🍁Part 24🍁

8 1 0
                                    

Saat ini rumah Lina tengah dikerubungi banyak orang. Semuanya berduka, baik dari keluarga besar Lina maupun keluarga besar Surya yang merasa sangat kehilangan satu anggota keluarga mereka.

"Kenapa harus secepat ini, Sur?! Mama belum siap kehilangan kamu," lirih Mamanya Surya. Hatinya sangat terpukul setelah mendengar kabar bahwa putera ketiganya sudah diambil Tuhan.

"Jeje di mana, Lin?" tanya Angelina seraya menghampiri sepupunya.

"Dia sedang melaksanakan Outing Class ke Malang dan katanya hari ini mau pulang. Aku nggak sanggup lihat dia sedih," jawab Lina. Matanya sembab dan hidungnya merah akibat terlalu banyak menangis.

"Ma, kok ayah tidur terus? Dia nggak kangen sama Zio?" tanya anak kecil itu sambil menatap Ibunya.

Tangis Lina semakin pecah mendengar penuturan anak lelaki satu-satunya itu, ia memberikan kode agar Angelina saja yang menjawab.

"Zio, Sayang.. ayah sekarang sudah tenang di atas sana. Kalau Zio mau lihat ayah bahagia kamu harus jadi anak yang sholehah, ya! Sekarang kamu jaga Mama sama Kak Jeje," ujar Angelina sabar.

"Tapi Zio mau main sama ayah! Suruh ayah buka matanya, Tante!" rengek Zio.

Angelina tidak tahan untuk tidak meneteskan air matanya, melihat ekspresi Zio ia yakin sekali bahwa anak kecil itu sangat merindukan ayahnya. Hatinya meringis tidak bisa berbuat apa-apa.

"Zio, peluk Mama, Sayang." Lina segera membawa anak lelakinya ke dalam dekapan, menangis bersama.

Waktu demi waktu semakin banyak orang yang mendatangi rumah Lina sembari mengucapkan 'turut berduka cita' atas kepergian Surya.

Saat pukul 12.00 jasad Surya dibawa ke Masjid untuk segera disalatkan. Lina dan seluruh anggota keluarga -khususnya perempuan- berjalan lebih dulu menuju area pemakaman.

Beberapa menit kemudian para lelaki sudah selesai menyolatkan jenazah dan kini semuanya menuju ke tempat pemakaman untuk melanjuti proses penguburan.

.
.
.

Jasad Surya kini telah tertutup rata oleh lapisan tanah, yang tersisa hanyalah sebuah batu nisan. Lina memeluk erat batu nisan itu sambil menangis pilu, dadanya terasa sesak berlipat ganda. Sebelumnya Zio juga menangis kejar lantaran ayahnya dibawa masuk ke dalam tanah, Angelina segera membawa jauh anak kecil itu.

"Mas, nggak seharusnya kayak gini.. semuanya berjalan begitu cepat. Baru saja beberapa hari lalu kamu bilang mau pulang cepat, aku juga sudah masak banyak. Tapi tiba-tiba aja kamu kecelakaan dan ninggalin aku sama anak-anak secepat ini. Hiks.. gimana perasaan Jeje jika melihat ini semua?!" Lina berucap sambil sesenggukan, ia tidak berhenti memeluk dan mencium batu nisan suaminya itu.

Angelina datang menghampiri sambil menepuk bahu Lina. "Sudah hampir gelap, kita harus pulang. Gak baik berlama-lama di sini."

Angelina segera membantu sepupunya untuk berdiri dan membawa gadis itu pulang ke rumah.


****

Jeje sedang asik-asiknya berburu oleh-oleh di salah satu tempat terkenal di Malang, yaitu Brawijaya. Ia membeli banyak souvenir, keripik apel, dan pie rasa cokelat. Ia juga membeli baju khusus untuk ayahnya.

Setelah melihat ke arah keranjang sepertinya sudah cukup. Ia tidak mau membeli terlalu banyak, takut jika pas bayar nanti uangnya kurang.

Jeje segera menuju ke kasir, di sana sudah ada ketiga temannya yang melakukan pembayaran duluan.

Setelah puas berburu oleh-oleh, para murid dan guru kembali masuk bus, bersiap untuk pulang ke Jakarta. Sebelum itu mereka merapikan barang belanjaan dulu.

Jika saat datang memakan waktu lebih lama, justru biasanya pulang akan lebih cepat. Hal baik datang pada diri Jeje karena dalam perjalanan pulang, sampai saat ini ia tidak muntah.

Wahh.. suatu perkembangan yang baik!

Akses jalan sangat luas dan tidak padat kendaraan, hal ini merupakan kesempatan yang bagus untuk para sopir bus dalam menaikkan laju kecepatan bus.

Waktu terus berlalu dan hari semakin larut, semua orang tertidur pulas berharap saat mereka membuka mata sudah sampai di Jakarta.

.
.
.

"Akhirnyaa sampai jugaaa.." Jeje menghirup napas banyak-banyak, menikmati kumpulan oksigen yang masuk ke paru-parunya.

Semua murid langsung menghampiri anggota keluarga masing-masing. Termasuk Jeje yang kini menghampiri Angelina.

"Haii, Tante!" sapa Jeje sambil mencium punggung tangan Angelina.

"Ciee yang habis liburan ke Malang. Gimana rasanya?" tanya Angel.

"Seru pastinya, Tante! Oh, ya, ngomong-ngomong Ayah, Zio sama Mama mana?" tanya balik Jeje sambil celingukan.

Angel tersenyum pahit sambil menatap anak gadis di depannya. "Ada kok di rumah. Yuk, kita pulang sekarang!"

Jeje masuk ke dalam mobil Angel dan mereka segera menancap gas menuju rumah.

.
.
.

"ASSALAMUALAIKUM, JEJE PULANG!!"

Gadis itu menerobos masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu dulu. Ia sudah tidak sabar memperlihatkan oleh-oleh kepada orang tuanya.

"MAMA!" Jeje segera berlari sambil memeluk tubuh sang Ibu.

Lina membalas pelukan puterinya tidak kalah erat. "Gimana, Sayang. Pasti seru, kan?" tanya Lina.

"Banget, Ma! Nanti aku mau cerita ke Ayah sama Zio juga!"

Tiba-tiba Jeje berlari mengitari seluruh area dalam rumah untuk mencari keberadaan sang ayah. Biasanya kalau hari libur gini ayah ada di rumah. Tapi kok... sekarang nggak ada ya?

"AYAH!! AYAHHH!!" teriak Jeje keras.

Sudah mencari ke seluruh ruangan namun belum juga menemukan keberadaan sang ayah, akhirnya Jeje bertanya pada Lina. "Ma, ayah kemana?!"

Lina hanya diam, tidak mau menjawab pertanyaan puterinya.

"Mama ditanya orang malah diem aja, yaudah biar Jeje yang cari sendiri."

Ia segera berlari keluar rumah. Namun, tiba-tiba bola matanya menangkap bendera kuning yang terpampang di kayu tepat depan rumahnya.

Jeje mendekat dan segera menarik paksa bendera itu. Setelah melihat jelas nama yang ada di sana, satu tetes air mata jatuh mengalir di pipi chubby-nya. Ia buru-buru lari ke dalam rumah minta penjelasan.

"MA, INI APA?!!"

•••

Wahh.. suasananya semakin tegang, ya")

Kalian jangan lupa VOMMENT, ya!♡

~BERSAMBUNG~

[5 Januari 2021]

RUMIT [COMPLETED]Where stories live. Discover now