Bab 33

163 8 0
                                    

Semalam, Kirana sudah mempersiapkan diri untuk bertanya. Kalau memang benar berita itu, Kirana mundur. Ia terima apapun yang akan Adrian katakan. Walau, hati kecilnya tidak siap.

"Ka, gua mau ngomong sama lu," diruang OSIS hanya ada Kirana, Adrian dan Eza.

Adrian menoleh ke Eza. Eza mengangguk mengerti, lalu keluar meninggalkan. Setelah bunyi pintu tertutup berbunyi, Kirana mulai berbicara.

"Tolong jelasin apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Kirana serius. Adrian menatap wanita itu.

"Engga ada yang perlu dijelasin," kata Adrian. Kirana mengambil napas panjang, ia harus tetap tenang.

"Kenapa?"

"Karena memang seperti itu," sebenernya Adrian menjelaskan tapi mengingat perkatan Hilmi kemarin, benar, ia tidak boleh egois.

"Sebenernya ka Adrian anggep gua ini apa? Apa hanya gua yang kegeeran? Atau memang yang ka Adrian lakukan semua itu sama seperti ka Adrian lakuin ke cewe cewe lain?"

Adrian hanya menatap kedua mata Kirana. Bibirnya terlalu kaku untuk bicara. Ia tidak ingin menyakiti wanita ini bahkan sedikitpun. Ia pun juga tidak mau membuat wanita ini bersedih kareanya.

"Kenapa berita itu sampai ke telinga gua? Kenapa kejadian ini sangat tiba-tiba?" Kirana bicara pelan, sekuat tenaga menahan tangis. Ia berusaha untuk tidak lemah tapi nyatanya tidak bisa.

"Emang lu mau gua anggep apa?"

Deg

Dari banyaknya pertanyaan yang Kirana lontarkan, kenapa harus kata kata itu yang keluar dari mulut Adrian. Kirana tertawa piluh. Kepalanya menunduk. Berusaha menyadarkan diri. Ternyata, semua yang Adrian lakuin itu engga ada artinya. Semuanya semu. Hanya Kirana yang menganggap berbeda.

Air matanya menetes. Ah.. badannya sudah tidak bisa mendukung untuk menjadi kuat. Tidak tega, Adrian berdiri, melewati tinggi Kirana. Tangan Adrian berusaha mengambil tangan Kirana tapi wanita itu menghindar.

"Dari banyaknya pertanyaan yang gua keluarkan, tidak ada satu kalimat pun yang ingin gua dengar jawabannya," Kirana menatap dengan penuh air mata.

"Kirana," Wanita itu menggeleng, dan kakinya melangkah mundur. Kecewa.

"Gua engga ada maksud buat bikin lu nangis,"

"Ternyata, selama ini gua salah paham," Hati Kirana sudah hancur. Adrian tidak perlu menjelaskan apapun lagi.

"Maaf, gua bakal hati-hati lagi supaya lo engga terganggu sama kehadiran gue,"

---

Hari Sabtu. Hari ini rapat dirumah Adrian. Karena orang tuanya sedang dinas ke luar kota. Anak-anak OSIS sudah berkumpul tapi tuan rumahnya belum datang karena ada ekskul basket.

"Kirana, makan dulu ni," Mereka memesan makanan via online dengan uang patungan .

"Iya, bentar," wanita itu masih fokus sama laptop nya.

Kirana kalo udah serius sama satu hal, harus sampai tuntas, dan perutnya pun belum lapar.

"Dari tadi bilang nya ntar-ntar mulu," Dela membawakan kotak nasi ke depan Kirana.

"Gua belom laper, Del"

"Ini udah jam empat, udah mau makan malem," kata Dela kesal.

"Iya bentar lagi ni, sepuluh menit lagi, serius,"

"Ck," Dela mendecak, pergi meninggalkan Kirana yang masih setia dengan posisi nya.

Sepuluh menit. Dua puluh menit. Tiga puluh menit

KIRANA (COMPLETED)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora