37. Kebenaran yang menyakitkan

187 32 15
                                    

"Menyingkir dari hadapanku atau aku akan membunuhnya," ancam Mo dengan mulut senjata menempel di pelipis Tru. Sementara tangan kirinya melingkar di leher perempuan yang belum berhenti terkejut.

"Setelah lebih dari tiga tahun, akhirnya markas utama tahu juga identitas asliku. Aku pikir mereka sudah menyerah, mengingat aku seharusnya sudah meninggal bagi mereka," ucap Mo.

"Mo, apa maksudmu?" Suaranya tercekat, matanya menatap bingung pria yang tiba-tiba berubah sifat 180 derajat.

Sementara itu El yang sama bingungnya dengan Tru memutuskan untuk kembali menodongkan senjata ke arah Mo dan menggeser tungkainya mendekat ke tempat Zan. Bagaimanapun dia lebih percaya kepada teman satu kelompok dari pada orang asing yang sudah bertahun-tahun menyamar tanpa alasan yang jelas.

"Sayang sekali aku harus mengakhiri semuanya sekarang. Padahal aku bermaksud untuk bersenang-senang denganmu sedikit lebih lama, Tru." Mo mengubah intonasi suaranya menjadi tenang dengan nada mengejek yang tidak pernah ia dengar.

"Aku tidak akan setenang itu kalau jadi kamu. Tiga lawan satu. Kamu jelas sudah terkepung, jadi menyerahlah!" ancam Zan dengan perasaan was-was saat melihat posisi Tru sekarang dan kondisinya yang tidak lagi mampu mempertahankan diri.

"Tiga lawan satu? Mungkin maksudmu dua lawan satu." Pria itu menyeringai dan dalam hitungan detik ia menembak El tepat di jantung. Kemudian dalam satu kedipan mata ia kembali menempelkan selongsong senjatanya ke pelipis Tru.

"El!" Tru yang semula hanya bisa berkata lirih kini tidak bisa menahan untuk tidak berteriak saat melihat temannya jatuh merenggang nyawa dalam hitungan detik.

El terjatuh dengan tangan mencengkram kuat dada berlubangnya yang tidak berhenti mengalirkan darah. Mulutnya terbuka dengan kedua mata menatap ke arah Tru seakan ada yang ingin ia katakan untuk terakhir kalinya. Namun, tidak ada kata yang terucap sampai akhirnya ia kehilangan nyawanya.

"Mo! Apa yang kamu lakukan!" Emosi Tru tak lagi terbendung. Tubuhnya bergetar kuat dan air matanya perlahan menggenangi pelupuk matanya.

"Membunuhnya. Sudah cukup dia merepotkanku dari awal sampai sekarang," jawabnya ringan.

Dalam dekapan Mo, ia berusaha untuk membebaskan diri. Badannya menggeliat, tidak lagi memedulikan rasa nyeri dan panas di perut. Kakinya menginjak dan menendang ke belakang, tangannya berusaha menyikut, tetapi semua itu tidak berhasil. Lengan pria itu justru menekan semakin kuat leher dan menghalangi lebih banyak udara masuk ke paru-paru.

"Hentikan! Jika tidak, aku akan melakukan hal yang sama kepada teman perempuanmu," ancam Mo yang membuat Tru menghentikan tantrum-nya.

"Sekarang kalian lempar senjata kalian dan angkat tangan kalian ke atas!" Ia kembali menarik pelatuk senjatanya. "Lakukan!" teriaknya tidak lagi menoleransi satu detik diamnya mereka.

Tanpa memberi ancaman balik, Zan dan Yin membuang senjata dekat dengan Mo dan mengangkat tangan di atas kepala.

"Kenapa? Mo ... katakan! Kenapa!" Tru tidak berhenti bertanya dalam tangis mengenai alasan di balik sifatnya perubahan sikapnya. Dia, orang yang selalu dijadikan tumpuan ternyata mengkhianati kepercayaannya.

"Apa maumu sebenarnya? Kamu bisa membunuh Zoembra kapan pun. Kenapa menunggu sekarang!" tanya Zan yang kini menggeser tubuh besarnya untuk melindungi Yin yang terlihat sedikit panik setelah mendengar ancamannya.

"Aku butuh bantuan darimu sebagai bidak yang aku gunakan sebagai kambing hitam atas penyerangan ini dan mengambil alih perusahaannya. Sesuatu yang ia sayangi melebihi keluarganya sendiri dan sebagai aksi balas dendam karena sudah mengambil nyawa ibuku!" geramnya.

Silver - XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang