Bab 29

178 9 0
                                    

Kirana menatap laki-laki itu dan laki laki itu juga menatap nya sekilas. Terpampang senyum manis saat bola tepat melewati ring yang setinggi 4 meter itu. Bibir Kirana tak sengaja ikut melengkung, segitu candunya senyuman itu.

"Woah, Adrian keren banget dah dia,"

"Keringatan kayak gitu aja ganteng ya,"

"Pasti banyak yang deketin,"

"Udah pasti, tinggal nunjuk doang itu mah,"

Terdengar perbincangan dua wanita yang berada beberapa meter. Kirana melirik sedikit. Sepertinya sepantaran dengan Adrian. Dua tingkat di atas Kirana. Kirana menunduk. Kakinya ia goyangkan depan belakang. Sudah pasti banyak cewek-cewek yang mendekati Adrian. Seseorang datang dan duduk disamping nya.

"Minta minum dong," kata Adrian. Kirana memberi botol minumnya. Adrian menengguk. Matanya terpanah. Dan wanita-wanita itu juga menatap wajah Adrian seperti Kirana. Adrian memberi botol kembali. Tidak ada reaksi dari Kirana.

"Ni," kata Adrian lagi. Kirana mengerjap dan mengambil botol itu.

"Kenapa? Gua ganteng ya?" Tanya Adrian pede.

"Jangan geer," Kirana memutarkan bola matanya.

"Lu dirumah ngapain abis ini?" Tanya Adrian. Matanya melirik keatas berpikir.

"Engga ada, kenapa emang?" Kepalanya menoleh ke kanan.

"Adrian ayo," panggil temannya memecahkan pembicaraan mereka.

"Setengah jam lagi gua udahan," kata Adrian kemudian berlalu. Kirana menatap punggung lelaki itu.

Tiga puluh menit berlalu. Pertandingan berakhir. Kedua tim beradu hi-five dan berpencar. Adrian berlari kecil mendekat. Ia mengambil tas.

"Temenin gua beli buku dulu ya," Jadi ia bertanya karena minta ditemani dahulu sebelum pulang. Kirana mengangguk. Kemudian tangan lelaki itu menengadah, Kirana melirik dan mengabilkan minum dari tas.

Sett..

Tapi tangan Adrian menghindar. Kirana menatap aneh.

"Ini minumnya," Kirana memperjelas.

"Gua engga minta minum," Wanita itu mengerutkan alis.

"Terus?" Tanya Kirana lagi.

"Gue minta tangan lu," benarkah lelaki itu meminta tangannya? Benarkah?

Adrian tidak melihat tanda-tanda Kirana akan bergerak, dengan cepat jemari mereka bertemu. Adrian menarik bibirnya, Kirana tidak menolak genggamannya.

"Lets go,"

Tidak peduli orang orang melihat. Tidak peduli nyinyiran orang. Yang terpenting. Kirana senang. Karena perasaannya kemungkinan besar tidak bertepuk sebelah tangan.

---

"Daerah sini Deket rumah mantan gua," kata Kirana.

"Apa kita ke rumah mantan lu aja?"

"Ngapain?" Tanya Kirana.

"Silaturahmi," jawab Adrian santai.

"Ngapain silaturahmi ke mantan?"

"Engga baik memutuskan hubungan persaudaraan," jawab Adrian sok agamis.

"Kalau mantan ya bukan sodaralah," kata Kirana nge-gas.

"Ada orang pacaran sama sodaranya sendiri," Kirana memutarkan bola matanya. Tidak percaya candaan garing ini bisa terlontar dibibir ketosnya.

"Ya mantan gua itu bukan sodara gua, Adrian," Adrian tertawa dengan respon kesal Kirana. "Gua engga nyangka ternyata otak lu sinting juga,"

"Itu mah lu, gua mah otaknya normal, pintar, cerdas, cermat, bijaksana, dermawan, pemikir,-"

"Ssstt,, berisik,"

---

"Mau beli buku apaan si ka? Sok kepintaran dah lu," Kirana dan Adrian berjalan beriringan menuju mall.

"Mau beli buku UN sama simak UI," jawab Adrian.

"Ngapain beli si? Di internet banyak banget,"

"Engga enak, enakan pake buku, bisa dicoret-coret,"

"Kan mahal beli buku kayak gitu," kata Kirana lagi.

"Perhitungan amat Ama ilmu," Kata-kata Adrian membungkam Kirana. Benar juga ya. "Ilmu itu engga ada harganya, kalo lu baru ada harganya, gope juga kemahalan" Adrian menoyol Kirana.

"Enak aja, lu kali," Kirana menoel pinggang Adrian. Lelaki itu menghindar.

"Aduh," Kirana menatap intimidasi.

"Lu gelian ka?"

"Engga," Adrian menggeleng kaku.

"Bohong, coba sini," Kirana mengejar Adrian yang berlari menghindari nya. "Ka Adrian sini," Kirana punya satu senjata Adrian.

---

Mereka sedang melihat-lihat buku. Adrian ke tempat buku UN sedangkan Kirana ke novel. Sudah hampir satu jam Adrian berkeliling. Ditangannya sudah ada tiga buku yang tebal. Mata nya mencari seseorang, terukir senyum disana. Disudut timur. Adrian membayar terlebih dahulu lalu menghampiri Kirana. Kirana berada di salah satu bangku. Adrian duduk disampingnya. Kirana belum menyadari. Adrian penasaran dengan buku yang Kirana baca, dan membaca kutipan itu dikit. Matanya melebar.

"Lu baca apaan?" Kirana kaget. Lalu menutup cepat.

"Engga," Kirana menutupi cover buku itu.

"Kirana, gua engga nyangka," Wanita itu langsung berdiri dan menaruh kembali ke rak buku.

"Kirana,"

18+

---

"Gua haus ni,"

"Mau minum apa?" Tanya Adrian.

"Lu mau apa?" Tanya Kirana balik.

"Gua ngikut aja,"

"Kopi," Kirana tersenyum menunjuk gigi rapihnya.

"Cewek-cewek doyan kopi," kata Adrian.

"Emang kenapa? Gua kan cewek millenial,"

"Iya deh iya milenial plus tinggi minimum," jawab Adrian.

"Enak aja, tinggi gua itu 160 engga pendek-pendek amat untuk ukuran cewek Indonesia, lu nya aja yang ketinggian kayak sutet Cibubur,"

"Bagus dong tinggi, cewek kan suka cowok tinggi," Kirana menyipitkan matanya.

"Gua engga nyangka lu se-pede ini jadi orang," kata Kirana. Adrian tertawa. "Tapi gua bisa toleransi sedikit,"

"Plin-plan ni jadi orang," sahut Adrian. Kirana melirik. "Tadi engga setuju sekarang mengakui,"

"Pemikiran manusia bisa berubah kapan aja, hari ini bilang iya besok bisa jadi bilang engga," Kirana membela diri.

"Engga, itu sifat lu plin plan, gua engga kayak gitu," Adrian menang atas perdebatan tidak penting mereka.

---

Mobil berhenti tepat di depan gerbang. Kirana membuka seatbelt. "Mau masuk dulu engga ka?" Tanya Kirana.

"Gua langsung balik aja," Kirana mengangguk.

"Makasih udah nemenin gue," kata Adrian lagi. Kirana tersenyum melihat bibir lelaki itu tertarik.

"Sama-sama,"

"Hari senin, pulang bareng ya," Kirana mengangguk mengiyakan.

"Salam buat Om, Tante sama ka Gilang," Kirana mengangguk lagi dan keluar. Mobil itu pergi, menyisakan bayangan indah hari ini.

KIRANA (COMPLETED)Where stories live. Discover now