Bab 19

203 11 1
                                    

Badan Kirana letih ditambah keadaan Kirana yang kurang stamina. "Kayaknya kesana ya?"

Suara mulai terdengar samar. Hidung wanita itu terasa gatal. Mulutnya sedikit membuka untuk bersiap.

"Hachim," Kirana bersin.

Tubuhnya goyang. Kakinya tidak seimbang. Jalan bekas hujan licin. Kirana terjatuh.

Uuaa

Hampir.

Set..

Kirana menghela napas lega. Kalau tidak ada tangan yang hinggap di pinggang Kirana, mungkin wanita itu sudah tergeletak dipermukaan tanah yang basah. Matanya beralih ke sepasang bola mata cokelat. Napasnya terengah, Kirana bisa merasakan hembusan itu.

Adrian.

Kirana mengerjap mata.

Bukan mimpi kan?

"Udah jatohnya?"

Kirana sadar bahwa lelaki ini beneran manusia bernama Adrian. Badannya menjauh dan berdiri kembali ke posisi yang tegak.

"Maaf," Adrian melihat sekeliling. Mencari sesuatu.

"Temen sekelompok lu mana?" Tanya Adrian.

Kirana menoleh cepat ke kiri, ke kanan. Tidak ada. Ah. Ketinggalan. Tanpa Kirana menjawab, Adrian tau jawabannya.

Tapi. Fokusnya teralih. Bibir wanita itu tampak pucat dan matanya yang kurang bersemangat. Ini pasti karena efek ujan dan menyebabkan udara dengan temperature yang terus menurun.

"Lu engga papa?"

"Hah?" Mata Kirana menoleh. "Engga, engga papa ko,"

Adrian melepas jaketnya.

"Pake ni," Kirana melihat ke benda yang Adrian sodorkan.

"Engga usah ka, gua udah pake jaket,"

"Jaket lu tipis kaya gitu padahal lu bilang lu engga kuat dingin, mau bunuh diri?" Kirana menatap mata laki-laki itu dengan sinis, tidak kah ada perkataan yang lebih sopan lagi? Apa memang kata-kata kasar melekat di kesehariaanya?

"Gua engga akan mati konyol di sini, jadi tenang aja, gua engga akan nyusahin lu," Kirana berbalik.

Tangan Adrian hinggap ke lengan Kirana. Adrian menghela napas menahan kesal. Kenapa si wanita ini mesti keras kepala disaat yang tidak tepat. Kirana menatap tanya.

Adrian mengalungkan jaketnya ke badan wanita itu. Kirana tertegun.

Deg

Adrian mendekat satu langkah, jemarinya aktif meresleting baju hangat yang menyelimuti badan wanita setinggi 160 cm itu.

"Muka lu pucet banget, gimana kalo nanti lu demam atau tiba-tiba pingsan?" nada suaranya tidak setinggi tadi, lebih rendah dan terdengar lembut di telinga Kirana, seperti setengah berbisik.

Matanya sedang membenarkan letak garis lurus ditengah pakaian yang membungkus Kirana. Sedangkan Mata wanita itu melihat lurus tepat ke wajah Adrian. Memperhatikan setiap detail bagian wajahnya. Mata cokelat nya. Hidung mancung nya bahkan pipinya yang kemerahan karena efek cuaca yang tidak bisa dibilang hangat. Tapi mampu menghangatkan jatung Kirana, hatinya berdesir. Melihat seseorang yang berfokus pada satu titik, entah kenapa tingkat keelokkannya bertambah satu tingkat dari biasanya.

Ah.. ada apa dengan dirinya? Apa Kirana sudah gila?

Tek..

Pandangan mereka bertemu. Buru-buru bola matanya Kirana berlari. Astaga.. Kenapa jadi salah tingkah begini.

KIRANA (COMPLETED)Where stories live. Discover now