🍁Part 13🍁

10 2 0
                                    

"Assalamualaikum, Je, pulang."

Hening. Tidak ada yang menjawab salamnya, sampai tiba-tiba...

"Udah aku bilangin kalau dia minta jangan dikasih lagi! Kebiasaan kamu baikin orang terus, mereka kalau susah jadi lari ke sini, 'kan!"

"Jangan marah-marah terus sama suami, gak baik! Lagipula itu uang aku dan aku berhak gunain untuk apa saja."

Jeje yang baru masuk rumah terkejut mendengar suara keributan dari dalam. Apakah orang tuanya sedang bertengkar? Sepertinya dugaan Jeje benar, tiba-tiba saja adik laki-lakinya -Zio- menghampirinya.

"Kak, takut," ucap Zio sambil memeluk kaki Jeje.

Jeje segera mensejajarkan tinggi badannya agar setara dengan Zio, lalu menatap adiknya.

"Sstt.. udah, Zio, nggak usah takut lagi ya. Ada Kakak di sini," ucap Jeje menenangkan, ia bawa adiknya ke dalam pelukannya sambil mengusap lembut punggung adiknya.

Setelah dirasa Zio sudah mulai tenang, Jeje melepas pelukannya. "Sekarang Zio ke kamar aja, ya. Nanti Kakak nyusul," ucap Jeje.

Karena Zio adalah adik yang penurut, maka ia segera masuk ke dalam kamarnya. Jeje langsung melangkah masuk menghampiri kedua orang tuanya.

"Assalamualaikum, Jeje pulang," ucap Jeje lalu mencium punggung tangan Mama dan Ayahnya.

"Wa'alaikumussalam," jawab keduanya.

"Kenapa, sih, berantem lagi?" tanya Jeje kecewa.

"Suruh ayah kamu, tuh, gak usah terlalu baik sama orang!" ketus Lina.

"Kenapa, Yah?" tanya Jeje beralih menatap Ayahnya.

Surya Adhitama -Ayahnya- tidak menjawab malah pergi begitu saja. Benar, kan, Surya kalau sudah marah tidak mau buka suara lagi.

"Ma, minta maaf sama Ayah," ucap Jeje memohon.

"Mama gak salah jadi untuk apa minta maaf?!" Setelah berucap Lina ikut pergi meninggalkan Jeje.

"Bisa nggak, sih, kalau ada masalah tuh diomongin baik-baik. Bukannya malah berantem terus!" teriak Jeje frustrasi.

.
.
.

Brak!

Jeje membuka pintu kamarnya keras, ia masuk ke dalam dan melempas tas-nya begitu saja. Ia menatap ke arah cermin sambil tangannya melepas kasar jilbab dikepalanya, satu tetes air mata jatuh. Hatinya kesal.

Jeje berlari ke arah kamar mandi, lalu membilas wajahnya dengan air wudhu. Suatu kebiasaan yang Jeje lakukan jika hatinya sedang kesal atau gelisah.

Setelah dirinya merasa cukup tenang ia pun pergi ke kamar Zio.

Krieett...

"Zio," panggil Jeje.

"Masuk, Kak," suruh Zio.

"Tadi mama sama ayah kenapa?" tanya Jeje.

"Berantem," jawab Zio.

Jeje hanya tersenyum miris, harusnya Zio tidak melihat kejadian itu. Alhasil adik kecilnya itu jadi takut.

"Zio tau kenapa mama sama ayah bisa berantem?" tanya Jeje lagi.

"Nggak tau," jawab Zio singkat.

"Heum.. okee. Yaudah Zio nggak usah takut lagi, ya, semua udah aman kok," ujar Jeje sambil mengelus puncuk kepala Zio.

Tidak lama kemudian Zio tertidur pulas dikasurnya. Jeje dengan langkah hati-hati keluar dari kamar adiknya. Ia melihat keadaan dalam rumah sepi, entah kemana orang tuanya pergi. Merasa cukup lelah, akhirnya Jeje memutuskan untuk pergi ke kamar dan beristirahat.

RUMIT [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang