25. Temukan Tru!

173 40 17
                                    

Helikopter akhirnya terbang rendah di atap markas utama. Setelah memastikan burung besi itu mendarat dengan sempurna. Zan diikuti oleh Yin berlari menuju lift, tidak lagi memedulikan sambutan dari Ken.

Seakan bisa membaca pikiran anak buahnya. Ao berdiri di depan lift sambil menatap Zan dan Yin berlari ke arahnya tanpa ada rasa lelah, hanya kepanikan yang tergambar jelas di wajah mereka.

"Ao!" teriak Zan dari kejauhan.

Tanpa menunggu mereka berdua mengucapkan permintaannya, Ao meletakkan tangan kanan ke mesin pemindai dan menekan beberapa kombinasi angka. Pintu lift kemudian terbuka dalam kondisi kosong. Hanya ada lantunan musik bernada lembut yang terdengar menyambut penumpangnya.

"Motor BMW hitam, di parkiran A05." Ao melempar kunci yang ditangkap oleh Zan dengan baik. Tidak ada kalimat terima kasih atau kalimat lainnya yang terucap oleh mereka bertiga.

Zan dan Yin masuk ke dalam lift yang pintunya segera menutup dan meninggalkan Ao yang tidak lagi bisa menyembunyikan rasa cemasnya.

"Temukan dia!" Kalimat terakhir yang tertangkap oleh telinga mereka berdua sebelum pintu lift menutup sempurna dan meluncur turun ke area parkir.

Sampai di basement, mereka berlari menyusuri jejeran mobil berbagai merk dengan penerangan yang cukup untuk mencari kendaraan kecil di antara deretan mobil premium.

Sampai di A05, mereka berdua berdiri dalam diam menatap motor BMW hitam R1250 dengan tatapan kagum dan bersemangat, terutama Yin. Tidak ingin berlama-lama mengagumi motor keluaran terbaru itu, mereka berdua meraih helm yang sudah disiapkan di atas jok motor dan melaju keluar menuju keramaian.

Yin memacu kencang kendaran roda dua menyusuri keramaian jalan di ibu kota pada malam hari. Walau posisi Zan berada di jok penumpang, tetapi tidak sekali pun ia merasa risih duduk di belakang Yin dengan kedua tangan melingkar di pinggang kecilnya. Bagaimanapun juga, perempuan tomboi itu jauh lebih lihai mengendarai semua jenis kendaraan bermesin dibandingkan dirinya. 

Melesat dengan kecepatan seratus kilometer per jam, ban motor terus melakukan manuver berkelok-kelok menghindari kendaraan lain yang terus menghalanginya menuju arena tempur yang baru saja mereka tinggalkan.

Lima belas menit dihabiskan di perjalanan dan kini mereka sampai di sebuah rumah yang terasa asing ketika dipandang dari depan. Berjalan tergesa-gesa melewati garis polisi, mereka diperbolehkan masuk setelah menunjukkan kartu identitas yang sudah disiapkan oleh Ao di bagasi motor.

Tidak lelah berlari, Zan terus memacu otot tungkainya mengelilingi rumah dengan bulir keringat terus terbentuk di wajah. Dia menurunkan kecepatan kaki saat mendengar suara erang kesakitan di hadapannya. Puluhan orang—baik pria maupun perempuan—tergeletak di lantai sambil menunggu ambulans datang menjemput mereka.

Mata Zan menyisir satu per satu orang—baik yang masih hidup atau sudah tiada—yang sebagian besar menggunakan pakaian serba hitam dan biru tua, warna khas keluarga Kieza. Setiap kali ia menemukan seseorang yang menggunakan baju serba hitam terbaring tidak bergerak di lantai, seketika itu juga jantungnya terasa melewatkan detaknya selama beberapa detik.

Tru, di mana kamu?

Di tempat terpisah, Yin berjalan menyusuri aula luas yang di langit-langitnya menggantung lampu kristal berkilau yang memberi warna kuning hangat ke seluruh ruangan. Namun, semua kehangatan itu berubah beku saat mata Yin beralih ke bagian dasar ruangan, di mana hanya ada darah dan tubuh tak bernyawa bergelimpangan di atas mewahnya marmer putih.

Berkali-kali Yin menahan air mata mengalir keluar saat melihat orang tidak dikenal tergeletak tak bernyawa. Dalam hatinya, dia terus berharap untuk tidak menemukan Tru dalam keadaan yang sama dengan mereka.

Silver - XWhere stories live. Discover now