungkin terjadi aku pikirkan sampai kepalaku pening. Aku bahkan tidak peduli dengan wajahku yang masih kotor belum dibersihkan.

"Gimana kalau Mas Gray menceraikanku. Aku nggak mau jadi janda. Aku masih 18 tahun! Apa kata orang-orang," batinku menjerit tidak mau.

Aku bungkam wajahku dengan bantal. Dan berteriak frustrasi sekeras-kerasnya. Dengan seperti ini setidaknya aku merasa sedikit lega. Aku selalu ingin berteriak mengeluarkan bebas didadak dengan cara seperti ini.

Mas Gray mengetuk pintu kamarku berulangkali. Namun aku masih tetap berbaring diatas ranjang. Menimang-nimang apakah aku akan membuka pintu untuknya atau tidak.

"Buka, enggak, buka, enggak, buka, enggak," batinku kacau.

"Ayana, sayang. Jangan marah dengarkan aku dulu," ucap Mas Gray yang masih setia menunggu didepan kamarku.

Akhirnya hatiku sedikit melunak, dan berjalan menuju pintu kamar. Saat pintunya terbuka, Mas Gray langsung memeluk tubuhku erat. Sampai-sampai aku sulit untuk bernafas.

"Akhirnya kau mau membuka pintu. Apa kau baik-baik saja?" tanya Mas Gray khawatir.

"Iya-iya aku baik-baik saja, kok. Tapi lepasin pelukannya. Sesek," desakku. Mas Gray melepaskan pelukannya. Lalu meraih tanganku.

"Maafkan, aku." Aku langsung menarik tanganku darinya.

"Mas Gray nggak salah kok. Aku yang salah sudah mikir macem-macem tentang Mas Gray. Maaf," gumamku lirih sambil menundukkan kepalaku.

Aduh, Om!Where stories live. Discover now