12. Pertikaian Zan dan Tru

291 54 8
                                    

Berkumpul untuk sarapan bersama adalah rutinitas harian penghuni rumah di saat misi tak mendatangi. Obrolan ringan seharusnya terdengar, tetapi kali ini hanya kicau burung yang mengisi ruang makan berkursi enam itu.

Di ujung meja makan duduk Zan dengan pipi kanan memerah dan bengkak, tengah mengunyah makanannya dengan susah payah. Semua karena bengkak di pipi yang membonjol ke dalam dan menyulitkannya mengigit makanan tanpa membuat mukosanya ikut merasakan ketajaman giginya.

Sedangkan Tru mengambil duduk sejauh mungkin dari Zan, tengah memakan hidangan yang disajikan Yin dengan cepat. Ia jelas terlihat tidak ingin berlama-lama di satu ruangan dengan pria yang masih mengenakan pakaiannya semalam.

Sementara itu Yin hanya bisa diam sambil bersyukur dalam hati akan sifat pendiamnya. Sehingga ia tidak kikuk saat merasakan ketegangan suasana pagi ini.

"Paagiiiii!" teriak Bon dari kejauhan.

"Bro! Kenapa pipimu?" Bon tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak bertanya, karena bengkak di wajah Zan adalah hal pertama yang terlihat oleh matanya saat masuk ke dalam ruang makan.

"Habis sudah ketampananmu, akhirnya aku menjadi pria tertampan di kelompok ini." Sambil tertawa, ia mengambil tempat duduk persis di sisi kanan Zan.

Zan memilih bungkam dan melirik ke arah Tru yang masih belum mau menatapnya langsung.

"Ao, lebih tampan." Yin meletakkan sarapan sambil memberi kode mata secara bersamaan kepada Bon untuk melihat ke arah Tru.

"Jangan samakan aku dengan orang tua itu." Bon menangkap sinyal yang diberikan. Terang-terangan ia menatap perempuan di ujung meja dengan awan hitam menutup kesempurnaan wajahnya. Membuatnya bertanya-tanya apa lagi yang sudah Zan lakukan. 

"Ehem, siapa yang kamu panggil orang tua?" Suara Ao terdengar rendah dari belakang Bon.

"Ahaha ... Kamu sudah bangun. Maksudku tadi orang tua, kamu kan sudah seperti ayahku sendiri." Bon memutar kepalanya, menyengir lebar sambil menggaruk-garuk kepalanya. Terjebak dengan kata-katanya sendiri.

"Kamu tahu, Bon ... kalau aku bisa dengan mudah mendapatkan perempuan-perempuan muda dan cantik yang rela untuk dijadikan istri pertama, kedua, dan ketiga secara bersamaan." Ao membungkuk, memosisikan wajahnya sedekat mungkin dengan Bon, dan memberinya tatapan tajam. "Kita lihat apakah kamu mampu mengalahkan itu? Hemm, anak muda?"

"Baik baik ... anak muda, aku mengerti." Bon mengangkat kedua tangannya. Tidak lagi ingin menyinggung usia Ao yang sebenarnya.

"Bagus." Ao memberinya senyum lebar, setelah puas menatar ulang anak buahnya yang paling muda.

"Zan, kenapa mukamu?" tanya Ao setelah selesai dengan Bon.

"Tidak apa, aku tergelincir dan membentur sudut lemari." Bohongnya sambil melirik ke arah Tru.

Ao bukanlah anak kemarin sore, tak perlu berbicara dengan kalimat panjang untuk melihat apa yang terjadi saat mata anak buahnya melirik ke arah perempuan yang saat ini terlihat gahar.

"Tru, ada yang mau kamu jelaskan?"

Brakk!

Tru memukul meja dengan kedua tangan dengan keras. Membuat sendok dan garpu melompat kaget yang kemudian menimbulkan suara denting bernada tinggi.

"Kamu tahu, kan, Ao. Aku tidak akan mulai duluan kalau ada seseorang yang tahu makna dari 'mengontrol nafsu' dengan sangat baik!" ucap Tru setengah berteriak.

Saat ini dirinya sedang tidak ingin mendiskusikan apapun yang Zan lakukan semalam. Sudah cukup semalaman matanya terbuka lebar, karena otaknya tidak berhenti memutar adegan delapan belas tahun ke atas antara mereka berdua. Tak ingin membuka percakapan lebih dalam, ia bangkit dan bergegas meninggalkan ruang makan menuju teras belakang rumah.

Silver - XWhere stories live. Discover now