Bab 12

216 13 0
                                    

Sekarang jam 2 siang, sedikit lagi bel pulang berbunyi. Pelajaran olahraga sudah selesai. Pada mata pelajaran jasmani, kelas Kirana mendapat jam siang.

"Mbae, mau indomi soto satu," Kirana sudah mengganti baju, sementara Dela masih di kamar mandi. Wanita itu sudah izin untuk duluan, karena perutnya sangat meminta asupan.

"Ehh," panggil seseorang.

"Mi nya dikremes, dan setengah matang aja ya," kata Kirana lagi, ia belum menyadari.

"Woi,"

"Ditambah cabe rawitnya dipotong-potong," pesan Kirana kepada penjaga warung.

"Woi,"

"Jangan lupa pake saos nya,"

"Woi,"

"Ini mbae duitnya," Kirana memberikan uang dua puluh ribu.

"Kirana," panggil seseorang lebih keras. Wanita itu mencari seseorang yang memanggilnya. Matanya melebar.

Adrian? Manggil gue? - Kirana

Ke kiri, jarak kerumunan lumayan jauh sedangkan mata Adrian mengarah lurus. Ke kanan, juga sama. Badannya berputar.

"Mbae namanya Kirana juga?" Tanya Kirana penasaran.

"Bukan," Tiba-tiba ada tangan menarik bahunya. Kirana kaget.

"Gua manggil lu, bukan kuntilanak," Tatapan wanita itu kaku.

"Ada apa manggil gua?" tanya Kirana.

"Ikut gua,"

"Engga mau," Kirana memalingkan wajahnya.

"Gua engga minta jawaban dari lu," Adrian pergi. Kirana memutarkan bola matanya.

Astaga Itu orang mau ngapain? - Kirana

"Pacar mbae?" Tanya penjaga toko.

"Amit-amit," Jawab Kirana, matanya berkeliling.

"Kenapa mba? Mas Adrian ganteng loh, cocok sama mbae,"

Kalo kelakuannya kaya gitu, engga deh, makasih – Kirana.

"Pepet aja mba, itu limited edition, kalo saya janda, saya mau sama mas Adrian, sudah baik, ganteng, top markotob lah pokoe," kata Sri memberikan jempol. Kirana diam, ia tidak peduli apa yang dikatakan , perspektifnya terhadap Adrian tetap tidak berubah. Dengan terpaksa, Kirana datang. Tatapan lelaki itu datar.

"Dari tadi gua manggilin lu,"

"Oh, engga denger,"

"Point pertama, lu budeg," Adrian menulis di buku yang ia bawa. Kirana mengerutkan alisnya, masih belum mengerti apa yang Adrian lakukan.

"Tadi itu gua engga tau lu manggil," sahut Kirana.

"Ditambah, bolot," kata Adrian lagi. Pesanan Kirana datang.

"Mas Adrian engga sekalian makan?" Tanya Sri.

"Engga, mba," jawab Adrian.

"Kenapa mas? Makan bareng berdua lebih enak, biar unyu-unyu gitu kata orang," sahut Sri.

"Udah makan tadi,"

"Yowes toh kalo udah makan, berarti mau pacaran ya?" mata Sri berbinar-binar menggoda kedua orang yang duduk berhadapan. "Saya tinggal yo,"

Menyisakan Adrian dan Kirana. Bau menyeruak mi instan memang sangat tidak terkalahkan. Kirana menggeser mangkuk ke kiri.

"Ko engga di makan?" Tanya Adrian.

"Nanti aja,"

"Makan aja,"

"Beneran?" Tanya Kirana memastikan. Adrian mengangguk.

Kirana menggeser mangkuk ke depannya. Mulai mengaduk mi nya. Adrian fokus kepada buku, membulak balik setiap lembaran. Kirana mulai memasukkan satu suap.

Sruuupp....

Kirana belum sempat berterima kasih kepada Adrian karena sudah menggotongnya saat pingsan. Sejujurnya ia gengsi, tapi ia harus mengatakannya. Kirana meletakan sendok.

"Ka," kata Kirana ragu. Adrian menoleh. "Makasih," Adrian mengerutkan alis. "Karena udah gotong gua pas gua pingsan,"

"Untung ada gua, kalo engga lu udah tergeletak di lapangan sampai salju turun di Jakarta," Kirana memutarkan bola matanya. melanjutkan makannya.

Adrian teringat sesuatu.

"Kenapa jadi nyambung ke Oliv?" Tanya Adrian.

"Gua tau lu engga cinta sama Oliv. dan gua liat, lu ganggu Kirana terus, itu bukan lu banget, engga biasanya lu kayak gitu, pas lu ngeliat nama pendaftaran OSIS, gua tau lu kecewa engga ada nama dia, iya kan?"

Adrian menopang dagu dan menatap lurus Kirana. Wanita itu berdehem untuk menenangkan suasana. "Kenapa? Mau juga?" Tanya Kirana.

"Kenapa lu berani banget waktu itu?" Tanya Adrian tiba-tiba.

Kirana menegakkan badannya. Giginya mengunyah pelan dan menelan dengan berat.

Tuh kan gua bilang apa, ka Adrian pasti masih inget kejadian itu bukan gua aja - Kirana

"Prank doang," jawab Kirana ngasal. Adrian tertawa kecil.

"Engga mungkin, jangan bohong," kata Adrian.

Masa harus bilang si? Tapi engga ada salah nya kan? Dari pada Adrian salah paham.

"Disuruh ka Eza," jawab Kirana akhirnya.

"Kenapa mau?"

"Gua juga engga mau, terpaksa," kata Kirana. Adrian membenarkan posisinya.

"Lu tau engga? Kayak orang gila lu ngelakuin itu," kata Adrian.

"Emang gua udah gila, makanya gua engga mau ikut OSIS, apalagi orang-orang disana pasti nyinyir in gua," kata Kirana.

"Terus lu nyerah gitu aja?"

Kirana diam. Itu bukan pertanyaan.

"Pengecut,"

Jlep

"Hah?" Kirana mengerutkan kening.

"Terlalu mikirin orang lain sampai lupa sama diri sendiri," kata Adrian. Kenapa kata-katanya sangat menyakitkan, tapi terdengar benar.

"Gua engga butuh anggota yang lemah, percuma lu buktiin kalo lu berani nembak seseorang di depan umum tapi engga bisa bersikap tegas sama keadaan,"

Kirana tidak menyangka dengan apa yang di kata Adrian. Iya tau kalau Adrian sangat blak-blakan. Tapi tidak bisakah ia sedikit menjaga omongannya agar orang lain tidak tersinggung?

"Ternyata perjuangan Eza buat masukin lu OSIS sia-sia," kata Adrian tajam.

"Gua bukan pengecut, gua bakal buktiin perjuangan ka Eza engga sia sia," kata Kirana bela diri sendiri.

Adrian mengangguk dan berdiri. "Bagus, jangan hanya ngomong, buktiin," kemudian meninggalkan Kirana.

Menyisakan Kirana yang masih terkejut. "Astaga, gua harus gimana?" Wanita itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wajahnya cemas, Tidak menyangka ia bisa membalas pertarungan Adrian. Padahal ia sudah tidak mau berhubungan dengan lelaki reseh itu, tapi sekarang ia malah mengajukan salam pertempuran. "Gua pasti udah gila," Ia membenamkan wajahnya ke meja.

Seluruh badannya sudah tidak bisa diam. Kawatir dengan keputusan nya yang berbicara asal-asalan. "Ini gara-gara ka Eza yang masukin gua OSIS, " Kirana berteriak dalam dekapan kedua tangannya.

---

KIRANA (COMPLETED)Where stories live. Discover now