7. Seperti mati lampu

13.7K 606 29
                                    

Aku bingung harus membalas pesan WhatsApp dari Om Gray bagaimana. Aku takut salah ketik, atau bahkan mengatakan hal-hal yang mungkin akan membuatku malu sendiri. Akhirnya aku memiliki jawaban yang tepat.

Jantungku berdegup kencang saat mengetik jawaban pesan dari Om Gray dan mengirimnya secepat kilat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jantungku berdegup kencang saat mengetik jawaban pesan dari Om Gray dan mengirimnya secepat kilat. Aku rasa semenjak bertemu Om Gray jantungku bermasalah. Sering berdegup kencang tiba-tiba. Otakku juga bermasalah, sering memikirkan hal-hal dewasa. Aku takut ada yang salah denganku.

Akhirnya aku terus dengan memandangi layar handphoneku sampai mengantuk. Mengharapkan Om Gray membalas pesanku.

"Ah, tidak mungkin dia akan membalas pesanku. Ini sudah hampir jam setengah satu pagi," gumamku lelah menunggu balasannya.

Aku menguap karena sudah mengantuk kemudian aku memilih tidur saja. Padahal aku tadi berniat ingin begadang dan maraton drama sampai waktu sahur. Rencanaku gagal gara-gara Om Gray.

***

Saat waktunya sahur, bunda membangunku dengan susah payah. Rasanya aku baru saja tertidur, kenapa sudah waktunya sahur. Setan terus menghantuiku untuk melanjutkan tidur saja daripada ikut sahur.

"Ayo-ayo bangun! Sahur! Setannya dilawan, jangan lemah sama godaan setan. Ayo bangun sahur!" seru bunda sambil menarik selimutku. Lalu pergi ke dapur lagi untuk menyiapkan makanan.

Dengan malas aku berusaha bangun dari tempat tidurku. Mengucek-ngucek mataku yang sangat sepat, sementara tanganku mencari-cari keberadaan handphoneku. Aku teringat, tadi sebelum tidur aku menunggu balasan dari Om Gray!

Mataku tiba-tiba langsung terbuka. Aku mencari keberadaan handphoneku. Ternyata jatuh ke lantai. Untunglah nggak pecah. Dengan perasaan yang berdebar-debar aku cek pesan WhatsApp, ternyata tidak ada satupun pesan. Om Gray tidak membalas pesanku.

"Yah, asem. Aku kira udah dibales," gumamku kesal lalu membanting handphoneku ke kasur. Kemudian pergi ke dapur untuk ikut sahur dengan bunda dan ayah.

Sampai di dapur, aku segera mengambil makanan. Kemudian membawa makananku ke ruang keluarga untuk menonton TV. Seperti biasa aku kalau makan sambil nonton TV.

"Awas aja kalau nasinya berceceran dimana-mana. Besok kamu pel sampai bersih!" ucap bunda lalu masuk kamarnya.

"Iya-iya, bunda."

Bunda sama ayah udah makan duluan tadi. Gara-gara aku sulit dibangunin sahur, aku ditinggal makan duluan. Jadi, aku makan sendirian, deh. Eh, nggak sendirian juga. Ada TV yang nemenin aku sahur.

Habis sahur, aku nungguin subuh sambil mainan handphone di ruang tamu. Kenapa main handphonenya di ruang tamu? Ya karena WiFi tetangga nggak sampai kamar aku.

Sedih banget, rumah aku nggak ada WiFi. Setiap malem kalo butuh WiFi harus nyolong ke tetangga depan rumah. Urusan bobol password WiFi, udah jadi keahlianku.

Aduh, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang