40. Akhir dari semua cerita

286 34 9
                                    

"Apa maksudnya laporan ini?" Theo tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak ketika membaca laporan yang semula ia anggap penting kini berubah menjadi sampah berisi huruf terketik rapi.

"Seperti yang Pak Theo baca. Kami tidak menemukan bukti bahwa tubuh Negi Kieza ada di dalam helikopter," balas seorang pria paruh baya bertubuh gempal yang membalas emosi pimpinannya dengan tenang.

"Lalu di mana dia!" Theo kini mengalihkan pandangannya kepada pemimpin gold 50. Orang yang ia pilih untuk bertanggung jawab atas penyerangan markas Zoembra.

"Kami sudah menyisir sepanjang sungai dan tanah lapang tak lama setelah dia dilaporkan jatuh. Tapi kami tidak menemukan satu pun mayat," lapornya.

"Kalian sempat menutup perimeter?" Theo bertanya ulang.

"Aku akui salah. Kami baru sempat menutup perimeter setelah target tidak kami temukan."

"Lalu ... apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Dengan nada mengintimidasi, Theo mendekat ke tempat pemimpin gold 50 berdiri.

"Kami akan menemukannya, Pak!" Ia menuturkan idenya.

"Bagaimana caranya, hemm ... Ghe." Pimpinan memperpendek jarak wajahnya dengan pemimpin gold 50 yang masih mempertahankan pandangannya ke depan dengan arogansi terpancar kuat dari wajahnya.

Walau begitu Ghe tetap tidak bisa menahan tekanan yang diberikan sang pimpinan dan perlahan ekspresinya mencair bersamaan dengan peluh yang mulai membasahi pelipis.

Kesunyian tercipta selama beberapa saat. Ao yang selama ini berdiri memunggungi mereka tiba-tiba menginterupsi emosi Theo.

"Target ...." Satu kata dari Ao berhasil mengalihkan ketiga pasang mata yang ada di dalam ruangan itu. "Dia tidak lagi punya tujuan. Kalau aku jadi dia maka yang akan aku lakukan adalah membalas dendam kepada orang yang sudah membuat semuanya kacau balau."

"Rencana yang sudah disusun dengan sangat matang selama empat tahun tiba-tiba hancur dalam satu hari. Siapa yang tidak akan kesal jika hal itu terjadi." Ao memutar tubuhnya dan mendapat perhatian dari mereka semua.

***

Hari kesepuluh di rumah sakit, Tru masih belum juga sadar dari tidur panjangnya. Sempat tak sadarkan diri setelah mengalami perdarahan hebat di perut kini tubuhnya perlahan membaik.

Operasi berjalan lancar, transfusi darah diberikan untuk mengganti banyaknya darah yang keluar, dan obat-obat penopang hidup semua sudah tidak lagi diberikan. Namun, ia masih menolak untuk membuka mata.

"Tru, aku pulang dulu. Sebentar lagi Zan akan datang untuk menemanimu." Yin menatap wajah yang tak lagi pucat dengan senyum yang dipaksakan mengembang. Tangannya menggenggam erat lengan Tru dari luar selimut sebelum akhirnya melepas dan melangkah keluar.

Jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam. Hampir dua puluh menit Tru terbaring ditemani suara dengung pendingin ruangan dan tetes infus. Sampai seorang bruder berseragam serba putih masuk ke dalam dengan nampan berisi jarum suntik terisi cairan berwarna kuning pucat dan kapas alkohol.

Berjalan menyeret ke dalam, ia sempat berhenti di depan tempat tidur Tru untuk memandang sang pasien yang tampak tertidur lelap. Lanjut berjalan, ia kembali berhenti di sisi kiri pasien dan mulai menyiapkan obatnya.

Pria bertubuh tegap itu melepas jarum suntik dan membuka jalur suntikan yang ada di selang infus. Tangannya berhenti di udara selama beberapa saat untuk menatap wajah sang pasien untuk kesekian kalinya. Sebuah senyum terulas dengan misterius di wajah yang sebagian tertutup rambut.

Silver - XWhere stories live. Discover now