Epilog

426 43 25
                                    

Hari berubah menjadi minggu. Minggu berubah bulan dan tahun berganti tahun dalam satu embusan napas. Selama itu siksaan demi siksaan Tru alami setiap kali matanya menutup. Depresi dan trauma berkepanjangan terus mengikis kewarasannya.

Merasakan pengkhianatan bertubi-tubi, menghancurkan diri Tru. Terlebih yang melakukan adalah orang yang menguasai sebagian hatinya. Jika boleh memilih, ia berkeinginan nyawanya melayang atau tersiksa di antara ada dan tiada dibandingkan hidup dengan luka yang tidak pernah menutup sekeras apa pun dia mencoba.

Kini tiga tahun sudah berlalu, Tru tidak lagi terpaku pada masa lalu dan mulai menapaki masa depan. Berkat bantuan Zan, Ao, dan teman-temannya, ia akhirnya bisa kembali tersenyum semringah.

Selama itu pula Tru tidak menjalani misi apa-apa dan fokus pada penyembuhan mentalnya. Lalu ketika hari yang dinanti datang, ia mengajukan surat pengunduran dirinya kepada Theo dan disetujui—dengan berat hati.

Sekarang setelah enam tahun berlalu, ia hidup tenang di pinggiran kota di mana pantai menjadi salah satu tetangga baiknya.

"Mama! Ayah ambil punya Ella!" pekik seorang anak kecil berusia dua tahun yang kini meronta untuk bebas dari kursi makan yang menjerat tubuh mungilnya.

"Ayah!" teriak Tru keluar dapur dengan rambut panjang yang terlilit kencang di atas kepala.

"Jangan pelit begitu dong, Nak. Ayah cuma mau mencoba apa masakan mama hari ini asin atau tidak," bisiknya yang membuat putri semata wayangnya berhenti berteriak dan memasang senyum termanis yang bisa ia berikan.

"Tidak, Ayah. Makanan enak," ucapnya dengan suara khas anak kecil yang membuat siapa pun yang mendengarnya tidak bisa menahan untuk mencubit.

Semakin besar wajahnya semakin cantik seperti mamanya, tapi beruntung tidak dengan sifatnya. Zan balas tersenyum sambil mengelus rambut panjang sang anak yang kini mengunyah kembali makanannya dengan tenang.

"Asin, huh? Baiklah .... Hari ini Ayah makan di luar saja ya. Aku mau buang makanannya!" Tru tiba-tiba hadir di sisi meja makan dan bergegas ke arah dapur.

"Hei, aku cuma bercanda." Ia mengejar dan memeluk sang istri dari belakang. "Jangan marah. Kamu tahu kalau aku paling suka dengan masakanmu," pujinya.

"Walau Yin memasak lebih enak daripada kamu, tapi tetap saja. Di rumah ini kamu yang terbaik." Zan mengecup pipinya.

Ia memutar tubuh Tru dan menatap wajah sang istri yang masih memberinya lekungan bibir ke bawah.

"Tusha, janganlah marah. Aku tidak ingin melihatmu merengut seperti ini di hari terakhirku di rumah," bujuknya yang melelehkan es di wajah Tru.

Tusha sendiri adalah nama asli Tru. Ketika mereka menikah dua setengah tahun yang lalu, mereka memutuskan untuk memanggil nama asli mereka.

Ia memeluknya erat. Ini bukan pertama kalinya Zan pergi untuk melakukan misi organisasi. Biasanya ia akan pergi selama seminggu atau lebih tergantung jenis misinya. Ao sendiri masih menjadi pemimpin di silver 10, walau ia sudah tidak pernah bertemu dengan mereka semua. Namun, sesekali Zan akan membawa foto mereka sekelompok dan membakarnya ketika ia sudah puas memandang.

"Hati-hati, Zack. Jangan pernah lupakan kalau kamu memiliki kami berdua," lirihnya sambil menatap wajah sang suami yang tersenyum hangat ke arahnya.

"Will do, Babe. I love you." Zan mendekatkan bibirnya dan mulai mengulum bibir lembut Tru. Satu menit, tiga menit mereka berbagi ciuman sebelum suara ribut dari ponsel di sakunya terdengar.

"Lima belas menit kamu belum sampai. Aku akan meninggalkanmu dan membiarkanmu mencari jalan sendiri ke lantai pertemuan di markas utama." Suara Ao terdengar tegas dari balik telepon.

Tru yang ikut mendengar ancamannya mantan pemimpinnya ikut tersenyum dan membalas, "Aku pastikan Zan tiba di sana dalam waktu sepuluh menit, Ao."

"Tru .... senang mendengar suaramu. Andai aku bisa meneleponmu setiap hari."

"Tru juga ikut senang mendengarmu, Ao. Tapi aku harus segera pergi. Tunggu aku!" Ia segera mematikan ponsel khusus dari organisasi yang sudah di pasang alat anti sadap oleh Bon.

Ia kembali mengecup bibir Tru sebelum ia kembali ke meja makan untuk menghabiskan satu menit berharga miliknya untuk memeluk putrinya.

Setelah itu ia pergi menggunakan motornya dan meninggalkan Tru dan putrinya sendiri berdua. Yah, itu yang ia pikirkan. Sampai seseorang kembali menekan bel rumahnya dua jam setelah keberangkatan Zan.

"Iyaa ... tunggu sebentar!" teriak Tru dari dalam rumah. Setelah meletakkan anaknya di area bermain, ia berjalan menuju pintu depan dan mendapati seseorang pria berkacamata mengenakan kemeja hitam bersama perempuan muda yang berdandan rapi layaknya pengasuh anak.

"Ken ... Apa yang bisa aku bantu kali ini?" Tru tidak bisa menahan senyum saat melihat pria yang sudah berkali-kali berhenti di depan pintunya bertamu.

"Misi. Aku jelaskan selama di mobil," balasnya singkat.

"Tidak lama, kan?" Tru lanjut bertanya.

"Lima jam paling lama. Aku jamin itu."

"Baiklah, tunggu aku sebentar."

Kemudian Tru kembali masuk bersama perempuan yang dibawa oleh Ken. Perempuan yang sama untuk menjaga Ella selama ia melakukan misi rahasia yang bahkan Zan tidak tahu.

Dua tahun tanpa aktivitas selain merawat anak membuatnya bosan dan ketika tawaran melakukan misi kecil-kecilan datang, tanpa banyak perhitungan ia segera menjawabnya dengan anggukan.

"Mama akan segera kembali, Ella. Baik-baik ya dengan Nanny Is," ucapnya sambil menepuk-menepuk kepala anaknya yang balas tersenyum ke arahnya.

"Olright, Mama," balasnya dan kembali fokus ke boneka kecilnya.

Kemudian ia ke kamar untuk mengganti baju dengan cepat dan keluar tidak sampai sepuluh menit.

Di luar, Ken berdiri di depan sebuah Mercedes-Benz hitam yang terparkir tidak jauh dari rumahnya. Ia berlari ke arahnya dan melihat pintu mobil terbuka sebagian. Tanpa banyak bertanya ia segera masuk dan Ken menutup pintu mobil.

Di dalam seseorang pria berambut putih menyambutnya.

"Theo," sapa Tru.

"Selamat datang, Tru. Ini misimu kali ini."

-The End-

Hai, Meda di sini.

Cuma mau mengucapkan terima kasih banyak sudah membaca cerita ini sampai akhir. Kalau ada kritik atau saran, silakan ditulis di sini.

Sampai bertemu di ceritaku yang lainnya.

Salam,
Meda ^^

Silver - XWhere stories live. Discover now