🍁Part 25🍁

5 1 0
                                    

"Ayah kenapa pergi? Padahal aku udah beliin baju khusus untuk ayah."

Lemas. Jeje sudah tidak mampu berkata-kata, hatinya sesak. Baru saja kemarin sore ayahnya tersenyum riang dan melambai saat Jeje pergi. Namun, sekarang senyum itu hilang 'tuk selamanya, parahnya Jeje tidak bisa melihat ayahnya pada detik-detik terakhir.

Hari sudah gelap tapi Jeje senantiasa memeluk batu nisan sang ayah. Rasa kehilangan yang amat besar pada anak perempuan kehilangan cinta pertamanya. Lina mendengus kecil, sangat seram jika berlama-lama di tempat pemakaman seperti ini.

"Bangun, Je! Kita harus pulang. Besok kita bisa ke sini lagi," ujar Lina menarik putrinya agar menjauh.

Jeje menatap ke makam ayahnya, tidak rela jauh-jauh dari sana. Ingin sekali ia tidur di samping makam, namun rasanya mustahil.

Jeje mengikuti langkah Ibunya dan masuk mobil taksi, lalu pulang.

.
.
.

Sampai di rumah keduanya langsung mencuci kaki, Lina pergi ke dapur dan menyiapkan makan malam.

"Je, makan dulu!" teriak Lina.

"Nggak mau!" balas Jeje dari seberang yang langsung masuk ke dalam kamar.

Lina hendak menyusul gadis itu. Namun, Angelina menahannya lebih dulu. "Biarkan dia sendiri," ucapnya.

Lina hanya mampu mengela napas pasrah.

JEJE POV

Setelah mengetahui kabar bahwa ayah meninggal karena tragedi kecelakaan, hatiku sangat hancur. Tidak ada lagi semangat hidup. Dulu, saat hari ulang tahunku maka ayah adalah orang pertama yang mengucapkan selamat.

Pulang dari Malang aku ingin disambut pelukan hangat dari ayah dan senyum lebar pria itu saat menerima hadiah khusus dariku. Sepulang dari pemakaman aku tidak henti-hentinya menangis. Aku butuh teman curhat! Besok aku akan datang ke rumah Vela.

****

Jakarta tengah dilanda hujan lebat pagi ini, baik para pelajar maupun pekerja mau 'tak mau berangkat memakai jas hujan agar seragam mereka tidak basah.

Upacara ditiadakan dan diganti dengan tadarus bersama di kelas masing-masing. Hawa dingin serta hembusan angin yang masuk melalui jendela membuat para murid mengantuk.

"Gin, lo udah tau kabar ayahnya Jeje meninggal?" tanya Kevin. Kepalanya ia senderkan di jendela terbuka, menikmati embun pagi sambil menguap.

"Udah," jawab Gino.

"Terus lo tau keadaan dia sekarang gimana? Atau sebelumnya dia ngabarin lo?" Kevin terus melempari pertanyaan pada sohibnya itu, sengaja. Karena jika ia diam saja maka bisa dipastikan ia tertidur.

"Dia nggak ada kabar dari semalem, gue chat juga nomornya nggak aktif," jelas Gino.

Kevin hanya mengangguk, kedua matanya terus mengerjap menahan kantuk. Acara tadarus sudah selesai dan kini pelajaran dimulai.

.
.
.

"Assalamualaikum, Velaa!!" teriak Jeje sambil mengetuk pintu rumah sahabatnya.

Tidak ada jawaban sama sekali sampai salah satu tetangga membuka pintu.

"Cari Vela ya, Dek?" tanyanya.

"Iyaa, Bu," jawab Jeje rada canggung.

"Barusan saja tadi pagi Vela dan keluarganya pamit pergi ke Sulawesi," ujarnya.

"Hah?! Sulawesi? Kok Vela nggak kasih kabar ke gue dulu, ya, kalau dia mau pergi?" -batin Jeje.

Beberapa menit kemudian ia tersadar dari lamunannya dan tersenyum ke arah perempuan itu. "Ahh.. begitu. Makasih banyak infonya, Bu," ujar Jeje ramah.

RUMIT [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang