🍁Part 6🍁

14 3 0
                                    

Pagi hari yang cerah disertai suara kicauan burung dan semilir angin sepoi-sepoi, menambah semangat semua orang untuk memulai aktivitas.

Tahun ajaran baru telah dibuka membuat para pelajar semangat empat lima untuk membuka lembaran baru di sekolah baru juga tentunya.

Seperti halnya dengan Jeje yang sedang berpose di depan cermin. Dirinya sudah rapih dengan seragam sekolah barunya. Hari ini adalah jadwal dirinya memakai seragam hari Senin.

Atribut yang wajib dipakai pada hari Senin yaitu baju putih dengan bawahan rok panjang putih, dasi warna hijau tua, gesper dan terakhir ditutup dengan rompi bercorak garis-garis hijau dan merah.

Tidak lupa satu hal yang wajib dikenakan yaitu ... kerudung segi empat berwarna putih.

Ada juga logo khusus sekolah yang terdapat di kanan dan kiri lengan baju yang sudah terjahit rapih.

"Perfect," ucapnya memuji diri sendiri.

Setelah itu dirinya bergegas menuju teras depan rumah sambil memakai sepatu. Sedangkan di depan sana ayahnya tengah memanaskan mesin motor.

Sedikit informasi buat kalian, kalau biasanya Jeje hanya perlu berjalan kaki menuju sekolahnya. Namun sekarang berbeda! Mulai hari ini dan seterusnya dirinya akan meminta Ayah untuk mengantarkannya ke sekolah.

Selain memakan waktu lebih cepat, tentunya dapat menghemat tenaga juga.

"Berangkat dulu ya, Ma, doain semoga lancar. Assalamualaikum," ucap Jeje sambil mencium punggung tangan Lina.

"Ayah juga berangkat dulu ya, Ma. Insyaallah nanti pulang cepat kok," ucap Ayah Jeje diakhiri dengan kecupan manis yang mendarat di kening istrinya.

Setelah berpamitan keduanya bergegas pergi, meninggalkan pekarangan rumah.

****

Keadaan jalan pagi ini sangatlah padat, banyak para pekerja kantoran dan murid yang berangkat lebih awal agar tidak terlambat di hari pertama.

Bunyi klakson dari berbagai kendaraan saling bersahutan, amarah dan ego lebih menguasai setiap insan. Asap kendaraan mulai mengepul, menjadi satu dengan udara. Pagi ini sungguh sangat luar biasa.

Beberapa menit terjebak kemacetan, akhirnya Jeje dan Ayah berhasil terbebas. Matahari semakin terik menandakan waktu telah berjalan maju.

Ayah Jeje semakin menaikkan laju kecepatannya, menaikkan angka spedometer  dan membelah jalan dengan gerakah motor yang lincah.

Benar kata pepatah bahwa musibah bisa datang kapan saja dan kita harus bersabar dalam menghadapinya dan mencari solusi.

Saat di tengah perjalanan tadi motor mereka melewati tanjakan besar, awalnya baik-baik saja. Namun, semakin jauh perjalan hal tidak terduga terjadi dan tiba-tiba saja ....

Duaarr!

Bunyi keras dari motor mereka membuat heboh seluruh pengendara di jalan. Termasuk Jeje dan Ayahnya yang sama-sama shock. Jelas saja, sedikit lagi mereka akan sampai sekolah MTsN Cahaya, namun musibah datang menghampiri dengan meletuskan ban belakang motor yang mereka kendarai.

"Jeje kamu nggak papa?!" tanya Ayahnya khawatir sambil menoleh ke arah putrinya.

"Alhamdulillah nggak papa, Yah, cuma sedikit kaget aja," jawab Jeje.

Keduanya pun turun dari motor dan Ayah mulai mengecek keadaan ban motornya.

"Astaghfirullah.. kenapa harus meletus di tengah jalan, sih?!" desah Ayah.

Jeje melihat ke arah jam tangannya, terlihat jelas bahwa sekarang waktu telah menunjukkan pukul 06.15 WIB. Itu tandanya tinggal sekitar sepuluh menit lagi gerbang sekolah akan ditutup.

Ini gawat!

Bisa-bisa dirinya habis kena hukum oleh para Kakak OSIS karena terlambat di hari pertama.

"Yah, sepuluh menit lagi aku masuk. Ayah aku tinggal nggak papa, 'kan?" tanya Jeje khawatir.

"Ah.. iya, Sayang. Nggak papa kamu jalan duluan saja, maafkan Ayah tidak bisa mengantarmu sampai sekolah," balas Ayah merasa 'tak enak hati pada putrinya itu.

Jeje segera menyalimi tangan sang ayah dan berlari menjauh. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang, tidak tega melihat keadaan ayahnya.

Bagaimana caranya Ayah dapat melanjutkan perjalanannya?

Bagaimana jika dirinya terlambat datang ke kantor, dan berakhir dimarahi oleh atasannya?!

Perasaan gelisah terus bermunculan dalam benak Jeje. Tapi maaf, kali ini ia harus fokus berlari menempuh beberapa kilometer lagi agar sampai pada MTsN Cahaya.

Keringat sudah membasahi seluruh tubuhnya, dan kini seragamnya sudah lepek.

"Ya ampun lima menit lagih!" Jeje semakin panik melihat jarum jam pada jam tangannya. Nafasnya terengah-engah dan detak jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.

"Ayolah sedikit lagi.. jangan ambruk dulu. Semangat!" -batin Jeje dengan terus menatap lurus ke depan.


****

"Siapa nama kamu?" tanya seorang lelaki yang diketahui adalah ketua OSIS di sekolah ini.

"J-jauza, Kak," jawab Jeje terbata-bata. Dirinya sangat takut dengan manusia yang ada di hadapannya. Tatapan mengintimidasi dari lelaki itu membuat Jeje tidak berani mengangkat kepalanya.

"Pelajar baru kok malah terlambat, mau jadi apa hah?!" teriak seorang wanita yang merupakan anggota OSIS juga.

"Diam!" suara tegas mengalun indah di pendengaran Jeje.

"Kenapa bisa terlambat?" tanya ketua OSIS tadi.

"Tadi pas di pertengahan jalan ban motor ayah saya meletus. Jadi saya harus lari supaya sampai ke sekolah. Tapi jaraknya lumayan jauh, Kak," jawab Jeje.

"Hm, masuk!"

~BERSAMBUNG~

[26 Desember 2020]

RUMIT [COMPLETED]Where stories live. Discover now